HARIANHALMAHERA.COM–Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menggali informasi terkait dengan diterbitkannya sejumlah izin usaha pertambangan (IUP) oleh Pemerintah Provinsi Maluku Utara (Pemprov Malut) di Kepulauan Sula (Kepsul).
Langkah yang dilakukan KPK ini menindaklanjuti laporan warga terkait IUP-IUP yang dikeluarkan Pemprov Malut yang dianggap melanggar aturan perundang-undangan karena berada di kawasan hutan lindung.
Sebagai langkah awal, lembaga antirasuah itu akan segera memanggil secara sejumlah Pejabat Pemprov Malut. Mereka yang akan dipanggil untuk dimintai keterangan ini yakni Kepala Dinas ESDM, Hasyim Daeng Barang dan staf ahli Bidang Hukum yang kini menjabat sebagai penjabat sementara (Pjs) Bupati Kepulauan Sula Idham Umasangji.
“Ini berdasarkan aduan dari masyarakat ke KPK, maka kami akan memanggil Kepala Dinas Energi dan Suberdaya Mineral (ESDM) Hasyim Daeng Barang dengan pihak terkait termasuk Pjs Bupati Sula,” terang Fungsional Media KPK Koordinator Wilayah (Korwil) Malut Mohammad Jhanattan usai rapat koordinasi dengan Pemprov Malut, di Kediaman Gubernur, di Ternate, Senin (9/11).
Ditambahkan, pemanggilan Hasyim dan Idham ini dalam rangka untuk mempertanyakan jumlah IUP yang berada di kawasan hutan lindung serta alasan sehingga IUP-nya bisa diterbitkan.
Namun, dia belum bisa membeberkan ada beruapa jumlah IUP di Sula yang dilaporkan berada di atas kawasan hutan lindung. “Memang kami belum mengetahui berapa perusahaan yang sudah di izinkan, karena ini masih dalam pengaduan masyarakat, jadi kami belum bisa sampaikan berapa perusaan yang sudah diizinkan,” terangnya.
Dikhawatirkan, satu perusahaan induk memiliki banyak anak perusahaan. “Kasus seperti ini klasik terjadi di Indonesia,” katanya.
Meski begitu, pihaknya mendahulukan pencegahan sebelum melakukan penindakan. Namun, jika upaya pencegahan tidak membuahkan hasil maka akan ada tindakan.
“Saya juga mengundang Pj Bupati Sula untuk datang khusus bertemu dengan Balai Jalan Jembatan Provinsi, karena ada penagihan terkait dengan penerangan izin pertambangan di Sula,” terangnya.
Sementara itu, dalam rakor dan supervisi kemarin, KPK juga menemukan adanya kebocoran pajak terutama pajak air permukaan di wilayah Malut. sesuai temuan KPK, pajak air permukaan yang tidak disetor UPT ini terjadi sejak 2018 hingga 2020.
“Misalnya, Januari sampai Desember, Januari sampai April kosong. Tiba- tiba pada Mei ada pembayaran. Kan kita tanya dari mana pembayaran itu ditentukan kenapa baru bisa bayar Mei kenapa tidak dilunas Januari sampai April kenapa harus bolong – bolong,” ungkapnya
Untuk itu, langka KPK yang pertama memverifikasi data kemudian uji petik dan meminta data berapa yang dibayar dan berapa debit air yang telah dipakai pada UPT.
“Apakah sudah sesuia dengan Perda atau belum. Karena Perda itu sudah perhitungan dari konvesus perhitungan dari BPKP atau dinas terkait seperti PUPR dan dinas perusahan dan dinas terkait lainnya. Jika tidak sesuai, uji lapangan tidak sesuai maka diberlakukan sanksi denda kepada perusahaan yang melakukan kecurangan pajak air permukaan. Pajak yang setelah mereka gunakan tidak pernah membayar dilakukan perhitungan ulang,” tegasnya.
Namun, besaran jumlah pajak yang tidak dibayarkan nantinya disampaikan setelah rapat dengan UPT. “Tapi yang jelas banyak bolong- bolong itu yang kami terima,” tambahnya.
Dia menyebut ada sekitar 5 PT bahkan lebih yang masih nunggak pajak air permukaan. Selain pajak air permukaan, ada dua pajak lagi yang dibahas KPK dalam rakor ini yakni pajak kendaraan perusahaan dan pajak miniral bukan logam. “Ada dua tematik yang dibahas yakni aset dan pendapatan. Kalau aset pembenahan aset yang bermasalah dan sertifikat dengan BPN kedua masalah pajak,” terangnya.
terlrpas dati itu, Jhanattan menyebutkan tata kelola pemerintahan di Pemprov sudah mencapai 71 persen (katagori cukup). Begitu juga dengan tata kelolah keuangan pun mencapai angka prosentase yang sama.
Lebih jauh dikatakan, KPK akan membentuk komite advokasi daerah untuk menjadi publik servis terutama untuk mengawasi pengadaan barang dan jasa “Jadi ditemukan adanya kecurangan dalam lelang disemua Pemda, maka komite advokasi daerah ini yang akan menjadi mediator sesama Pemda dan dilaporkan ke KPK,” ujarnya.
KPK kata dia tidak ingin ada celah korupsi di APBD yang mana kasunya tercatat tertinggi nomor dua
Menurutnya,itu masalah klasik yang terjadi hampir di semua daerah di Indonesia.”Ini masih ranah pencegahan sehingga kalau upaya tidak maksimal maka masuk dalam penindakan,” tegasnya. (lfa/kho/pur)