Oleh: Wahyudin Madjid
(Mahasiswa Pascasarjana Universitas Pancasila)
Jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tahun 2024 di Halmahera Tengah (Halteng) Provinsi Maluku Utara (Malut) akan terjadinya potensi “Abuse Of Power” atau penyalahgunaan kekuasaan. Abuse of power saat ini menjadi tranding topic kalangan publik.
Pejabat Bupati Halteng, Ikram M. Sangadji, setelah statusnya sebagai bakal calon Bupati Halteng Periode 2024-2029 ketika mendapat rekomendasi dari Partai Golkar pada tanggal 1 Agustus 2024 di kantor DPP Golkar. Hal tersebut membuat publik menilai kebijakan Pj. Bupati Ikram M. Sangadji akan berpengaruh terhadap pengambilan kebijakan dengan nuansa kepentingan pribadi dan golongan/kelompok.
Padahal menurut UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada telah mengatur, Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan, atau merugikan salah satu pasangan calon Pilkada. Kemudian dalam Pasal 7 ayat (2) huruf q UU Nomor 10 Tahun 2016 telah mengatur ketentuan di mana seorang bakal calon kepala daerah atau bakal calon wakil kepala daerah tidak sedang berstatus sebagai penjabat (Pj) kepala daerah.
Sementara proses pengusulan pejabat Bupati ke Kemterian Dalam Negeri (Mendagri) hingga saat ini belum jelas. Status pengunduran diri Pj. Bupati Ikram M, Sangadji masih dipertanyakan. Sebab Pj. Bupati Ikram M. Sangadji menyampaikan surat pengunduran diri kepada Ketua DPRD Hi. Sakir Ahmad, dikabarkan hanya secara lisan tanpa membuktikan secara fisik surat pengunduran diri (Baca berita Media Harian Halmahera Edisi Online 1 Agustus 2024).
Oleh karena itu, sangat tidak etis seorang pejabat pemerintahan menyampaikan pengunduran diri hanya secara lisan. Disisi lain sangat disayangkan DPRD menggelar paripurna pengunsulan nama Pejabat Bupati hanya dengan dasar penyampaian lisan pengunduran diri dari Pj. Bupati Ikram M. Sangadji (Baca berita Teropong Malut.Com. Edisi online 30 Juli 2024). Ada etika politik yang dilanggar oleh Pj. Bupati Ikram M. Sangadji, karena surat pengunduran diri hanya secara lisan dapat melanggar prosedural dan substansial berpemerintahan.
Oleh karena itu, Badan Pengawas Pemilihan Umum harus melakukan pengawasan ketat terhadap seluruh langkah dan tindakan pejabat daerah yang mengarah pada ketidaknetralan, karena abuse of power saat ini tidak asing lagi bagi mereka yang memiliki jabatan publik. Apabila kita berkaca dari studi kasus yang ada di Indonesia baik dari media massa, televisi maupun media online maka akan sangat banyak masalah publik yang berkaitan dengan penyalahgunaan kekuasaan tersebut.(*)