HARIANHALMAHERA.COM– Sidang putusan sengketa perolehan hasil pemilihan umum (PHPU) Pemilihan legislative (Pileg) 2019, kemarin mulai digelar majelis hakim Mahkamah Konsitusi (MK). Dari total 67 perkara PHPU yang diputuskan di hari pertama, tidak ada satupun yang diterima, termasuk didalamnya tiga gugatan dari Maluku Utara (Malut).
Ketiga gugatan tersebut maisng-masing dua gugatan PHPU dari Partai Berkarya dan Partai Demokrat, sedang satu gugatan dari calon DPD (Dewan Perwakilan Daerah) atas nama Tjatur Sapto Edy. Sementara, putusan untuk gugatan PHPU lainnya masih akan dilanjutkan hari ini.
Untuk gugatan Nomor 01-32/PHPU.DPD/XVII/2019 atas nama caleg DPD Tjatur Sapto Edy
mislanya, dalam amar putusan yang dibacakan majelis hakim yang diketuai Anwar Usman
malam tadi pukul 22.00 WIB, dinyatakan ada pertentangan antara petitum yang satu dengan yang lainnya dalam gugatan pemohon.
Dengan demikian, konsekuensi yuridisnya adalah apabila petitum yang satu dikabulkan maka hal itu akan bertentangan dengan petitum yang lain. Berbeda halnya jika petitum Pemohon dirumuskan secara alternatif. Dengan rumusan petitum demikian telah menjadikan permohonan tidak jelas atau kabur. “Menimbang bahwa oleh karena permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur maka Mahkamah tidak mempertimbangkan permohonan Pemohon lebih lanjut,” tulis MK dalam putusannya.
Begitu juga dengan gugatan PHPU dari Nomor 211-07-32/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 dari
Partai Berkarya. MK dalam amar putusan menyatakan meskipun Pemohon (Amal Saleh, caleg DPRD Provinsi dari Partai Berkarya) dalam permohonannya telah memuat pokok permohonan dan petitum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b, angka 4 dan angka 5 PMK 2/2018, namum telah ternyata terdapat perbedaan antara pokok permohonan Pemohon dengan petitum Pemohon.
Dimana, Dapil yang dipermasalahkan Pemohon dalam pokok permohonan Pemohon adalah
DPRD Provinsi Malut, namun dalam petitum Pemohon, meminta Mahkamah untuk menetapkan perolehan suara yang benar untuk Pemohon untuk pengisian keaggotaan DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Dalam pokok permohonan Pemohon, Pemohon mendalilkan perolehan suara Pemohon
berdasarkan Formulir Model C-1 dari 26 TPS di Kecamatan Jailolo sebanyak 141 suara bukan 103 suara. Begitu pula perolehan suara Pemohon dari 11 TPS di Kecamatan Sahu seharusnya perolehan suara Pemohon adalah sebanyak 27 suara bukan 21 suara.
Namun dalam petitumnya Pemohon meminta Mahkamah untuk menetapkan perolehan suara Pemohon dari Kecamatan Jailolo sebanyak 27 suara, dan perolehan suara Pemohon dari Kecamatan Sahu sebanyak 141 suara.
Berdasarkan uraian fakta hukum tersebut di atas, MK menilai terdapat perbedaan atau ketidaksesuaian antara posita dengan petitum Pemohon dalam permohonannya, sehingga MK tidak dapat memahami fakta mana yang sesungguhnya benar dan dimintakan untuk diputus oleh Mahkamah, apakah data yang terdapat dalam dalil permohonan Pemohon (posita) ataukah data yang diminta sebagaimana yang tertera dalam petitum permohonan Pemohon.
“Dengan adanya ketidaksesuaian antara posita dan petitum permohonan Pemohon tersebut
telah menjadikan permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur,” tulis MK dalam putusan yang dibacakan pukul 22.17 WIB malam tadi.
Sementara untuk gugatan PHPU Partai Demokrat Nomor 60-14-32/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 atas nama Djafar Albaar (Caleg DPDR Provinsi Dapil II nomor urut 2), MK dalam putusan yang dibacakan pukul 22.06 WIB, menyatakan Pemohon dalam petitum tidak meminta pembatalan Keputusan KPU Nomor 987/PL.01.8-Kpt/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota secara Nasional Dalam Pemulu 2019, bertanggal 21 Mei 2019.
Dalam petitum Pemohon hanya mencantumkan dua permintaan yakni Mengabulkan
permohonan Pemohon untuk seluruhnya; Memerintahkan kepada Termohon untuk
melaksanakan PSU sebagaimana Permohonan Pemohon. “Bahwa rumusan petitum demikian menurut MK tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 75 huruf b UU MK, Pasal 474 ayat (1) UU Pemilu, Pasal 5 PMK 2/2018, dan Pasal 9 ayat (1) huruf b angka 4 dan angka 5 PMK 2/2018 yang intinya bahwa objek yang dimintakan dalam permohonan melalui petitum adalah pembatalan Keputusan Termohon in casu SK KPU 987/2019,” bunyi putusan MK.
Selain itu, petitum juga harus memuat permintaan penetapan penghitungan suara yang benar menurut Pemohon. Terlebih lagi Pemohon ternyata telah melakukan renvoi pada bagian Petitum yang semula “Memerintahkan kepada Termohon untuk melaksanakan PSU
sebagaimana Permohonan Pemohon” menjadi “Memerintahkan kepada Termohon untuk
melaksanakan penghitungan suara ulang di seluruh TPS yang ada di Kecamatan Galilea Barat dan Kecamatan Gallea Selatan” di mana renvoi demikian tidak dibenarkan menurut tata beracara dalam perselisihan hasil pemilihan umum.
“Berdasarkan fakta-fakta hukum di atas, maka telah ternyata permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur,” tulis MK.(mk/pur)