HARIANHALMAHERA.COM– Lambannya pemekaran Sofifi menjadi Daerah Otonom Baru (DOB) lantaran tidak adanya restu dari pihak Kesultanan Tidore yang menjadi salah satu factor penghambat, diakui para kalangan akademisi di Malut Salah satunya, Thaib Bahran.
Bahkan, Dosen Universitas Khairun (Unkhair) Ternate ini mengaku pernah melakukan riset dan studi literature terkait rencana pemekaran Sofifi ini. Dari hasil penelisitnnya itu, terungkap salah satu alasan pihak kesultanan enggan melepaskan Sofifi ketakutan akan berkurangnya secara drastis wilayah kekuasaannya sejak masa pra kemerdekaan.
Secara historis, sejak berdiri, wilayah kekuasaan Kesultanan Tidore mencakup seluruh
kepulauan di Pasifik Barat, termasuk Maluku dan Papua. Wilayah ini terus mengecil akibat
imperialisme Barat dan sempat membesar ketika Tidore membantu NKRI dalam merebut Irian Barat. “Setelah era Orde Baru, wilayah Kesultanan Tidore semakin mengecil hingga akhirnya tersisa mencakup hanya kota Tidore Kepulauan,” jelasnya.
Nah, dengan adanya pemekaran Sofifi praktis akan membagi kota Tikep menjadi dua yaitu
Tikep lama dan Sofifi secara otomatis telah mengurangi lebih jauh kawasan kekuasaan
kesultanan secara politis.
Karenanya, pihak kesultanan pun mendukung sepenuhnya Pemkot dan DPRD Kota Tikep yang merasa dilangkahi oleh pemerintah provinsi dalam mengambil keputusan terkait DOB Sofifi.
“Solusi yang semestinya diambil adalah mediasi oleh pihak pemerintah pusat, yang dinilai netral oleh kedua pihak. Hal ini karena upaya resolusi secara internal di Maluku Utara telah gagal dan membuat kedua pihak berseteru tetap pada pendiriannya masing-Masing,”jelasnya. (tr3/pur)