HARIANHALMAHERA.COM— Proses demokrasi di tanah air, masih saja melahirkan para pejabat korup. Baik di pusat maupun di daerah. Banyak pejabat yang tertangkap kasus korupsi.
“Kita lihat berapa banyak kepala daerah, pejabat di pusat bahkan pimpinan partai yang terlibat kasus hukum,” kata Sosiolog Malut, DR Herman Oesman dalam dialog Pemilu yang digelar Bawaslu Malut dan PWI, di Restoran Floridas Ternate, Kamis (21/3).
Akademisi Universitas Muhammadiyah Malut ini menilai, ada beberapa penyebab demokrasi melahirkan para koruptor, paling utama pemilu biaya tinggi. Kemudian kedua soal kualitas pemilih.
“Harusnya pemilih jangan memilih calon yang mempunyai reputasi kurang baik, terutama yang terindikasi terlibat perbuatan hukum,” ujarnya.
Tidak hanya itu, Herman belum melihat keseriusan parpol sebagai filter dalam melahirkan kader pemimpin yang berintegritas.
“Harusnya ada komitmen yang serius dari partai politik untuk tidak mengajukan calon bermasalah, terutama masalah hukum,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua PWI Malut, Halik Djokrora menilai, di tengah banyaknya partai politik yang mengusung mantan napi kasus korupsi sebagai caleg di Pemilu 2019, maka dibutuhkan peran penting media.
Berikan edukasi politik dengan menyampaikan informasi kepada publik soal figur caleg yang memiliki integritas, serta sepak terjang yang baik.
“Dengan begitu, rakyat tidak salah memilih. Pers harus berani memberitakan siapa-siapa yang punya rekam jejak yang tidak baik, agar masyarakat tidak membeli kucing dalam karung,” tandasnya.
Ditegaskan, pers dengan fungsi kontrol sosial diharapkan bisa melahirkan pemimpin yang bermartabat dan berintegritas.
“Pers bukan mengajak maysarakat untuk memilih figur siapa, tetapi pers menyajikan informasi melalui pemberitaan figur-figur terbaik,” pungkasnya.(eva/pur)