HARIANHALMAHERA.COM–SKEMA usulan pinjaman daerah melalui anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) masih terus dikaji pemerintah provinsi (Pemprov Maluku Utara (Malut).
Dalam rapat pembahasan usulan pinjaman di kantor Bappeda kemarin, ada beberapa opsi yang diambil. Salah satunya soal jangka waktu pengembalian pinjaman dari sebelumnya delapan tahun sebagaimana yang diatur dalam Peratuan Menteri Keuanga (PMK) 105, menjadi tiga tahun menyesuaikan sisa masa jabatan Gubernur Abdul Ghani Kasuba (AGK).
Kepala Bappeda Salmin Janidi mengatakan, skema pengembalian pinjaman selama tiga tahun ini diambil dengan pertimbangan agar pemerintahan berikutnya tidak dibebani utang. “Jadi kita harus sesuaikan dengan kepemimpinan priode kedua ini supaya jangan meninggalkan beban kepada pemerintahan priode berikutnya,” bebernya.
Dengan perubahan masa pengembalian pinjaman ini, praksis berdampak pada beban APBD setiap tahunnya yang harus membayar cicilan jika mengikuti besaran pinjaman yang direncang sebesar Rp 1,2 triliun.
Apalagi, Pemprov saat ini memiliki tanggungan utang reguler sebesar Rp 500 miliar ke PT Sarana Multi Inrastruktur (SMI). Karena itu, dia menilai mustahil bagi Pemprov untuk mengajukan pinjaman Rp 1,2 triliun sebagimana permintaan OPD. “Tidak mungkin pinjam sebesar itu,” katanya.
Untuk mendapatkan berapa besar angka rasional pinjaman, Pemprov perlu menghitung kemempuan keuangan daerah, termasuk Debt Service Coverage Rasio (DSCR) atau kemampuan pengembalian dengan jangka waktu pengembalian tiga tahun.
Itupun distribusi sesuai dengan program kegiatan yang sudah disusun didalam RPJMD. Jika program dan kegiatan belum termuat dalam RPJMD maka RPJMD perlu direvisi berdasarkan skema pembiayaan. “Tapi itu butuh waktu kalau kita revisi,” tambahnya.
Revisi RPJMD penting karena terkait beberapa perubahan regulasi diantaranya regulasi perubahan tidak sesuai dengan rumusan RPJMD tahun kemarin. Kemudian, rivisi RPJMD juga terkait perubahan nomenklator OPD yang saat ini dilakukan penyesuaian.
Pihaknya juga akan akan menelusuri program PEN dari Kementrian dan Lembaga (K/L) yang ada di OPD-OPD. Sehingga pinjaman nanti tidak mengganggu pembiayaan yang sudah ada.
“Kita akan cek kembali di Renja SKPD karena Renja itu adalah merupakan turunan implementasi dari RPJMD yang mengakomodasi apakah kegiatan – kegiatan yang dibiayai dalam PEN ini kegiatan yang sudah ada ataukah kegiatan baru” jelasnya.
Meski masih dalam proses kajian, Salmin memastikan Pemprov tetap akan mengajukan pinjaman lewat PEN. Namun, nilai pinjaman kemungkinan dibawah angka Rp 1 triliun.
“Sekalipun kita usulkan rasional Rp 800 miliar atau Rp 500 miliar, kan tetap nanti oleh kementrian keuangan dan kementrian dalam negeri dengan akan dilihat kemampuan APBD kita,” bebernya.
Sejauh ini pun Kemenkeu juga belum menetapkan besaran Bunga pinjaman PEN. Namun, dari hasil diskusi dengan pihak Kemenkeu, besaran bunga oinjaman diperkirakan 5,1 hingga 5,9 persen. “Tapi nanti kita pinjam baru ditetapkan Kemendagri apakah 5,1 persen atau 5,9 atau bahkan dibawah itu,” terangnya.
Olehnya, dokumen usulan pinjaman PEN harus dilakukan mapping program dan kegiatan dengan mengacu kemampuan pengembalian pinjaman. “Takutnya karena APBD tahun ini dirancang defsiit Rp 530 miliar sangat besar,” katanya seraya mengatakan pinjaman ini baru akan diajukan lewat di APBD perubahan. (lfa/pur)