Konsorsium Pimpinan Bergkamp Bidik Klub Premier League
HARIANHALMAHERA.COM – Masa pandemi Covid-19 membuat banyak klub sepak bola di dunia menjerit tentang kondisi keuangan mereka. Mereka yang tidak punya sumber dana melimpah pun terpaksa memilih jalan pintas. Melepas kepemilikan klub kepada investor baru.
Newcastle United adalah contoh klub yang saat ini dalam proses berganti kepemilikan dari Mike Ashley kepada konsorsium asal Arab Saudi di bawah Mohammed bin Salman (MBS).
Klub Premier League memang punya daya tarik bagi investor baru. Kemarin (3/5) kabar proses pembelian klub Premier League lainnya kembali muncul. Kongsi mantan pemain yang dipimpin penyerang legendaris Arsenal dan timnas Belanda, Dennis Bergkamp, siap mengambil alih klub yang namanya masih misterius.
Kongsi Bergkamp tidak main-main. Dia menggandeng mantan striker timnas Belanda dan Liverpool Dirk Kuyt, Phillip Cocu (kini menangani Derby County), Ronald Koeman (pelatih timnas Belanda), dan Henrik Larsson (legenda Swedia yang sekarang melatih Helsingborgs). Plus bos agensi pemain Rob Jansen.
Tidak seperti Oktober tahun lalu saat gagal membeli klub League One (kasta ketiga kompetisi di Inggris) Wycombe Wanderers, kongsi Bergkamp kali ini lebih siap dan matang. Menurut Jansen, mereka belajar banyak dari kasus The Chairboys, julukan Wycombe Wanderers. Kala itu kongsi Bergkamp kalah oleh investor asing lainnya.
’’Ibaratnya, kami sudah masuk di ruang tunggu dan di masa pandemi seperti ini klubklub meminta harga yang lebih murah dari periode biasanya. Kami sudah sangat dekat,’’ tutur Jansen seperti dikutip Mirror.
Meski enggan memberikan bocoran klub yang dibidik, Jansen mengisyaratkan kali ini mereka bakal mati-matian untuk sukses. Menurut Daily Mail, klub Premier League yang dibidik kongsi Bergkamp adalah klub yang mengalami krisis finansial. Burnley atau Bournemouth paling santer disebut.
Burnley disebut mengalami turbulensi setelah musim lalu secara mengejutkan berkompetisi di Eropa Meski, The Clarets hanya sampai playoff Liga Europa. Sementara itu, Bournemouth mengalami pukulan finansial berat setelah kehilangan 88 persen pemasukannya ketika sisa Premier League diputuskan dilangsungkan tanpa penonton
Express menulis, pemotongan gaji pemain dan staf pelatih Bournemouth sejatinya merupakan ide dari pelatih Eddie Howe. ’’Itu pun pemilik Bournemouth (Maxim Demin) sudah merumahkan 50 staf non pelatih serta mereka yang bekerja di toko merchandise resmi klub,’’ tulis Express.
Kehilangan pemasukan di lima laga kandang tersisa diperkirakan membuat Bournemouth kehilangan GBP 77 juta (Rp 1,42 triliun). Ada alasan menarik mengapa klub Premier League masih diminati investor meski dalam situasi pandemi Covid-19. Misalnya, yang diungkapkan penulis buku When Friday Comes: Football, War & Revolution in the Middle East James Piotr Montague. Dalam artikelnya di The Athletic, Montague menyebut memiliki klub-klub Inggris adalah lambang supremasi bagi para investor.
’’Jika MBS sukses membeli Newcastle, dia menunjukkan bisa masuk ke salah satu negara terkuat Eropa dan dunia. Artinya, MBS sudah meraih legitimasi dan komunitas internasional,’’ tulis Montague.
Isu terganjalnya transaksi jual beli Newcastle itu, kabarnya, disebabkan pesaing mereka di Timur Tengah, Qatar Sports Investment (QSI), ’’menyerang’’ konsorsium Arab Saudi milik MBS dengan masalah hak siar.
Serangan lain datang dari Hatice Cengiz. Dia adalah tunangan jurnalis Arab Saudi yang dibunuh di Kedubes Arab Saudi di Istanbul pada 2018, Jamal Khashoggi. Cengiz menulis di akun Twitter-nya bahwa MBS berusaha mencari simpati dari masyarakat dunia. MBS disebut Cengiz ingin mengubah wajahnya bukan lagi sebagai bos yang mendalangi pembunuhan, melainkan sosok yang mencintai sepak bola.(jpc/pur)