HARIANHALMAHERA.COM – Munculnya dua pasien Covid-19 di Maluku Utara (Malut) dinilai sebagai belum ketatnya pembatasan akses masuk ke Maluku Utara (Malut) oleh pemerintah daerah.
Ini mengingat, dua kasus baru itu adalah Orang Dalam Pengawasan (ODP) yang memiliki riwayat perjalanan dari luar Malut. “Ini juga tak lepas dari tidak adanya transparnsi data penanganan pandemic oleh gugus tugas provinsi,” ujar Direktur Rorano Malut, Asghar Saleh lewat siaran pers yang diterima Harian Halmahera hari ini (17/4)
Asghar pun memberikan beberapa langkah yang harus dilakukan Pemprov dan Pemkab/Pemkot dalam rangka memutus penyebaran wabah Covid-19 di Malut.
Diantaranya, Gubernur dan para Bupati Wali Kota harus segera melakukan pertemuan secara virtual untuk menyamakan langkah penanganan. “Sejauh yang kami amati penanganan di lapangan masih bersifat sektoral. Langkah ini untuk mengantisipasi analisa pandemic yang disampaikan pak Ridwan Amiruddin,” katanya.
Gubernur juga diminta tidak lagi mengeluarkan keputusan yang bersifat himbauan, namun sudah harus memaksa seperti larangan bagi siapa saja memasuki wilayah Malut kecuali mereka yang ber KTP Malut yang ingin pulang dan orang-orang yang memiliki kepentingan medis.
Untuk menekan potensi penularan, penutupan pintu masuk jalur laut khusus bagi manusia sudah harus diberlakukan seperti yang dibikin Pemda Sula hingga sebulan ke depan.
Sedangkan untuk bandara tetap dibuka dengan catatan dibatasi sesuai dengan edaran mendagri. “Dengan begitu control dan pengawasan terhadap orang yang masuk lebih mudah, karena hanya lewat satu pintu yakni bandara,” katanya.
Kasus banyaknya penumpang KM Doro Londa yang lolos dari pemeriksaan medis di peabuhan A Yani Ternate kemarin tidak akan terjadi jika akses masuk lewat laut ditutup untuk kapal penumpang.
“Memperkuat penjagaan (SDM dan APD petugas) dan akses pendataan di pintu masuk yang online sehingga data orang masuk bisa diperoleh otoritas pemerintahan level terbawah untuk mempermudah pengawasan di setiap lingkungannya,” ucapnya.
Mereka yang datang pun harus diberlakukan karantina selama 14 hari yang dilakukan oleh masing masing Kabupaten/Kota dibawah koordinasi masing masing Gugus Tugas. “Untuk pembiayaan karatina bisa dibuatkan kesepakatan bersama antara Bupati/Walikota dengan Gubernur,” ucapnya.
Asghar juga sependapat dengan penegasan Kapolda Brigjen Pol Rikhwanto bahwa informasi bagi OTG, ODP, PDP dan kasus positif harus dibuka. Ini agar masyarakat menjadi waspada dan saling berbagi dukungan untuk kesembuhan mereka yang sakit. “Menutup informasi sama dengan terus memelihara ketakutan,” tegasnya sembari mengatakan tracking harus secepatnya dilakukan secara massif.
Kemudian, fasilitas-fasilitas di rumah sakit terutama yang berhubungan dengan kedaruratan seperti ventilator dan ruang ICU khusus Covid-19 harus secepatnya disiapkan. “Keselamatan dokter dan petugas kesehatan harus diprioritaskan,” katanya.
Menindaklanjuti SK Gubernur tentang RS dukungan dia menilai perlu dipertegas tentang kewenangan dan batasan penanganan Covid-19 sesuai alasan klinis. Dengan begitu tidak semua pasien yang bergejala mesti dirujuk ke RS Chasan Boesoerie Ternate terkecuali PDP yang butuh perawatan.
Untuk mempecepat proses pemeriksaan speciment, perlu disediakan layanan swab test di RS dukungan di kabupaten/Kota yang telah ditetapkan. “Dan dalam situasi wabah seperti ini, penegakan diagnostic sangat menentukan penanganan kasus maka kebutuhan laboratorium tetap harus menjadi prioritas untuk mempercepat hasil swab test,” tukas Asghar. (pur)