Oleh: Nyarwi Ahmad
Dosen Komunikasi dan Marketing Politik Fisipol Universitas Gadjah Mada
PEMILU 2019 telah usai. Selasa, 1 Oktober lalu, para wakil rakyat yang terpilih dilantik. Di antara mereka, telah terpilih pula satu orang yang menjadi ketua dan empat lainnya sebagai wakil ketua DPR periode 2019–2024. Terpilihnya Puan Maharani sebagai ketua DPR mewarnai sejarah baru negeri ini.
Dia bukan sekadar sosok perempuan pertama yang memimpin lembaga tersebut sejak negeri ini diproklamasikan kakeknya, Soekarno, bersama Muhammad Hatta. Lebih dari itu, dia juga menjadi sosok ketua DPR termuda di antara para pendahulunya yang pernah menduduki kursi yang sama.
Namun, yang jauh lebih penting untuk dibahas adalah pernyataan yang disampaikannya sesaat setelah dia dilantik. Di depan para wartawan, Puan menyatakan pentingnya agenda kolektif untuk memperbaiki citra dan kinerja DPR di mata rakyat.
Agenda itu jelas sangatlah penting dan mendesak mengingat kondisi berikut. Pertama, DPR merupakan salah satu lembaga politik penting dalam sistem demokrasi kita. Sesuai dengan apa yang dituangkan dalam konstitusi kita, DPR tidak hanya memiliki peran penting dalam fungsi checks and balances terhadap jalannya pemerintahan. Namun, DPR juga bertanggung jawab menyerap aspirasi dan melayani beragam harapan, kebutuhan, serta keinginan rakyat/konstituen yang memilih mereka.
DPR merupakan sebuah lembaga politik strategis. Tidak semua elite politik di negeri ini mampu mendapatkan kursi di lembaga tersebut. Hanya politisi andal, dengan modal kuat (mulai dukungan partai hingga modal finansial), yang mampu bersaing dalam pemilu dan mendapat tempat di lembaga tersebut.
Bukan Sekadar Panggung Pencitraan
Pascareformasi, DPR telah berkembang sebagai panggung bagi para politikus andal yang mewakili berbagai partai politik (parpol) yang lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold). Namun, banyak di antara mereka yang tumbang dan terpaksa melepaskan jabatan karena tersandung kasus korupsi.
Akibatnya, citra lembaga itu pun kian berantakan. Sejumlah lembaga riset pernah merilis hasil jajak pendapat bahwa tingkat kepercayaan rakyat terhadap DPR terus menurun dan sulit dipulihkan.
Sebagai lembaga politik, DPR sebenarnya dapat dimanfaatkan para politikus. Yakni, menjadikannya arena untuk mengaktualisasikan arah dan format ideologi serta platform kebijakan politik parpol yang mengusung mereka. Juga, mewujudkan harapan, aspirasi, serta keinginan para pemilih yang telah memilih mereka dalam pemilu.
Namun, yang disaksikan publik selama ini justru sering kali bertolak belakang. Alih-alih mewujudkan hal tersebut, malah banyak elite yang duduk dan berkuasa dalam lembaga itu yang terjebak atau bahkan menjebakkan diri dalam lingkungan bagi-bagi kekuasaan yang kolusif dan koruptif.
Akibatnya, transparansi dan akuntabilitas kinerja mereka terus menjadi sorotan. Meski, banyak di antara mereka yang sebenarnya sangat serius memperjuangkan apa yang diimpikan dan diinginkan pemilih. Juga, bekerja keras untuk mencapai cita-cita mulia yang diinginkan para pendiri NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) ini.
Tapi, pada akhirnya, apa yang mereka lakukan tidak lagi terlihat dan mendapat apresiasi yang layak dari masyarakat. Hal itu tak lepas dari ulah sejumlah kolega mereka yang harus menjadi ”pasien” Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Perbaikan Citra Saja Tidak Cukup
Citra DPR memang harus segera diperbaiki. Namun, pencitraan saja tidak cukup. Yang dibutuhkan jelas lebih dari itu. Di bawah Puan, DPR perlu mengembangkan strategi komunikasi politik dan marketing politik secara komprehensif.
Lantas, bagaimana strategi tersebut dijalankan? Terkait dengan hal itu, ada beberapa model yang bisa diadaptasi Puan dan jajarannya sebagai pimpinan DPR.
Salah satunya adalah Proactive Political Marketing and Market-Oriented Model. Strategi marketing politik itu bisa diadaptasi untuk menjadikan DPR sebagai lembaga demokrasi yang kuat, modern, dan mendapat kepercayaan rakyat yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya.
Melalui adaptasi model itu, DPR tidak hanya bisa lebih proaktif menangkap dan merespons suara-suara rakyat dari berbagai kalangan. Lebih dari itu, undang-undang yang dihasilkannya bersama pemerintah nanti bisa memenuhi harapan ragam masyarakat yang diwakili.
Menurut saya, sudah saatnya DPR saat ini mengadaptasi model strategi marketing politik tersebut. Sehingga mereka bisa lebih proaktif dan market-oriented.
Proaktif berarti berbagai fungsi, mulai pengawasan, penganggaran, supervisi, dan kritik ke pemerintah, yang dijalankan harus didasarkan pada suara-suara dan aspirasi rakyat/konstituen. Yang diekstrak/diserap/didapat melalui langkah-langkah proaktif (bukan reaktif).
Itu dilakukan bukan sekadar dalam konteks pemilu dan untuk merebut suara pemilih/konstituen. Namun juga dilakukan pascapemilu ketika mereka menjalankan fungsi checks and balances terhadap kinerja pemerintahan yang dipimpin presiden dan jajaran menteri. Market-oriented diubutuhkan agar arah dan format kebijakan-kebijakan politik dan produk-produk legislasi yang dirumuskan di DPR tidak bersifat elitis dan egosentris.
Elitis berarti kebijakan-kebijakan dan produk-produk tersebut hanya (dipersepsikan) melayani kepentingan sejumlah elite semata. Egosentris berarti elite-elite di DPR dalam menjalankan agenda-agenda tersebut hanya peduli dengan diri sendiri. Dan, abai atas harapan, perasaan, keinginan, dan kebutuhan yang disuarakan para pemilih, baik melalui petisi, media sosial, hingga demonstrasi jalanan.
Dengan mengadaptasi dan menjalankan strategi itu secara maksimal, para pimpinan dan anggota DPR dapat mendapatkan beberapa manfaat sekaligus. Pertama, DPR tidak lagi dipandang sebagai lembaga politik elitis.
Kedua, DPR tidak lagi menjadi panggung politik kolutif dan koruptif. Ketiga, DPR tidak lagi menjadi lembaga politik yang egosentris (fokus dengan dirinya sendiri, tidak peduli, dan selalu gagal mendengarkan suara, keinginan, serta harapan rakyat).
Keempat, aktor-aktror politik yang berkuasa di DPR nanti bisa lebih visible secara politik. Mereka juga bisa lebih menunjukkan prestasi dan kinerja di mata para pemilih serta konstituen. Dan, yang terakhir yang lebih penting, DPR bisa menjadi lembaga yang lebih kredibel, berpengaruh, serta mendapat kepercayaan rakyat secara luas. Tidak seperti sekarang ini.(*)
Sumber: https://www.jawapos.com/opini/04/10/2019/memasarkan-kembali-dpr/