Oleh: Amar Ma’ruf
Ketua Umum KAMMI Turki; Dosen Universitas Asahan
PENELITIAN atau riset merupakan satu bagian penting dari Tri Dharma Perguruan Tinggi. Kualitas dan kuantitas riset juga dijadikan sebagai tolak ukur majunya suatu negara. Dalam akademik riset dijadikan salah satu acuan penting pemeringkatan perguruan tinggi.
Di setiap negara, perguruan tinggi merupakan muara utama riset. Itu artinya, perguran tinggi benar-benar jadi penyangga kemajuan negara. Amerika Serikat misalnya, yang menempatkan enam universitasnya berada di 10 besar universitas terbaik dunia versi The World University Ranking tahun 2018 (timeshigheruniversity.com).
Capaian tersebut adalah wajar karena Amerika Serikat menggelontorkan dana yang tidak sedikit untuk biaya Research and Development (R and D). Dari data R and D Funding Forecast pada tahun 2018, Amerika Serikat memberi anggaran 521,79 miliar dolar AS untuk dana Research and Development atau 2,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Peringkat kedua diikuti Cina dengan anggaran R and D 474,81 miliar dolar AS atau 1,97 dari PDB.
Riset Tidak Bisa Lepas dari Publikasi
Salah satu tujuan pendidikan adalah literasi, yaitu mampu membuka wawasan seluas-luasnya. Riset bukan hanya sampai pada menghasilkan data. Namun data-data yang dihasilkan harus dipublikasi agar bermanfaat.
Oleh karena itu riset tidak bisa lepas dari publikasi. Maka publikasi ilmiah juga jadi acuan majunya negara.
Tiap negara terus berlomba untuk menghasilkan publikasi-publikasi bereputasi sebagai output hasil riset. Dalam perjurnalan ada istilah indeks, yaitu untuk mengukur reputasi jurnal.
Saat ini, indeks Web of Science dan Scopus merupakan indeks jurnal bereputasi tinggi yang berlaku di sebagian besar negara di dunia, termasuk Indonesia.
Sebagai negara dengan gelontoran dana R and D terbesar di dunia, Amerika Serikat dan China menduduki peringkat pertama dan kedua untuk publikasi ilmiah bereputasi terbanyak hingga saat ini.
Data Scimago Journal Ranking hingga 2017 memperlihatkan jumlah publikasi ilmiah Amerika Serikat mencapai lebih 11 juta paper terindeks Scopus. Sementara China lebih dari 5 juta paper terindeks Scopus.
Eksistensi Riset dan Publikasi Indonesia
Berdasarkan data Statistics Times, pada kurun waktu 2018 Indonesia berada di peringkat 16 sebagai negara dengan jumlah PDB terbesar di dunia. Dari nilai PDB tersebut, Indonesia menganggarkan 0,91 persen atau senilai 10,23 miliar dolar AS untuk pendanaan R and D.
Indonesia berada di peringkat ke-28 dalam hal besaran dana yang dikeluarkan untuk R and D. Masih berada di bawah dua negara tetangga yaitu Singapura di peringkat 20 dengan dana R and D 13,53 miliar dolar AS dan Malaysia di peringkat 26 dengan dana R and D 12,01 miliar dolar AS.
Dengan anggaran dan sumber daya yang ada, Indonesia bertengger di peringkat 52 dunia untuk jumlah publikasi ilmiah bereputasi versi Scimago Journal Ranking hingga tahun 2017, dengan sekitar 75 ribu paper terindeks Scopus.
Peringkat Indonesia masih di bawah tiga negara ASEAN lainnya yaitu Singapura yang berada di peringkat 32 dengan 265 ribu paper, Malaysia di peringkat 34 dengan 248 ribu paper, dan Thailand di peringkat 42 dengan 156 ribu paper.
Potensi Riset dan Publikasi di Indonesia Belum Teroptimalkan
Peringkat jumlah publikasi ilmiah bereputasi Indonesia masih jauh dari kata memuaskan. Pasalnya sebagai negara peringkat 20 besar perekonomian terbesar di dunia, mestinya Indonesia juga masuk 20 besar dalam hal publikasi jurnal ilmiah bereputasi.
Namun nyatanya hal itu belum tercapai. Padahal publikasi sebagai output riset adalah tulang punggung kemajuan negara.
Indonesia bukan kekurangan orang-orang pintar untuk memproduksi jurnal ilmiah bereputasi. Mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang studi di luar negeri, rata-rata mereka sudah punya kemampuan menerbitkan paper ke jurnal ilmiah bereputasi tinggi.
Bukan hanya yang berada di luar negeri, sebagian universitas-universitas di Indonesia telah memberlakukan syarat wajib publikasi ke jurnal terindeks Scopus bagi mahasiswa magister dan doktoral sebagai syarat lulus, dan mereka mampu.
Banyak sekali ilmuwan Indonesia yang sangat produktif meneliti dan melakukan publikasi. Dapat dilihat di laman Science and Technology Index (Sinta) Kemenristekdikti. Misalnya ilmuwan fisika partikel, Suharyo Sumowidagdo yang telah menerbitkan 600 lebih paper ilmiah ke jurnal terindeks Web of Science.
Abdul Rahman, dosen Ilmu Farmasi Universitas Gadjah Mada yang telah menerbitkan 137 paper terindeks Scopus dan masih banyak akademisi maupun peneliti Indonesia lainnya.
Pendanaan dan Dukungan Untuk Riset dan Publikasi
Tidak bisa dipungkiri dukungan pendanaan menjadi hal penting untuk mendongkrak gairah riset dan publikasi di Indonesia.
Jika melihat besaran dana R and D yang dikucurkan, tampaknya Indonesia mesti meningkatkan anggaran untuk R and D, setidaknya masuk 20 besar negara dengan anggaran R and D tertinggi di dunia.
Kebijakan maupun aturan-aturan yang tepat juga mesti dirumuskan dan diterapkan. Tahun 2017 sudah dibuat Permenristekdikti Nomor 20 Tahun 2017 yang mewajibkan dosen dengan jabatan akademik lektor kepala dan professor untuk melakukan publikasi paper ke jurnal internasional bereputasi.
Namun aturan wajib publikasi ke jurnal internasional tidaklah cukup jika hanya diberlakukan bagi professor dan lektor kepala saja.
Dosen-dosen muda yang secara umum lebih enerjik juga punya potensi besar untuk melakukan publikasi ke jurnal internasional bereputasi. Hanya saja perlu apresiasi atas capaian tersebut. Karena publikasi ke jurnal internasional bereputasi bukanlah hal mudah.
Pemerintah melalui Kemeristekdikti mesti meningkatkan apresiasi tersebut agar potensi publikasi di Indonesia semakin terdongkrak. Baik apresiasi kepada author yang berhasil melakukan publikasi di jurnal internasional bereputasi, maupun kepada pengelola jurnal.(*)
Sumber: https://rmol.co/read/2019/03/19/382621/riset-dan-publikasi-kendaraan-menuju-negara-maju