HARIANHALMAHERA.COM– pengadaan proyek jalan trans kie raha di Halmahera oleh pemprov Maluku Utara masih terus menuai protes dari sejumlah kalangan masyarakat. Sebab, proyek tersebut dianggap kepentingan bisnis tambang gubernur Malut semata.
Kali ini sorotan keras dari dari praktisi hukum, Hendra Karianga, yang tak tanggung-tanggung mendesak penyidik Subdirektorat Tindak Pidana Tertentu atau Subdit IV Tipidter Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Malut, untuk menyelidiki izin proyek pembangunan jalan trans halmahera yang dikerjakan oleh PT Alfian Putra Mandiri tersebut.
Hendra pun mengatakan bahwa saat ini proyek jalan tersebut sudah direalisasi, yang mana telah dialokasikan anggaran sebesar Rp19,7 miliar dengan ruas Ekor Kabupaten Halmahera Timur (Haltim) menuju Kobe Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), namun sebelum melangkah lebih jauh sedianya dilakukan penyelidikan terhadap izin AMDAL-nya untuk memastikan legalitas proyek tersebut.
“Polda Malut harus telusuri proyek ini (jalan trans kie raha di Halmahera,red), artinya bahwa apakah kajian lingkungan sudah dilakukan atau belum. Sebab, AMDAL itu merupakan syarat wajib sebelum proyek berjalan,”katanya dalam rilis yang diterima awak media, Sabtu (6/12).
Menurutnya, setiap proyek yang melibatkan pembebasan lahan wajib dilengkapi dengan izin lingkungan, sebab apabila pekerjaan sudah berjalan tanpa Amdal, maka hal itu dinilai sebagai pelanggaran yang harus dipermasalahkan.
Sebagai informasi lanjutnya, pembangunan jalan Trans Kie Raha merupakan program prioritas Pemerintah Provinsi Maluku Utara dalam rangka mempercepat konektivitas serta mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah Sofifi dan sekitarnya. Proyek ini juga disebut telah melalui kajian bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Ruas jalan Trans Kie Raha dirancang membentang lebih dari 60 kilometer yang menghubungkan Sofifi menuju bandara milik PT Weda Bay Nickel (WBN) di Kobe, Halmahera Timur. Untuk pekerjaan lapisan sirtu saja, anggaran yang dibutuhkan mencapai 90 miliar yang bersumber dari pos belanja infrastruktur sebesar 10 persen dalam APBD,”ujarnya.
Advokat senior ini menambahkan bahwa meski diharapkan menjadi solusi atas keterbatasan konektivitas darat dan udara menuju ibu kota provinsi yang telah berdiri selama 26 tahun, namun proyek ini justru menuai sorotan terkait perizinan lingkungannya, mulai dari pembebasan lahan hingga Amdal.
Tentunya sambung Hendra, peran Polda Malut untuk memastikan seluruh tahapan proyek berjalan sesuai regulasi, agar tidak menimbulkan persoalan hukum dan dampak lingkungan di kemudian hari.
“Upaya pembangunan yang dilakukan pemerintah sangat baik, tetapi dalam setiap pekerjaan proyek wajib mengkaji dampak lingkungan agar tidak menjadi masalah di masa depan,” tegasnya.
Sementara itu, Adam selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pembangunan jalan Trans Kie Raha saat dikonfirmasi terkait proyek yang dikerjakan oleh PT Alfian Putra Mandiri, hingga berita ini diturunkan belum memberikan tanggapan.(red)













