HARIANHALMAHERA.COM–Pendapatan Asli Daerah (PAD) lewat pajak dan retribusi belum memenuhi harapan. Setiap tahun selalu minim, jauh dari target. Padahal sudah ada alat perekam transaksi pajak yang dibagikan kepada pelaku usaha.
Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Halut yang menyeriusi PAD, menilai ada dua penyebab. Pertama, ada pelaku usaha yang selama ini dianggap nakal karena tidak mau memakai alat tapping box. Kedua, kurangnya kontrol yang dilakukan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda).
Fahmi Musa, anggota Komisi II mengatakan, selama ini Bank Pembangunan Daerah (BPD) telah menyediakan alat tapping box sebanyak 23 unit. Namun, penggunaannya kurang maksimal karena ulah pelaku usaha. “Ada yang beralasan rusak, ada yang tidak merekam secara utuh, ada pula yang enggan menggunakannya,” ujarnya.
Ke depan, lanjutnya, sudah ada rencana penambahan 50 unit alat tapping box yang fungsinya sebagai pembanding antara total transaksi yang ada di restoran dengan jumlah pajak daerah yang dibayarkan. “Harusnya dengan hadirnya alat tersebut mempermudah pemerintah dalam pengontrolan pajak,” terangnya.
Namun, akibat kurang maksimalnya Dispenda dalam melakukan pengontrolan dan pengawasan di setiap pelaku usaha, sehingga banyak kebocoran pajak dan itu sangat merugikan terhadap daerah. “Kami akan melakukan evaluasi efektivitas penggunaan alat tersebut dengan memanggil pelaku usaha. “Jika tidak digunakan, maka pelaku usaha akan diberikan sanksi. Karena alat tersebut diwajibkan untuk digunakan bagi semua pelaku usaha agar pembayaran pajak semuanya bisa terkontrol,” tegas Fahmi.
Selain itu, Komisi II berharap agar Dispenda lebih serius lagi untuk menertibkan pelaku usaha terkait kewajiban menggunakan tapping box, agar tidak lagi terjadi kecolongan pajak yang berdampak pada pendapatan daerah. “Kami berharap agar Dispenda lebih serius lagi mengurus pajak, jangan lagi terjadi kecolongan. Apalagi sudah dilengkapi dengan alat yang cukup canggih,” pungkasnya.(cw/fir)