Opini

Pilihan Extrim dalam Darurat Kesehatan Covid-19, Kita Pilih yang Mana?

×

Pilihan Extrim dalam Darurat Kesehatan Covid-19, Kita Pilih yang Mana?

Sebarkan artikel ini
Marwan Polisiri (Foto : Istimewah)

Oleh: Marwan Polisiri

Dosen Universitas Muhammadiyah Maluku Utara

 

TULISAN ini saya sarikan dari Zoom Meeting Persakmi, yang moderatori langsung oleh Prof Ridwan sebagai Ketua Umum, yang di siarkan live FB.

Mas Dono dalam komentarnya menyampaikan dua pilihan extrim, yakni: Extrim kiri, lockdown/tutup total seperti Cina, tidak ada yang bisa keluar rumah. Korea Utara, menembak mati kalau ada yang masuk ke perbatasan negaranya. Tentunya cara ini hanya cocok untuk sistem negara yang otoriter, dan dalam waktu kurang lebih 4 bulan Cina telah berhasil bebas Covid-19.

Extrim kanan, semua dianjurkan keluar rumah bergaul dan semua terinfeksi, 14 hari kemudian semuanya sembuh atau mati dan kita terbebas dari Wabah Covid-19, tentu cara ini hanya untuk orang yang gila, atau orang yang tidak memiliki sisi kemanusiaan dan lemah agamanya.

Selain itu pilihan extrem kanan untuk yang menimbulkan mass immune dapat dilakukan dengan melihat titer antibodi terhadap virus corona lain dan golongan darah dimana golongan darah A lebih beresiko di bandingkan O dan B.

Indonesia pilih PSBB?

Dijelaskan dalam UU Kekarantinaan Kesehatan, pembatasan sosial berskala besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi. Pembatasan ini merupakan respons dari kedaruratan kesehatan masyarakat.

Selain itu, pembatasan sosial berskala besar juga meliputi sejumlah poin. Di antaranya peliburan sekolah dan tempat kerja hingga pembatasan kegiatan di tempat umum.

Daerah Pilih yang Mana?

Pasti ada komentari, kamu bodoh sekali, bukannya Daerah-daerah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia? Memang saya bodoh karena saat ini PSBB terlalu Jawa sentris, melihat Indonesia dari kaca mata Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten.

Memang kami akui bahwa daerah yang kami sebut adalah daerah Zona merah, memang harus ada perlakuan khusus dan segera, tapi harus diingat bahwa daerah timur yang secara geografis kepulauan juga harus dipikirkan strategi khusus juga, jangan tunggu sudah banyak kasus baru kita berpikir menangani.

Beberapa permasalahan kesehatan daerah Kepulauan diantaranya; Masih terbatasnya sarana dan prasarana sebagai contoh untuk pemeriksaan PCR saja harus ke Jakarta, apa tidak bisa dibuatkan khusus Maluku Utara; Masih terbatasnya tenaga dokter dan perawat khusus dokter spesialis paru; Keterbatasan Alat APD.

Tentunya hasil identifikasi masalah ini tidak dapat di Generalisir untuk semua daerah, namun secara umum permasalahan yang ada dapat mencerminkan kondisi pada daerah kepulauan yang secara karakteristik memiliki kesamaan dengan propinsi Maluku Utara.

Sebagai orang yang berlatar belakang kesmas kami meyakini bahwa mencegah jauh lebih baik, memutuskan penularan adalah keharusan. Menangani Pandemi Covid-19 pada daerah berbasis kepulauan sangatlah muda, sedikit saja uang di alokasikan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dan melakukan Kunci pulau maka masalah bisa teratasi.

Pemerintah Daerah bisa melakukan karantina wilayah provinsi/kabupaten/kota: Sesuai Pasal 14 (2) dan Pasal 60 UU 6/2018, ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah, tetapi sampai sekarang PP tersebut belum dikeluarkan.

Pemerintah Daerah dapat melakukan karantina wilayah dengan dua cara. Pertama,          terlebih dahulu berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat, melalui Kementerian Perhubungan, sebagaiman SE Dirjen Hubla Nomor 13 tahun 2020 dan Surat Menhub (ad interim) Nomor PL. 001/1/4 PHB 2020 perihal Operasionalisasi Bandar Udara, Pelabuhan dan Prasarana Transportasi lainnya tertanggal 6 April 2020. Selain itu Pemda juga berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dengan mengajukan pertimbangan medis, semisal laporan hasil penyelidikan epidemiologi dan/atau pengujian laboratorium.

Kedua, pemerintan daerah dapat mengambil kebijakan sendiri melakukan karantina wilayah dengan berdasarkan UU 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana sepanjang tujuannya untuk melindungi masyarakat dan dampak bencana (Pasal 8b dan Pasal 9a).

Langkahnya: (1) Meminta pertimbangan medis terkait kedaruratan dan eskalasi kesehatan serta pertimbangan akademisi dan stakehoder lainnya terkait dampak kerugian sosial ekonomi masyarakat. (2) Mensosialisasi kepada masyarakat atas kondisi kedarutan yang mengancam keselamatan dan kehidupan warga.

(3) Berkoordinasi dengan Kesultanan, DPRD, Forkopimda, Ormas dan Pers serta stakeholder untuk sinergi dalam pengambilan kebijakan. (4) Menghitung dan memastikan jaminan kebutuhan masyarakat yang terdampak. (5) Mengumumkan waktu pemberlakuan keputusan karantina wilayah minimal 10 (sepuluh) hari sebelumnya, agar terdapat ruang kesiapan lain, semisal pemulangan mahasiswa dari luar daerah, kesiapan personil, perlengkapan, dan penyiapan infrastruktur lainnya. (6) Menyampaikan pemberitahuan kepada Pemerintah Pusat setelah ditetapkan.

Tetap di Rumah, Saling Bantu dan Kita Bisa

Mengapa kita harus tetap di rumah saja? Untuk memutuskan mata rantai penularan, Apa saja yang di lakukan di rumah? Terapkan PHBS di Rumah, PHBS adalah upaya  untuk memberdayakan masyarakat agar tau, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat, serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat.

Perilaku Sehat adalah Makan makanan yang bergizi, penuh serat, menghindari junk food dan menerapkan pola makan yang teratur; Olah raga teratur dan terukur; Minum air putih min 8 gelas/hari; Istirahat yang cukup min 8 jam/hari; Tidak merokok, minum alkohol dan mengurangi konsumsi kopi dan teh; dan menghindari stres.

Hidup bersih meliputi: Personal Higiene; Lingkungan Rumah yang bersih; Tempat sampah; Dapur Sehat dan WC/ kamar mandi Sehat. Hidup Sehat : Tidak merokok; Makan aneka ragam makanan; Melakukan aktifitas fisik selama 30 menit

Bagi orang yang baru datang dari luar daerah jangan ada diskriminasi agar masyarakat yang merasa punya gejala covid 19 bersedia memeriksakan diri, setelah itu idealnya yang dilakukan karantina terpusat. Karena karantina mandiri tanpa pengawasan yang ketat akan membuka ruang terjadinya kontak dan penularan.

Karantina terpusat di tingkat desa/pulau bisa dilakukan di tempat pusat pelatihan/wisma atau bangunan sekolah. Ruang kelas diubah menjadi semacam asrama. ODP diajarkan cara hidup sehat, cara cetak covid dll selama masa karantina tersebut.

Selama masa karantina terpusat, keluarga masih bisa bertemu tapi dg jarak dibatasi dan terdapat barrier seperti jarak dibatasi 5 meter dengan penghalang kaca atau plastik. Masyarakat pulau dan pemerintah desa bisa bergotong royong membantu akomodasi selama karantina terpusat tersebut.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *