Oleh: Firman Toboleu
Wartawan
INI hanya sekadar goresan motivasi. Pun bukan dari pengalaman pribadi. Melainkan pengalaman beberapa desa yang terbilang miskin, tapi saat ini sudah mandiri dan bisa menghasilkan pendapatan sendiri.
Data yang diperoleh dari Kementerian Desa (Kemendes) mencatat, banyak desa yang sukses menjadi desa mandiri dengan hadirnya dana desa (DD). Lebih spesifik lagi, ada beberapa desa yang terbilang pendapatan desa sudah melebihi DD yang diterima setiap tahunnya.
Di antaranya, Desa Ponggok di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Desa Ini mengembangkan bisnis wisata dan kolam renang dengan pendapatan tahunan mencapai Rp10,3 miliar. Kemudian, Desa Tirtinirmolo di Kabupaten Bantul, DIY. Desa ini mengembangkan bisnis simpan pinjam dengan pendapatan tahunan Rp8,7 miliar.
Demikian pula Desa Tajun di Kabupaten Buleleng, Bali yang mengandalkan program wisata. Pendapatan tahunan desa ini mencapai Rp5,18 miliar. Juga Desa Kampar di Kabupaten Rokan Hulu, Riau dengan bisnis pertanian dan simpan pinjam. Pendapatan tahunannya Rp3 miliar.
Lantas apa hubungannya dengan kehadiran H Robert Nitiyudo Wachjo sebagai Presiden Direktur (Presdir) sekaligus pemilik PT Nusa Halmahera Minerals (NHM) dan PT Indotan Group itu?
Dari kacamata media, jawaban yang paling tepat adalah suatu keberuntungan tersendiri. Dengan manajemen desa yang baik, kekompakan warganya, memiliki modal DD dari pemerintah, dan ditopang dengan beragam bantuan dari PT NHM maupun bantuan pribadi dari H Robert, harusnya 83 desa di lingkar tambang bisa lebih makmur dari beberapa desa sukses yang disebutkan diatas.
Kecamatan Kao dan Malifut punya potensi yang luar biasa di sektor pertanian, peternakan, wisata, dan kelautan. Potensi sumber daya yang besar ini ditopang dengan kekuatan modal dari DD dan kontribusi perusahaan, bukan tidak mungkin mengumpulkan pundi-pundi pendapatan desa.
Sedikit catatan dari segi anggaran. Jika dirata-ratakan setiap desa paling minimal menerima DD Rp 600 juta per tahun, maka total dana terhimpun di masing-masing desa sejak DD dikucurkan tahun 2015 hingga 2021 sekira Rp 4,2 miliar per desa.
Mari lihat lagi data kontribusi perusahaan (PT NHM). Dari data yang sudah pernah dipublikasikan, sejak 2010 hingga Maret 2021, anggaran yang dikeluarkan sudah menyentuh angka Rp 13,9 triliun. Rinciannya, Kontribusi Pemerintah Daerah (KPD) Rp 1,08 triliun; CSR Rp 520 miliar; pajak Rp 11,7 triliun; dan royalti Rp 604 miliar.
Kini, sejak PT NHM diambil alih PT Indotan di bawah kepemimpinan H Robert, turut diberikan berbagai macam bantuan yang sifatnya dukungan bagi pemerintah desa dan masyarakat di lingkar tambang yang dikeluarkan dari kantong pribadi. Mulai bantuan pelestarian adat, bantuan bedah rumah, santunan yatim piatu, kaum dhuafa, dan lansia, sembako, rumah ibadah, dan bantuan lainnya.
Kesimpulan; bahwa kehadiran perusahaan (PT NHM) harus disyukuri. Apalagi dengan sosok H Robert. Namun, terlihat ada kekeliruan penempatan posisi H Robert dan perusahaannya yang terkesan sebagai ‘penentu’ sejahtera atau tidaknya 83 desa di lingkar tambang.
Beberapa desa mandiri, tidak memiliki dukungan eksternal seperti yang dirasakan desa di lingkar tambang. Mereka sukses karena ada kesamaan visi antara masyarakat dan pemerintah desa dalam mengembangkan desa.
Inti dari perubahan itu adalah masyarakat itu sendiri. Kehadiran PT NHM cukup dilihat sebagai penunjang dimana hak dan kewajibannya diatur dalam peraturan perundang-undangan. Begitu pun dengan kehadiran H Robert. Cukup diposisikan sebagai seorang Presdir yang dermawan. Sosok yang ingin tampil bersama-sama pemerintah desa dan masyarakat untuk sekadar membantu.
Cukuplah kehadiran H Robert dan perusahaannya saat ini, menjadi semangat baru bagi desa dan masyarakat untuk memperbaiki tata kelola desa. Toh secara tidak langsung, program-program mandiri H Robert sudah sangat membantu sebagian program-program pemerintah desa. Jika ini dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, pastilah masyarakat akan terus mendukung aparatnya untuk memimpin dan membawa desa.
Kesalahan dalam pengelolaan bantuan perusahaan selama 20 tahun, harusnya dijadikan dasar evaluasi agar tidak lagi menimbulkan persoalan yang sama. Jika anggaran desa, ditambah bantuan perusahaan dan pribadi seorang dermawan, ditambah lagi kekompakan masyarakat, sekali lagi bahwa tidak sulit bagi 83 desa di lingkar tambang akan menjadi desa mandiri.
Selain itu, kedermawanan H Robert (harusnya) bisa menggerakkan kedermawanan pengusaha lainnya atau kaum berkelebihan yang ada di desa bersama-sama menyisihkan sedikit kelebihan rezeki dalam membantu yang kaum kekurangan di desa.
Pertanyaan kunci yang bisa dijadikan evaluasi bahkan diskusi: Bagaimana jika tahun depan PT NHM tidak lagi beroperasi? Berapa banyak kontribusi perusahaan yang hilang? Berapa banyak bantuan sosial dari kedermawanan H Robert yang hilang? Berapa banyak pengangguran yang akan tercipta?
Terakhir, bahwa mindset (pemikiran) bahwa kehadiran perusahaan dan H Robert bisa melakukan perubahan, sekiranya diubah. Yang bisa melakukan perubahan di desa adalah masyarakat itu sendiri. Sebagaimana contoh masyarakat di beberapa desa mandiri di atas. Semoga.(*)