Bisnis

PT. BPN Terancam Ditutup

×

PT. BPN Terancam Ditutup

Sebarkan artikel ini
PENCEMARAN - Kondisi Sungai Waleh di Halmahera Tengah, tampah keruh kecokelatan, diduga akibat dampak dari aktivitas PT. Bakti Pertiwi Nusantara. Foto: Istimewa

HARIANHALMAHERA.COM–Hasil investigasi yang dilakukan enam orang pegawai Dinas Pertambangan dan ESDM Provinsi Maluku Utara (Malut), serta satu orang inspektur dari Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng) menyimpulkan, bahwa sungai dan pesisir pantai Waleh, Kecamatan Weda Utara, tercemar akibat dampak dari aktivitas PT. Bakti Pertiwi Nusantara (BPN).

Kepala Dinas Pertambangan dan ESDM Provinsi Malut, Hasim Daeng Barang, Minggu (12/7), mengaku sudah menerima laporan investigasi dari tim yang diturunkan. Hasilnya, terbukti ada pencemaran sungai Waleh disebabkan aktivitas PT. BPN.

“Saya sudah minta tim Inspektur tambang di bidang lingkungan untuk kirim sampelnya. Tapi dari hasil foto dan sebagainya itu memang mencemarkan, ada pencemaran di situ,” akunya.

Penyebab tercemarnya Sungai Waleh karena penampungan limbah perusahaan bocor, sehingga jebol dan mencemari air di Sungai Waleh.

“Hari itu tim langsung turun minta keruk supaya dia jangan masuk ke sungai. Sungai memang sudah cokelat. Tapi ada data-data, ada hasil berita acaranya. Nanti saya tunjukan. Ini ada foto-fotonya,” ungkap Hasim, seraya menunjukan berita acara investigasi.

Dia menegaskan, untuk peringatan pertama ia sudah layangkan surat yang isinya meminta PT. BPN segera memperbaiki kerusakan yang ada. Sebab menurut laporan yang diterima, tanggul yang jebol cukup dangkal.

Menurut dia, jika surat teguran itu tidak ditindaklanjuti, maka Dinas Pertambangan dan ESDM bersama BLH Provinsi Malut akan menghentikan aktivitas PT. BPN untuk sementara waktu. “Sementara hasil laboratoriumnya kami sudah kirim,” jelasnya.

Dia mengatakan, kewenangan untuk menghentikan aktivitas tambang salah satunya ada di Gubernur sebagai ketentuan Undang-Undang yang berlaku.

“Kewenanngan untuk penghentian itu ada di gubernur, bukan di kabupaten. Karena di Permen 11 itu jelas kewenanganya ada di Gubernur. Cuman kita ada teguran. Kalau dalam jangka waktu dia (PT. BPN) tidak perbaiki tanggulnya, maka kita berikan teguran keras. Kita minta dia segera perbaiki, kalau enggak kita hentikan sesuai pasal 52,” tegas Hasim.

Sebelumnya, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Malut, Ahmad Rusydi Rasjid, menekan Pemprov maupun Pemda Halteng, agar segera menghentikan aktivitas pertambangan dari PT. BPN selama masa uji sampel dilakukan.

Karena pada dasarnya, kata dia, slag nikel tergolong dalam limbah B3 yang berbahaya bagi biota dan manusia di sekitar. Termasuk berpotensi mencemari air tanah dan sungai.

“Sehingga penting sebagai pengelola daerah yang dimandatkan oleh rakyat dan demi keselamatan kesehatan dan keamanan warganya, agar segera mengambil kebijakan menghentikan aktivitas dari perusahaan tersebut, agar tingkat cemaran tidak terakumulasi semakin parah,” tegasnya.

Menurut dia, penempatan tailing di darat memiliki peluang menimbulkan kontaminasi tanah dan air bawah tanah oleh unsur-unsur logam. Selain itu, pelarutan logam berat oleh air hujan yang teroksidasi oleh udara akan meningkatkan luasan lahan cemaran.

Kondisi tempat pembuangan tailing, baik limbah padat maupun limbah cair seperti limbah B3, umumnya sangat rentan terhadap kestabilan lereng. “Terutama yang dipicu oleh fenomena alam seperti gempa bumi, banjir dan longsor,” jelasnya.

Belum lagi areal pertambangan itu berada di sekitar DAS Waleh yang dapat menjadi input air utama bagi pemukim desa-desa sekitar dan oleh pekerja tambang sendiri.

“Karena itu, pengolahan limbah akhir seperti slag nikel yang tergolong limbah B3 sesuai pasal 146-170 dan PP nomor 101/2014 di daratan pulau-pulau kecil seperti di Halmahera Tengah, sangat beresiko mencemari sumber tangkapan air di sekitar pertambangan tersebut yang diketahui menjadi pasokan air utama bagi perkampungan di sekitar, di dalam hutan, maupun pesisir,” tegasnya.

Jika hasil uji sampling membuktikan tingkat kontaminasi terhadap sungai Waleh di atas ambang batas baku mutu air, maka PT.BPN telah terbukti melakukan tindak pidana pencemaran lingkungan fisik, yang dapat mengakibatkan kematian bagi biota dan manusia, khususnya masyarakat yang bermukim di sekitar Teluk Weda sesuai UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) pasal 98 ayat (3) Jo. Ayat (1).

“Hal ini berlaku jika perusahaan tersebut telah terbukti melakukan pencemaran dengan sengaja. Namun jika perusahaan tersebut lalai, sehingga menyebabkan dilampauinya baku mutu air atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal itu dapat mengakibatkan kematian maka perusahaan telah melakukan tindak pidana kejahatan lingkungan sesuai pasal 99 ayat (3) Jo. Ayat (1) UU PPLH,” paparnya.

Menutut dia, jika benar pemerintah dan DPRD Halteng telah menghentikan sementara aktivitas PT. BPN karena pelanggaran prosedural dampak lingkungan, maka hal itu mengindikasikan perusahaan tersebut telah lalai.

“Itu akan menjadi fakta hukum, jika hasil uji sampling membuktikan bahwa Sungai Waleh tercemar oleh limbah industri yang berbahaya,” tegasnya.

Dia menjelaskan, perangai industri keruk seperti ini lazim ditemukan di Malut. Tidak hanya PT. BPN. Karena itu ia para pengambil kebijakan disarankan memberlakukan sanksi administrasi sesuai Permen LHK No. 02 tahun 2013 di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. “Harus membekukan sekaligus mencabut izin lingkungan dan atau izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,” tegasnya.

Mengingat Malut adalah pulau-pulau kecil dan pesisir laut. Dimana, sektor produktivitas masyarakat bertumpu sepenuhnya pada hasil alam non tambang seperti pala, cengkeh, kopra dan sektor perikanan.

“Jadi tidak pantas izin pemanfaatan ruang secara masif diberikan kepada industri yang berdaya rusak masif demi keselamatan, kesehatan dan keamanan warga di Malut, khususnya di Halteng,” jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, Pemerintah dan DPRD Halteng sudah menghentikan aktivitas PT. BPN, perusahaan tambang nikel yang beroperasi di wilayah Weda Utara, Halteng.

Menurut Wakil Bupati Halteng, Abd. Rahim Odeyani, pemberhentian sementara aktivitas PT. BPN itu setelah Pemkab melakukan pengamatan di lapangan.

Seharusnya dalam melakukan produksi nikel, menurut dia, perusahaan menyediakan Sedimen Pond lebih dahulu, baru bisa melakukan maining atau penambangan. “Tetapi yang dilakukan BPN itu terbalik, mereka melakukan penambangan baru Sediment Pond,” sesalnya. (lfa/Kho)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *