HARIANHALMAHERA.COM – Pandemi Covid-19 melahirkan krisis ekonomi yang serius. Berbagai sektor industri di Tanah Air menghadapi masa-masa yang suram. Tanpa terkecuali, krisis ini juga memukul industri media nasional.
Bayang-bayang pemutusan hubungan kerja untuk karyawan menjadi semakin nyata, ketika industri media nasional dihadapkan pada perfoma bisnis yang menurun secara drastis, sebagaimana juga terjadi pada sektor lain secara bersamaan.
Kondisi ini mendorong Dewan Pers bersama Asosiasi Perusahaan Media dan Asosiasi Profesi Media pun mengambil sikap. “Kami menganggap penting dan mendesak dilakukannya tindakan konkret oleh Negara untuk membantu industri media, para wartawan, dan seluruh pekerja media yang terdampak oleh krisis akibat pandemi Covid-19 ini,” tegas mereka dalam siaran persnya.
Januar Primadi dari Sekrikat Pekerja Suratkabar (SPS) menuturkan, tak bisa dipungkiri keberhasilan penanggulangan Covid-19 salah satu kuncinya adalah aspek komunukasi publik.
“Sebaliknya, pengalaman banyak negara menunjukkan bahwa kegagalan menangani pandemi Covid-19 juga banyak disebabkan kecenderungan meremehkan aspek-aspek komunikasi publik terkait dengan situasi krisis yang sedang terjadi,” katanya
Dalam konteks ini, media-lah yang menjembatani proses komunikasi dan arus informasi, sehingga masyarakat terhindar dari simpang-siur tentang skala penyebaran virus maupun wacana yang asimetris tentang tingkat kegentingan situasi.
“Masyarakat membutuhkan informasi terkini soal pandemi Covid-19 berikut analisis terpercaya yang dapat dijadikan sebagai pijakan untuk menilai situasi dan memutuskan tindakan antisipatif. Tanpa bermaksud mengabaikan kelemahan yang ada, ruang pemberitaan media massa/pers lah yang menyajikan informasi dan analisis tersebut,” imbuh Januar.
Apalagi, menurut Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers Agus Sudibyo, industri media adalah satu dari sedikit sektor yang tetap harus bekerja dalam situasi krisis belakangan ini. “Media tidak boleh berhenti menjalankan fungsi-fungsi komunikatif dan informatif,” katanya.
Karenanya, untuk menyelamatkan daya hidup pers nasional yang sedang menghadapi krisis ekonomi serius akibat pandemi Covid-19, mereka sepakat mendorong pemberian insentif ekonomi bagi industri media nasional. “Ada tujuh butir insentif yang kami perjuangkan,” kata Agus.
Tujuh butir insentif ekonomi yang diusulkan kepada pemerintah untuk mempertahankan bisnis media massa tersebut adalah:
- Mendorong negara mengalokasikan dana sosialisasi kebijakan, program, atau kampanye penanggulangan Covid-19 baik di tingkat pusat maupun daerah untuk perusahaan pers.
- Mendorong negara memberikan subsidi harga kertas bagi perusahaan pers cetak sebesar 20 persen dari harga per kilogram komoditas tersebut.
- Mendorong negara memberikan subsidi biaya listrik untuk perusahaan pers sebesar 30 persen dari tagihan per bulan para periode Mei-Desember 2020.
- Mendorong negara memberikan kredit berbunga rendah dan berjangka panjang melalui Bank BUMN untuk perusahaan pers.
- Mendorong negara menangguhkan kewajiban karyawan dan perusahaan pers untuk membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan selama masa pandemi Covid-19, tanpa mengurangi manfaat yang seharusnya diperoleh karyawan.
- Mendorong pemerintah menanggung kewajiban karyawan dan perusahaan pers untuk membayar iuran BPJS Kesehatan selama masa pandemi Covid-19.
- Mendorong negara memaksimalkan pemungutan pajak penghasilan (PPh) dari perusahaan platform global yang beroperasi di Indonesia, seperti Google, Facebook, Youtube, Twitter, Instagram, Microsoft.
Komponen atau hasil pemungutan PPh itu, menurut kalangan industri media penting untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat dan setara. Pajak tersebut layak dialokasikan untuk mengembangkan dan menyelamatkan institusi jurnalisme di Indonesia.
Sekretaris Jenderal AMSI (Asosiasi Media Siber Indonesia) Wahyu Dhyatmika berharap pemerintah bisa merespons usulan dewan pers itu. Wahyu menerangkan survei terhadap 300 media online anggota AMSI di 19 provinsi menunjukkan penurunan pendapatan yang cukup signifikan dalam dua bulan terakhir.
Dia juga melihat ketidakpastian nasib media online di seluruh Indonesia dalam 3 bulan ke depan. Wahyu, pun berharap Pemerintah memberikan relaksasi beberapa kewajiban kepada perusahaan media hanya di masa wabah Covid-19.
Menurut dia, ketidakpastian nasib media online bisa berakibat pada menurunnya kualitas informasi yang kredibel pada publik di masa pandemi Covid-19. “Ketiadaan pers lokal bisa mempengaruhi sistem informasi di Indonesia,” ucapnya.
Dalam masa pandemi Covid-19, dia melanjutkan, penuh dengan kesimpangsiuran informasi dan hoaks yang beredar. Maka peran media massa sangat penting sebagai penjernih informasi dan sumber rujukan informasi yang kredibel.(pur)