KesehatanNasional

Lebih Berbahaya daripada SARS

×

Lebih Berbahaya daripada SARS

Sebarkan artikel ini
UKUR SUHU BADAN: Petugas medis Tiongkok memeriksa warga yang hendak masuk ke stasiun kereta api bawah tanah di Beijing.

HARIANHALMAHERA.COM– Kewaspadaan terhadap merebaknya virus korona harus lebih ditingkatkan. Kemarin (26/1) National Health Commission (NHC) Tiongkok mengumumkan bahwa 2019-novel coronavirus (2019-nCoV) lebih berbahaya daripada severe acute respiratory syndrome (SARS). Sebab, virus tersebut bisa menyebar bahkan pada saat inkubasi.
Kepala NHC Ma Xiaowei menyatakan, generasi terbaru virus korona itu berbeda dengan wabah SARS yang melanda Tiongkok dua dekade lalu. Penderita SARS bisa menularkan wabah setelah virus melewati tahap inkubasi dua hingga tujuh hari. Artinya, pasien SARS bakal menunjukkan gejala terlebih dulu sebelum bisa menularkan wabah.
Namun, 2019-nCoV bisa pindah ke orang lain meski masih dalam tahap inkubasi. Padahal, masa inkubasi virus tersebut cukup lama, yakni 14 hari. Hal itu membuat otoritas kesulitan untuk melacak persebaran wabah tersebut. ”Saat ini pengetahuan kami terkait virus ini masih terbatas. Kami memperkirakan wabah ini masih akan menyebar,” ujar Ma kepada South China Morning Post.
Hingga kemarin virus tersebut sudah menewaskan 56 pasien dan menjangkiti 2.070 lainnya di Tiongkok. Saat ini 1.350 petugas medis beroperasi di lokasi asal virus, yakni Kota Wuhan, Provinsi Hubei, sambil menunggu seribu personel tambahan. Mereka kewalahan menangani pasien yang terus berdatangan.
Wakil Kepala NHC Li Bin mengatakan bahwa pemerintah sudah berusaha melacak persebaran di dalam negeri. Mereka mengisolasi 13 kota di Provinsi Hubei. Sementara itu, kota lainnya di Tiongkok memberlakukan status darurat. ”Harapan kami, setidaknya tindakan ini bisa memperlambat persebaran,” ungkap Li Bin.
Di sisi lain, Presiden Tiongkok Xi Jinping akhirnya membentuk satgas khusus yang dipimpin Perdana Menteri Li Keqiang. Mereka sudah menerapkan beberapa kebijakan untuk mencegah persebaran virus yang lebih parah. Salah satunya, mengeluarkan larangan sementara terkait binatang liar.
Sebagaimana diberitakan, virus tersebut diduga berasal dari pasar produk laut Wuhan. Pasar tersebut juga menjual beberapa satwa liar. Nah, kebijakan yang dibuat itu mengikuti saran beberapa pakar kesehatan bahwa patogen binatang liar bisa jadi penyebab virus korona. Itu mengacu pada wabah SARS yang disebabkan kelelawar. ”Larangan ini seharusnya berlaku selamanya sehingga tak ada lagi kemungkinan wabah tersebar di masa depan,” ujar Christian Walzer, kepala The Wildlife Conservation Society, kepada Agence France-Presse.
Namun, menurut Ma, memberikan peringatan bahwa peredaran binatang dibatasi belumlah cukup. Sebab, penelitian mengatakan bahwa kemungkinan 2019-nCoV berevolusi masih tinggi. ”Ada beberapa tanda yang menunjukkan virus ini makin mudah menjangkiti manusia,” terang dia.
Hingga saat ini, kebanyakan pasien virus korona terbaru ada di rentang usia 40–60 tahun. Namun, itu bisa berubah jika virus terus bermutasi. ”Wabah biasanya punya siklus tertentu. Dan, ini masih belum puncaknya,” ungkap Kepala Chinese Centre for Disease Control and Prevention Gao Fu.
Pada level global, virus korona sudah menyebar ke setidaknya 12 negara selain Tiongkok. Prancis menjadi negara Eropa pertama yang memastikan tiga orang terjangkit virus. Ketiganya mengunjungi Tiongkok belum lama ini. AS juga memastikan jumlah pasien yang sama.
Negara-negara asing mulai merencanakan evakuasi warganya dari Tiongkok. Gedung Putih sudah mengumumkan rencana evakuasi warga AS di Wuhan. Namun, mereka menegaskan bahwa staf konsuler dan keluarga menjadi prioritas. ”Kami punya keterbatasan untuk mengangkut semua. Kami akan memprioritaskan siapa yang rentan terhadap virus.” Demikian bunyi keterangan Kementerian Luar Negeri AS.
Diana Adama, seorang guru asal AS, gusar lantaran kurangnya informasi dan koordinasi dari pemerintah AS di saat genting. Namun, dia mengaku ragu untuk kembali ke AS. Dia takut akan menyebarkan virus itu di kampung halamannya. ”Saya tak ingin membahayakan orang lain,” ujar dia kepada CNN.
Selain AS, Prancis, Korsel, dan Sri Lanka sudah mengungkapkan rencana untuk mengeluarkan warga mereka dari Tiongkok. Sementara itu, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengatakan siap menerbangkan warga negara mana pun keluar dari Tiongkok.
Di bagian lain, Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Tiongkok cabang Wuhan memastikan tidak ada laporan WNI di Wuhan yang terjangkit virus korona. Jumlah mahasiswa dan WNI di Wuhan sebanyak 95 orang. ”Semua mahasiswa rata-rata tinggal di asrama dan selalu dalam pantauan kampus,” kata Ketua PPI Tiongkok Wuhan Nur Musyafak dalam keterangan tertulisnya.
Hampir seluruh kampus di Wuhan melakukan tindakan pencegahan. Misalnya, memberikan masker, sabun cair, dan termometer gratis kepada mahasiswa. ”Kami selalu berkoordinasi dengan KBRI Beijing. Direktorat Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri juga tergabung dalam grup WeChat untuk memudahkan komunikasi,” ungkap Musyafak.
Akses transportasi dari maupun menuju Wuhan ditutup sementara untuk mengurangi risiko persebaran virus. Baik bus, kereta, maupun pesawat. Meski begitu, pemerintah Tiongkok memastikan suplai kebutuhan logistik ke Wuhan tidak terganggu.
Duta Besar RI di Beijing Djauhari Oratmangun juga memastikan tidak ada WNI di Tiongkok yang terpapar virus korona. Baik yang bermukim di Wuhan maupun Beijing. (jpc/pur)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *