HARIANHALMAHERA.COM–Sekalipun nantinya sudah selesai dibangun dan dioperasikan, Balai Latihan Kerja (BLK) Pengembangan yang saat ini tengah dibangun di Desa Ampera, Kecamatan Oba Utara Kota Tidore Kepulauan (Tikep) bisa saja dihentikan aktivitasnya.
Langkah ini diambil jika peserta yang lulus dalam pelatihan di BLK tersebut masih saja menganggur alias belum mendapatkan pekerjaan. Bahkan, bukan hanya BLK di Ampera, namun kebijakan itu juga berlaku bagi BLK di Ternate.
Warning ini disampaikan langsung Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah kepada pengelola BLK. Menuutnya, kehadiran BLK salah satunya dapat menjawab kebutuhan tenaga kerja di dunia usaha dan dunia industri.
Oleh karena itu, pemerintah pusat melalui Kemnaker terus mendorong pengelola BLK, terutama BLK milik Pemerintah daerah agar pelatihan yang dijalankan sesuai dengan kebutuhan industri dan dunia usaha (DUDI) setempat, sehingga alumni pelatihan dapat langsung terserap ke pasar kerja.
“Kalau BLK ternyata akan melahirkan pengangguran baru, tidak usah bangun BLK Sofifi di ini. Tutup saja. Buat apa kalau pelatihan kita lakukan justru malah menambah pengangguran baru,” ungkap Menaker Ida di BLK Ternate, Jumat (5/3).
Ida mengatakan, Malut merupakan salah satu daerah yang menjadi harapan bagi pembangunan wilayah Indonesia bagian Timur karena memiliki banyak sumber daya yang harus dikembangkan dan akan menarik investasi baru yang pada akhirnya akan menciptakan lapangan kerja baru.
“Ayo, kita kolaborasi, baik pemerintah dan swasta untuk siapkan SDM kompeten SDM Maluku Utara harus menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri. Ini menjawab tantangan pengangguran kita yang semakin tinggi. Kita tidak bisa melakukan kerja biasa-biasa saja. Kita harus bisa menjawab kebutuhan, tantangan, dan dinamika ketenagakerjaan,” bebernya.
Dalam kesempatan ini, Menaker juga mengajak seluruh pengelola BLK, termasuk BLK Ternate agar melakukan transformasi BLK. Transformasi dilakukan dengan berbagai cara mulai dari reformasi kelembagaan, redesain substansi pelatihan, revolusi SDM, reviltasisasi fasilitas dan sarana prasarana, rebranding BLK, dan relationship.
Selama ini Kemnaker telah menyusun sejumlah kebijakan pelatihan vokasi agar sesuai dengan munculnya peluang usaha dan jenis pekerjaan baru di era pandemi. Di antaranya kebijakan Triple Skilling, yakni skilling, re-skilling, dan up-skilling bagi pekerja.
Selain itu, dilakukan juga optimalisasi pemagangan berbasis jabatan; peningkatan soft skills; perubahan kurikulum dan metode yang berfokus pada human digital online (menggunakan metode blended training); serta kolaborasi dengan semua stakeholders, terutama pelaku industri untuk menciptakan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.
Menurut Ida, sinergi dan kolaborasi antara BLK dan stakeholders, terutama dari dunia usaha dan industri sebagai pengguna tenaga kerja sangat penting. “Dengan dilakukannya sinergi, maka dapat dipastikan lulusan pelatihan telah sesuai dengan kebutuhan industri dan lebih mudah terserap,” katanya.
Ia menambahkan, dunia usaha sebagai penyerap tenaga kerja yang memiliki peran besar dalam menentukan kompetensi yang dibutuhkan saat ini dan di masa depan agar proses link and match antara pendidikan dan dunia kerja bisa tercipta.
“Pada akhirnya, program pelatihan vokasi akan mengurangi biaya training dan investasi SDM bagi industri, sehingga tercipta hubungan yang saling menguntungkan antara BLK dan industri,” tukasnya.(lfa/pur)