Oleh: Rahma Sugihartati
Dosen Isu-Isu Masyarakat Digital Prodi S3 Ilmu Sosial FISIP Universitas Airlangga
KABAR bahwa sekolah bakal dibuka kembali pada Juli sudah dipastikan hoaks. Mendikbud Nadiem Makarim telah memastikan kalender akademik tidak berubah. Hanya saja, metode pembelajaran yang dikembangkan nantinya akan tetap model pembelajaran jarak jauh alias online dengan segala konsekuensinya.
Kegiatan belajar secara online baru akan pelan-pelan diakhiri ketika institusi pendidikan benar-benar siap menghadapi era kenormalan baru. Seperti aktivitas perekonomian, kegiatan pembelajaran disadari tidak mungkin terus-menerus dilakukan secara daring.
Dari hasil rapat Kementerian Pendidikan, Kementerian Agama dan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) mengungkap bahwa tidak semua sekolah, guru, siswa, dan keluarga di rumah siap menerapkan model pendidikan jarak jauh (PJJ).
Hasil survei yang dilakukan KPAI menemukan selama empat minggu pelaksanaan PJJ, ternyata ada 246 aduan dari siswa, terutama soal keluhan tugas yang menumpuk dengan waktu pengumpulan yang dekat.
Survei yang dilakukan pada 13 April-20 April 2020 dengan total responden 1.700 gabungan siswa dari jenjang TK sampai SMA/sederajat yang tersebar di 20 provinsi dan 54 kabupaten/kota itu menemukan sebanyak 77,8% siswa kesulitan karena tugas menumpuk akibat banyak guru memberikan tugas dengan waktu yang sempit. Sementara itu, sebanyak 37,1% responden mengeluhkan waktu pengerjaan tugas yang sempit sehingga membuat siswa kurang istirahat dan kelelahan. Selain itu, juga sebanyak 42,2% mengaku tidak memiliki kuota yang memadai.
Literasi Digital
Salah satu kendala yang dihadapi siswa dapat terlibat dan mengikuti pembelajaran daring tanpa stres yang berkepanjangana ialah dukungan kemampuan literasi digital. Itu lebih dari sekadar kesediaan diam di rumah, menonton siaran televisi pendidikan, dan mengerjakan tugas sekolah secara daring.
Implementasi PJJ membutuhkan sejumlah prasyarat yang berkaitan dengan penyiapan kemampuan siswa, guru, dan orangtua dalam menyikapi kebijakan pemerintah yang meminta siswa belajar di rumah selama masa wabah covid-19.
Literasi digital bukanlah kemampuan yang tumbuh secara instan dan bisa dipelajari dalam waktu singkat. Siswa dapat mengembangkan kemampuan literasi digital sesungguhnya membutuhkan waktu dan melalui proses yang panjang. Literasi digital tidak dikembangkan ketika siswa masuk di jenjang perguruan tinggi, tetapi perlu dimulai lebih awal, yakni pada saat mereka mulai duduk di bangku pendidikan di jenjang sekolah dasar.
Literasi digital merupakan sebuah konsep yang berhubungan dengan seperangkat keterampilan navigasi, analitis, kreatif, sosioemosional, dan komunikasi dalam memanfaatkan teknologi digital (Eshet-Alkalai, 2004). Literasi digital tidak hanya mementingkan pengembangan keterampilan teknis menggunakan teknologi digital, tetapi juga berkaitan dengan kesadaran kontekstual yang lebih besar tentang bagaimana media dan keterampilan teknologi memungkinkan munculnya partisipasi dalam dunia digital.
Selama ini, berbagai institusi pendidikan di belahan dunia umumnya telah menyadari tentang pentingnya mengintegrasikan literasi digital ke dalam kurikulum sekolah, termasuk kemampuan untuk menemukan dan mengevaluasi informasi di internet (Reading Association International, 2009).
Alasan yang sering dikemukakan untuk meningkatkan integrasi literasi digital dalam kurikulum pendidikan ialah karena literasi digital semakin penting dalam mengembangkan kekritisan mengevaluasi informasi dan ide-ide.
Di era informasi berlebih, yaitu era yang mana dimungkinkan banyak informasi digital yang tidak profesional dan tidak ilmiah tersedia begitu banyaknya daripada informasi cetak, tanpa didukung literasi digital yang memadai, bukan tidak mungkin siswa akan menjadi korban hoaks dan fake news.
Sekolah merupakan titik fokus yang logis untuk meningkatkan integrasi literasi digital ke dalam kurikulum. Berbagai kajian yang menemukan dasar pertimbangan mengapa literasi digital perlu diintegrasikan dalam praktik-praktik pengajaran di kelas ialah pertama, teknologi digital telah membentuk dan terus membentuk pengalaman hidup dari kelompok anak muda atau siswa dalam menyikapi tantangan kehidupan. Kedua, teknologi terus berkembang dan guru perlu menyadari hal ini. Karena itu, ada usaha mengembangkan penggunaan teknologi digital yang tepat dalam pengajaran di kelas.
Menurut Ng Wan (2015: 4-5), alasan yang dijadikan dasar oleh lembaga pendidikan dan pembuat kebijakan untuk menggabungkan kemampuan digital dalam pembelajaran siswa ialah: pertama, untuk mendukung kelancaran dan kualitas proses pembelajaran sehingga tercapainya hasil belajar yang sukses di era digital. Kedua, untuk mengembangkan kemampuan di abad 21 sehingga kelak siswa dapat sukses menjalani kehidupan di dunia kerja. Ketiga, untuk menjadikan siswa sebagai bagian dari masyarakat digital yang selalu memanfaatkan informasi digital dan menjadi pembelajar seumur hidup.
Dukungan yang Dibutuhkan
Sejak wabah covid-19 menyerang kita, saat ini pemerintah dan sekolah telah muncul kesadaran dan kebutuhan pendekatan pedagogis baru, yakni suatu strategi yang memanfaatkan teknologi digital baru dan penggunaannya dalam praktik belajar mengajar. Artinya, dalam penerapan PJJ telah disadari arti pentingnya penyusunan kurikulum darurat baru yang kontekstual dan mempertimbangkan kebutuhan dan karakteristik sosial siswa.
Seperti yang dikemukakan Livingstone & Sefton-Green (2016) bahwa para siswa dewasa ini perlu dipersiapkan untuk memasuki era digital, yakni masa yang mana terjadi perubahan radikal dalam perilaku informasi di kalangan generasi digital natives. Model pendidikan berbasis teknologi digital merupakan strategi yang perlu dilakukan. Itu karena saat ini dan di masa depan, generasi yang dihadapi sekolah ialah kelompok anak-anak yang sangat akrab dengan mobile phone, perangkat gadget, dan mengembangkan kultur digital.
Kolaborasi antara guru dan pustakawan sekolah untuk memberikan kemampuan literasi digital di sekolah merupakan upaya yang perlu dibangun untuk membekali siswa supaya memanfaatkan internet melalui laptop, smartphone, dan tablet dilakukan dengan benar. Bukan hanya guru.
Di saat yang sama, peran para orangtua juga diperlukan untuk mengembangkan diri sebagai role model serta membekali anak tentang literasi digital sejak dini. Wabah covid-19 merupakan momen yang dramatis. Namun, juga penuh makna yang bisa dipelajari. Bagi dunia pendidikan, wabah covid-19 telah menciptakan kesadaran baru bahwa selama ini memang ada yang kurang dipersiapkan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah yang cenderung masih berpola konvensional dan kurang mengembangkan kemampuan literasi digital siswa.(*)
(Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/318615-kenormalan-baru-menakar-literasi-digital-siswa)