HARIANHALMAHERA.COM–Pemprov malut rupanya sudah tidak punya cara lain mempercepat penyiapan lahan pembangunan Bandara Loleo selain meminta bantuan dari PT IWIP.
Kendati perusahaan nikel yang beroperasi di Halteng itu sering buat kesal pemprov dengan urusan pajak air permukaan, namun disatu sisi bantuan IWIP justeru sangat diharapkan Gubernur Abdul Gani Kasuba (AGK)
Kepada wartawan, AGK mengaku sudah ada jampu hijau dari Menhub Budi Karya Sumadi terkait pembangunan Bandara Loleo. Pemprov pun diminta segera menyiapkan lahan.
“Jadi untuk menindaklanjuti pertemuan dengan Menhub, hari ini ada beberapa OPD teknis yang di undang untuk bicarakan masalah tersebut,” kata AGK.
Gubernur mengatakan, Pemprov hanya menyediakan lahan, sementara studi kelayakan (fasibility study) lahan disusun oleh tim dari Universitas Trisakti, sementara rencana induk disusun tim dari Universitas Khairun (Unkhair).
Dia pun mengatakan, untuk penyiapan lahan ini harus melibatkan pihak swasta, salah satunya dari pihak perusahaan tambang.
Sebab, lahan di desa Loleo merupakan daerah rawa, sehingga, harus dilakukan pengerukan lebih awal sebelum dilakukan penimbunan. Karea itu, Pemprov membutuhkan dukungan alat berat milik PT IWIP.
Kepala Biro Adpim Setda Malut Rahwan K Suamba mengatakan, permohonan bantuan ini sudah disampaikan kepada pihak PT IWIP dalam rapat pecan kemarin.
Dalam rapat itu, pihak PT IWIP yang diwakili Manager Legal Risky permintaan bantuan alat ini akan disampaikan ke pimpinan perusahaan. ”Jadi apa yang disampaikan Gubernur akan disampaikan ke pimpinan PT IWIP,”singkatnya
Sementara itu, Pemprov sendiri juga sudah menyiapkan usulan anggaran pembebasan lahan Bandara sebesar Rp 50 Miliar. Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman (Kadis Perkim) Malut, Adnan Hasanuddin mengatakan, usulan anggaran pembebasan lahan ini diusulkan dalam dua APBD.
Masing-masing APBD Perubahan 2022 sebesar Rp 20 Miliar, sisanya Rp 30 Miliar di APBD 2023. “Lahan yang di dibebaskan kurang lebih 100 hektar,” kata Adnan, Minggu (24/7)
Adnan mengatakan, usulan anggaran pembebasan lahan sebesar Rp 50 Miliar berdasarkan harga tanah sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yakni Rp 50 ribu per meter. “Maka anggaran yang harus kita siapkan di kisaran Rp 50 miliar untuk pembebasan lahan,” jelasnya.
Kemenhub lanjut dia sangat berharap agar masalah lahan sudah dituntaskan tahun 2022 ini, sehingga tahun 2023 pembangunan sudah mulai.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, pada prinsipnya warga yang berada di sekitar Loleo mendukung pembangunan Bandara, termasuk ganti rugi lahan mereka yang terkena pembebasan. “Prinsipnya masyarakat di sekitar lokasi bandara sangat mendukung, yang terpenting lahan mereka di bayar,” akunya.
Selain Bandara Loleo, infrastruktur permbungan yang akan dibangun Kemenhub dalam rangka menunjang pembangunan ibu Kota Baru Sofifi adalah jembatan timbang.
Jembatan yang akan dibangun di Pertigaan Boso, tepatnya di eks lokasi terminal tipe C di Kecamatan Jailolo Selatan, Halbar ini guna mengawasi kendaraan angkutan barang jalur Trans Halmahera, dengan tujuan keselamatan jalan dan perawatan jalan.
Setiap kendaraan angkutan barang akan ditimbang. Jika melebihi muatan akan dibongkar ditempat, termasuk pengukuran panjang bak kendaraan yang tidak bisa melebihi batas yang ditentukan.
Kepala Seksi Pengelolaan Transportasi Darat Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah XXIV Provinsi Malut Ari Prabowo menjelaskan, pembangunan jembatan timbang ini telah masuk rencana strategis (Renstra) Kemenhub tahun 2024.
Dikatakan, sesuai hasil studi kelayakan yang dilakukan BPTD 2018 lalu salah lokasi yang tepat berada di Simpang tiga Desa Boso. “Selain strategis, karena menghubungkan 3 Kabupaten, Lalulintas Harian Rata – rata juga banyak,” katanya Rabu(20/7).
BPTD kata dia telah berkoordinasi dengan Pemkab Halbar, terkait hibah lahan. “Pemda Bupati sudah menyetujui tinggal menunggu persetujuan dari DPRD,” imbuhnya.
Jika sudah ada persetujuan dari dewan, maka secepatnya dilakukan Detail Engineering Design (DED). “Setelah DED baru bisa ditentukan tipe jembatan timbang yang akan dibangun, apakah kecil, sedang atau besar,” paparnya.
Namun berdasarkan hasil survei, LHR di Malut dibawah 200 an perhari, artinya masih di kategori rendah.
“Maka jembatan timbang yang akan dibangun juga disesuaikan, dari hasil DED baru diketahui besar anggaran yang akan dibutuhkan untuk pembangunan jembatan,” terangnya.(lfa/par/pur)