OpiniZona Kampus

Maluku Utara Dalam Bayang-Bayang Sustainable Development

×

Maluku Utara Dalam Bayang-Bayang Sustainable Development

Sebarkan artikel ini
Oplus_0

Oleh: Fikri Irwan

(Mahasiswa Pertanian Unkhair)

Pemahaman tentang pembangunan berkelanjutan atau dikenal dengan istilah Sustainable Development merupakan pembangunan yang dilaksanakan untuk pemenuhan kebutuhan generasi masa sekarang tanpa mengabaikan generasi masa yang akan datang. Untuk masuk pada hajat besar tersebut, negara-negara internasional termasuk bangsa indonesia bersikukuh dalam Pembangunan berkelanjutan yang pada prinsipnya mementingkan aspek ekonomi dan lingkungan.

Pembangunan secara tidak langsung dapat memberikan pengaruh yang signifikan dalam kemajuan suatu negara dalam aspek ekonomi, meskipun hal itu memberikan pengaruh yang cukup besar, tidak harus mengorbankan aspek ekologi.

Proses penyelenggaraan pembangunan harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan hidup sehingga tidak menimbulkan pencemaran atau kerusakan lingkungan, sebagai penerapan tujuan yang diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup generasi sekarang dan regenerasi selanjutnya. Dalam hal tersebut perlu dipahami sifat dan karakteristik pembangunan berwawasan lingkungan untuk memberdayakan masyarakat Maluku Utara sehingga mampu berperan dalam pembangunan yang lebih mempertimbangkan aspek lingkungan.

Terminologi dari Sustainable Development dalam konteks kedaerahan Maluku Utara masih dilihat sebagai sesuatu yang umum, bahkan tak heran ruang akademik yang menjadi pintu gerbang laboratorium pengetahuan masih minim untuk dibicarakan secara rinci. Secara tak langsung, membentuk suatu sikap apatisme dalam masyarakat dalam melihat Maluku Utara yang baik dalam aspek lingkungannya.

Ditambah lagi dengan sistem kepemimpinan yang korup, yang selalu melihat sumber daya alam dalam aspek keuntungan ekonomi, yang secara mendasar telah disediakan oleh Tuhan yang Maha Esa sebagai objek eksploitatif. Tentu hal tersebut hanya menggagalkan suatu prinsip yang disebut ecological development atau lingkungan berkelanjutan yang sudah di canangkan sebelumnya. Tak ayal, itu dibuktikan dengan hadirnya pihak swasta di Maluku Utara berapa puluh tahun kebelakang ini.

Pembangunan berkelanjutan dalam perspektif etika lingkungan sering tidak berjalan seiringan. Istilah environmental ethics memberikan suatu peringatan dan batasan dalam pengelolaan sumber daya alam, guna untuk menjaga keberagaman ekosistem yang telah ada sejak dulu, untuk menciptakan pembangunan yang lebih berpihak pada lingkungan, dengan menerapkan perspektif etika lingkungan dari segi kebijakan daerah (negara), artinya kita Kembali konsisten pada khitbah perjuangan dalam menciptakan lingkungan yang baik dan bersih, untuk organisme atau generasi yang akan datang.

Pembangunan Maluku Utara dalam belakangan ini sering hanya diandalkan pada sumber daya alamnya, hal tersebut tentu bertentangan kuat dengan istilah keberlanjutan pembangunan yang pro terhadap prinsip-prinsip lingkungan berkelanjutan. Sustainable Development secara langsung hanya menjadi bahasa khiasan atau dalam istilah lain, telah dipolitasi sehingga berjalan seperti biasa tanpa ada problem, padahal bila ditelisik lebih jauh, tentu bertentangan kuat dengan istilah environmental ethics.

Artinya, pembangunan berkelanjutan dengan cara memanfaatkan sumber daya alam yang hanya mementingkan aspek ekonomi, yang tidak beraturan dan hanya mengikuti nafsu semata merupakan paradoks yang sengaja dibuat untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu, ini cukup berbahaya bila Masyarakat dan seluruh elemen intelektual Malut lengah dan tidak sadar dalam perampasan hak mereka dalam mendapatkan lingkungan yang bersih tanpa pencemaran, alih-alih lagi dapat dinikmati oleh regenerasi selanjutnya.

Paradoks pembangunan berkelanjutan dalam teori etika lingkungan memberikan dampak negatif bagi lingkungan, secara langsung itu berdampak pada organisme yang ada di Maluku Utara termasuk manusia. Sustainable Development dalam perspektif A Sonny Keraf yang juga salah satu tokoh intelektual lingkungan abad ini telah memberikan pandangan terkait dengan hal itu, bagi dia pembangun berkelanjutan hanya memberikan sesuatu hal yang buruk karena tidak berpihak pada lingkungan, meskipun Sustainable Development disuarakan sebagai pembangunan yang pro terhadap lingkungan berkelanjutan.

Pembangunan berkelanjutan dalam teori antroposentrisme memberikan peluang kerusakan lingkungan, hal ini berjalan dengan suatu prinsip antroposentris yang melihat sumber daya alam sebagai suatu keuntungan dalam aspek ekonomi yang diberikan Tuhan, secara langsung perlindungan terhadap kekayaan alam tak dilihat sebagai kekayaan dalam aspek lingkungan yang itu memberikan manjaan mata atau estetika alam semesta.

Dalam teori antroposentrisme, kekayaan sumber daya alam dilindungi oleh manusia sebagai bentuk kebutuhan untuk diambil sebagai sebuah kebutuhan yang sangat vital, dan tidak dijaga atau dirawat sebagai ecological development yang turut dinikmati dalam waktu yang Panjang sampai generasi akan datang.

Dengan datangnya pihak swasta di Maluku Utara, secara langsung diikuti oleh tambang yang membanjiri daerah tersebut. Banjir tambang secara sadar mendatangkan bencana yang tidak langsung berhubungan kuat dengan kerusakan lingkungan di wilayah Maluku Utara.

Sebagai contoh, studi kasus yang terjadi di Halmahera Tengah pada beberapa bulan yang lalu. Banjir yang melanda beberapa desa di Halteng, memberikan contoh kongkrit bila dalam kebijakan publik di nasional dan daerah tidak mempertimbangkan environmental ethics atau etika lingkungan. Meskipun alam telah menunjukan kesombongannya lewat bencana banjir, lagi-lagi pemerintah daerah beralibi eksploitasi pada prinsipnya hanya mengejar target daerah yakni Pendapatan Asli Daerah (PAD) tanpa mempertimbangkan aspek lingkungan atau teori-teori lingkungan yang ada.

Alibi yang dipakai untuk melanggengkan tindakan atau kebijakan Pemerintah Daerah secara langsung memberikan beban yang luar biasa berat bagi Masyarakat, sebab kerusakan ekologis dapat menjadi suatu sebab bencana yang terjadi belakangan ini, hal tersebut juga merugikan Masyarakat, baik kerugian harta dan tak menutup kemungkinan juga nyawa. Dengan mempertimbangkan segala aspek yang diterima oleh Masyarakat, memperkuat hemat penulis bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan sebuah paradoks, sebab mendatangkan bencana ekologis yang nyata bagi Masyarakat Maluku Utara.(**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *