HARIANHALMAHERA.COM–Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kasus tindak pidana korupsi yang terbanyak terjadi di daerah adalah penyelahgunaan Dana Desa (DD) oleh aparatur desa.
Ini terbukti dari hasil koordinasi dan supervisi (Korsup) KPK dengan aparat penegak hukum (APH) baik kejaksaan maupun kepolisian di daerah. Dimana, didapati kasus rasuah yang paling banyak ditangani adalah penyalahgunaan DD.
“Kasus tersebut paling gampang dicari penyimpangan korupsinya,” beber Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam rapat koordinasi program pemberantasan korupsi terintegrasi wilayah Malut dalam rangka peringatan hari Anti korupsi yang berlangsung di Sahid Bela Hotel, Ternate kemarin (10/11).
Menurutnya penyimpangan Dana Desa terjadi akibat tidak adanya kapasitas kepala desa dalam mengelola keuangan desa. “Disamping itu pengawasan masyarakat juga lemah. Makanya, kami bekerja sama dengan aparat desa untuk mengawal dana desa,” tegas Alex di hadapan Gubernur, Wali Kota, Bupati dan Ketua DPRD, se-Malut.
Selain DD, Alex juga memaparkan titik-titik rawan korupsi lainnya yang banyak terjadi daerah. Yakni pada proses pengadaan barang dan jasa dan terkait pemberian izin rekomendasi ke sejumlah perusahan.
“Yang tidak jelas ini syarat yang menjadi rekomendasi dari kepala daerah, dan ini sulit sehingga para pengusaha juga mau tidak mau harus mengeluarkan duit,” lanjutnya.
Sebagai langkah pencegahan KPK saat ini sedang mendorong harus ada standar pelayanan minimal. “Jadi sekarang tidak ada lagi pejabat memanfaatkan jabatannya untuk mencari keuntungan sendiri,” bebernya.
Alex lalu mewarning para kepala daerah se Malut terkait banyaknya para Gubernur, Bupati dan Wali Kota yang sudah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK. “Catatan kami sudah lebih dari 100 orang kepala daerah yang ditindak,” ucapnya.
Angka ini menjadikan kasus korupsi oleh kepala daerah sebagai kasus rasuah tertinggi di Indonesia. “Dugaan tindak pidana korupsi baik kepala daerah maupun DPR dan DPRD menempati pada posisi teratas saat ini di Indonesia,” akunya.
Sebab, potensi korupsi juga terjadi pada saat pembahasan APBD antara Pemda dan DPRD. “Pengesahan APBD saja harus ada imbalan, dan proses penganggaran tidak melalui aspirasi masyarakat tapi hanya pada aspirasi pengusaha,” ungkapanya.
Dia juga mengingatkan kepada seluruh kepala daerah di Malut untuk senantiasa memelihara integritas dan nama baik selama maupun setelah menjabat.
“Saya ingin seluruh kepala daerah di Indonesia itu meninggalkan legacy yang baik. Bukan saja diingat oleh keluarga terdekat tetapi seluruh rakyat yang dipimpinnya. Wah, jamannya Kepala Daerah si A kita sejahtera, pembangunan adil merata, hidup rukun damai,” Tambah Alex dalam Rapat tersebut.
Alex juga meminta para kepala daerah di Malut untuk serius meningkatkan skor Monitoring Center for Prevention (MCP) sebagai indikator capaian upaya pencegahan korupsi di wilayahnya masing-masing yang belakangan ini merosot.
”Skor MCP dari tahun 2018 -2020 di Malut selalu berada di bawah rata-rata nasional yaitu 39 persen, 54 persen, dan 58 persen. Sedangkan untuk tahun 2021 per hari ini baru mencapai 27 persen di mana capaian 3 teratas yakni Pemkab Pulau Morotai, Pemkab Halmahera Selatan dan Pemkot Ternate. Saya minta terus ditingkatkan sampai akhir tahun,” bebernya.
Selain itu, Alex pun juga mengapresiasi dukungan dan kerja sama Kementerian ATR/BPN, PT PLN serta seluruh pemda dalam program penertiban aset BMN/BMD untuk wilayah Malut selama tahun 2021 bersama KPK.
“Per 10 November ini, sudah terbit sebanyak 711 sertifikat terdiri dari 55 sertifikat aset tanah PLN dan 656 sertifikat aset tanah pemda,” imbuhnya.(lfa/par/pur)