DUA nama India lagi top di Amerika Serikat minggu ini. Yang pertama Anda sudah tahu: Kamala Devi Harris. Calon Wakil Presiden, pasangan Capres Joe Biden itu. Yang kedua terkait dengan Presiden Donald Trump: SV Date. Lengkapnya: Shirish Date. Kelahiran Pune, sekitar 4 jam naik mobil dari Mumbai.
Ia hanya lahir di India. Umur tiga tahun sudah ikut orang tuanya migrasi ke Florida, Amerika Serikat.
Pintar. Cerdas. Bisa kuliah di Stanford University, salah satu yang terbaik di dunia. Lalu langsung jadi wartawan di Florida.
Dalam karir jurnalistiknya Date lebih terkenal sebagai penulis novel. Lima novel sudah ia hasilkan.
Ia juga terkenal sebagai penulis biografi politik. Salah satunya adalah biografi Jeb Bush. Jeb adalah Gubernur Florida dua periode. Anak Presiden George Bush Sr. dan adik Presiden George Bush Jr. Jeb juga pernah jadi calon presiden. Masih gagal.
Nama Date baru tiba-tiba melejit sebagai wartawan minggu lalu. Itu berkat pertanyaannya yang menohok pada Presiden Trump. Sampai-sampai Presiden Trump sewot. Lalu melengos ke wartawan berikutnya.
Inilah pertanyaan Date yang membuat ia lebih terkenal itu: “Bapak Presiden, apakah Anda menyesal atas semua kebohongan yang Anda lakukan kepada rakyat Amerika selama ini? Juga atas semua ketidaksopanan yang telah Anda lakukan itu?”
“Itu siapa yang melakukan?” Presiden Trump balik bertanya kepada Date.
“Anda yang telah melakukan Bapak Presiden,” jawab Date di depan banyak wartawan di Gedung Putih itu. Yakni saat Presiden Trump bertemu wartawan yang secara rutin dilakukan setiap hari. Untuk menjelaskan perkembangan penanganan Covid-19 di negara itu.
Mendengar jawaban Date itu, Presiden Trump berhenti bicara sejenak. Lalu melengos. Lantas minta wartawan yang lain untuk bertanya.
Siapa Date?
Terungkaplah secara masif: bahwa ia adalah penulis artikel panjang tentang kebohongan-kebohongan Trump. Artikel itu terbit awal tahun 2020. Dibaca secara luas di Amerika.
Di dalam artikel itu Date menyebut Trump telah melakukan kebohongan sebanyak 20.000 kali. Yakni selama 3,5 tahun Trump menjadi presiden.
Date adalah wartawan Huffington Post di Gedung Putih. Huffington Post adalah situs berita online yang sangat populer di Amerika Serikat. Sikap politiknya jelas: Anti-Trump. Anti konservatif. Anti Partai Republik.
Huffington Post awalnya situs berita milik pribadi wartawan wanita yang terkenal: Arianna Huffington. Dia juga penulis buku. Sudah 15 buku yang dia hasilkan. Majalah TIME pernah memasukkan Arianna Huffington sebagai salah satu dari 100 wanita paling berpengaruh di dunia.
Date memang wartawan pemberani. Termasuk ketika anaknya sudah dua orang. Ia berlayar bersama dua anaknya itu menyeberangi Atlantik. Lalu balik lagi.
Kini Date berumur 56 tahun. Masih tetap produktif sebagai wartawan.
Harian Washington Post memang membentuk satu tim wartawan khusus untuk mencatat kebohongan Trump. Mereka sudah menduga Trump akan seperti itu. Mereka sudah lama mengamati perilaku Trump.
Tim pencatat kebohongan itu awalnya hanya akan bekerja pendek saja. Untuk mencatat kebohongan Trump di 100 hari pertama masa jabatannya sebagai presiden.
Tapi mereka tidak jadi membubarkan diri. Terutama setelah melihat kebohongan Trump begitu masif. Di 100 hari pertama itu saja tiap hari melakukan 5 kebohongan. Dan kecenderungannya kian lama kian banyak.
Dua nama India itu terus menghiasi langit Amerika sepanjang minggu lalu. Seperti juga di Indonesia, ada tim buzzer yang menguliti mereka berdua. Terutama menguliti Kamala Harris.
Untungnya di Amerika ada situs yang mengkhususkan diri untuk melakukan pengecekan medsos. Produk-produk buzzer itu dinilai. Lalu dilakukan klarifikasi secara independen.
Misalnya soal berita Kamala itu orang kulit hitam pertama yang jadi Cawapres. Buzzer menganggap Kamala bohong. Dia bukan kulit hitam. Dia keturunan India. “Kamala telah memanfaatkan kulit hitam untuk kepentingan politik,” tulis medsos yang dipastikan dari buzzer.
Situs independen itu melakukan klarifikasi: Kamala tidak pernah mengklaim dirinyi seperti itu. Kamala hanya mengatakan bapaknyi orang Jamaika. Ibunyi orang India. Dia sendiri dibesarkan di kultur kulit hitam. Media lah yang memberinyi identitas sebagai kulit hitam.
Trump sendiri lebih parah lagi dalam menyerang Kamala. “Dia itu tidak memenuhi syarat jadi calon wapres. Dia imigran,” ujar Trump pekan lalu.
Kali ini bukan situs independen itu yang perlu mengklarifikasi. Sebagian besar rakyat Amerika sendiri yang menilai: Trump keliru lagi. (dis)