Nasional

Paslon Pemenang Pilkada Serentak Ikut Terdampak Omnibus Law

×

Paslon Pemenang Pilkada Serentak Ikut Terdampak Omnibus Law

Sebarkan artikel ini
Susi Dwi Harijanti (Foto : Kompasiana)

HARIANHALMAHERA.COM–Ternyata, UU Omnibus Law berdampak pada pasangan calon (paslon) yang nantinya memenangkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020. Pasalnya, UU yang kontroversial tersebut ikut memangkas sejumlah kewenangan pemerintah daerah. Para pemenang pilkada 2020 tidak akan memiliki kewenangan yang besar dalam mengelola pemerintahan di daerah.

Dikutip dari CNNIndonesia.com, tak sedikit kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah kini menjadi milik pemerintah pusat akibat Omnibus Law. Misalnya pada Pasal 17 UU Ciptaker mengubah sejumlah aturan di Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Salah satunya pasal 9 UU Penataan Ruang yang mengatur kewenangan pemda menata ruang. “Penyelenggaraan penataan ruang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat,” beleid pasal 9 ayat (1) UU Penataan Ruang setelah diubah Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Omnibus Law juga memangkas kewenangan pemda menata ruang pada pasal 10. Akibatnya, pemda hanya berwenang melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota.

Padahal UU Penataan Ruang memberkati pemda dengan wewenang perencanaan tata ruang wilayah provinsi, pemanfaatan ruang wilayah provinsi, serta pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi. Omnibus Law juga memangkas wewenang pemda dalam urusan pemberian izin lingkungan untuk pengusaha (analisis mengenai dampak lingkungan). Pasal 22 UU Cipta Kerja mengubah sejumlah ketentuan di Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan:

  1. memenuhi baku mutu lingkungan hidup; dan
  2. mendapat persetujuan dari pemerintah,” beleid pasal 20 ayat (3) UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup setelah diubah dalam UU Cipta Kerja.

Omnibus Law juga menghapus pasal 31 dan 32 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dua pasal itu juga mengatur wewenang pemda menilai dan menetapkan amdal perusahaan.

Guru Besar Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harijanti mengatakan Omnibus Law Cipta Kerja jelas mengerdilkan pemerintah daerah. Kewenangan yang dimiliki pemda selama ini jadi berkurang dan diambil alih pemerintah pusat. “Peran pemda dengan demikian seakan-akan dikerdilkan, dan Jakarta menjadi terlalu kuat. Bahkan pendapatan asli daerah bisa berkurang karena undang-undang inisiatif dari pemerintah,” kata  Susi sebagai perwakilan akademisi dalam sebuah diskusi daring yang disiarkan melalui kanal YouTube PuSaKO FHUA, Rabu (7/10).

Sebelumnya, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Merah Johansyah juga menyebut Omnibus Law UU Cipta Kerja mengembalikan sistem sentralistik. Kewenangan pemda dikembalikan ke pemerintah pusat seperti sebelum reformasi. “Unsur pemerintah daerah di situ hanya sebagai pelengkap saja karena esensinya kan pemusatan kewenangan di pemerintah pusat. Cuma formalitas,” ujar Merah saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (6/10).

Politikus Demokrat Andi Arief juga mengkritisi hal tersebut. Menurutnya, andai calon kepala daerah di pilkada memahami hal itu maka akan turut berunjuk rasa. “Mereka belum tahu kalau dalam Omnibus Law akan ada resentralisasi, berbagai urusan termasuk perijinan diambil pusat. Kalau paslon tahu, pasti ikut demo gabung dg buruh,” kata Andi lewat akun Twitter pribadinya.(cnn/fir)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *