HARIANHALMAHERA.COM— Pelantikan Penjabat (Pj) Sekretaris Provinsi (Sekprov) Maluku Utara (Malut) yang berlangsung di aula kantor Gubernur di Sofifi, Kamis (4/4), benar-benar berjalan tidak sesuai rencana.
Kekacauan ini dikarenakan pejabat yang akan dilantik yakni Suharjo Diantoro menggantikan Muabdi Hi Radjab yang sudah memasuki purnabhakti, ternyata batal datang ke Malut.
Staf Ahli Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Bidang Pemerintahan itu, mengaku tengah mendapat tugas mendadak dari Mendagri Tjahjo Kumolo. Dia baru menyampaikan kabar itu ke Pemprov Rabu (3/4) dinihari Pukul 00.00 WIT. Padahal, segala persiapan pelantikan sudah 100 persen.
Akibat ‘pembatalan’ tak sengaja oleh Mendagri itu, acara pun hanya diisi penyerahan SK Plh Sekprov dari Gubernur Abdul Gani Kasuba (AGK) ke Kepala BPKPAD Bambang Hermawan. Kemudian dilanjutkan dengan perpisahan dengan Muabdin.
Gubernur terlihat kecewa atas pembatalan pelantikan yang menadadak ini. Itu terlihat saat AGK meninggalkan tempat acara lebih dulu meninggalkan tamu dan para pejabat forkopimda dan SKPD yang masih berada di lokasi. Tidak hanya itu, AGK juga menolak ketika hendak diwawancari awak media.
Namun, hal itu dibantah Kepala Biro Protokol Kerjasama dan Komunikasi Publik (PKKP) Mulyadi Tutupoho. Menurut Mulyadi, Gubernur AGK sendiri telah mengetahui batalnya kedatangan Suharjo.
“Karena baru disampaikan Rabu malam, maka agenda tidak bisa lagi diubah, sehingga semua undangan yang hadir mengetahui kalau acara ini adalah pelantikan,” katanya.
Mulyadi menuturkan, saat dikonfoirmasi langsung ke sekretaris pribadinya pada Rabu (3/4) sore, Suharjo mengaku siap datang ke Malut.
“Namun karena ada tugas mendadak dari Mendagri, tadi malam (Rabu malam, red) Pukul 00.00 WIT, dibatalkan. Sehingga tidak ada waktu lagi menyampaikan undangan susulan,” terangnya.
Karena batal datang, maka pelantikan Suharjo ditunda dan akan diagendakan kembali, setelah Suhajono berada di Malut.
“Nanti akan diagendakan pelantikan ulang,” terangnya.
Kepala BKD Malut Idrus Assagaf juga mengatakan, batalanya kedatangan Suharjo karena agenda Kemendagri yang begitu padat. Apalagi, jabatan Suharjo di Kemendagri sangat strategis sekaligus pelaksana jabatan yang menangani tentang batas daerah.
“Jadi nanti diagendakan lagi (pelantikannya, red,” terangnya seraya menuturkan kursi Sekprov saat ini masih dikendalikan Bambang.
Batalnya pelantikan Suahrjo juga mendapat sorotan keras dari Wakil Ketua DPRD Provinsi (Deprov) Malut, Ishak Naser. Dia meminta agar persoalan ini diperhatikan betul oleh Pemprov, mengingat jabatan Sekprov adalah jabatan strategis dalam pelaksanaan pemerintahan. Dia juga menyebut Sekprov sebagai kordinator pembantuan.
“Jadi jangan kemudian keterlambatan ini dapat mempengaruhi laporan keuangan.” tegasnya.
Politisi Nasdem menambahkan, jika memang Suharjo batal datang karena banyak tugas dari Mendagri, seharusnya Gubernur menanyakan ke Mendagri alasan menugaskan Suharjono sebagai Pj Sekprov.
“Berarti beban kerja sementara menjadi tanggungjawab yang bersangkutan,” katanya.
Dikatakan, seyogyanya ada pernyataan dari Suharjo kalau memang tidak bersedia dalam jabatan Pj Sekprov, agar disampaikan ke Mendagri sehingga bisa dicarikan penjabat lain yang bisa melaksanakan tugas tersebut.
“Saya pikir Mendagri perlu memikirkan alternative pejanat yang lain supaya urusan Maluku Utara juga berjalan tanpa hambatan,” tegasnya.
Baginya untuk Plh saja dalam waktu satu pekan mungkin cukup mencegah jangan terjadi kekosongan jabatan, tetapi jabatan Plh bagi seorang Sekprov tidak boleh terlalu lama-lama. Karena itu perlu ada pejabat defenetif.
“Jangan berlarut-larut karena jabatan Sekprov itu sangat strategis,” tegasnya.
Ishak juga mengkritisi langkah Gubernur menunjuk Bambang sebagai Plh Sekprov. Sementara tugas Bambang sebagai kepala BPKAD juga berat.
“Itu kan bukan tugas yang gampang, memang tugas itu melekat juga sebagai Sekprov, tetapi menurut saya rancu,” terangnya.
Sebab, dalam pengelolahan keuangan daerah harus dipisahkan. Tidak boleh dirangkap antara koordinator pengelolahan keuangan yang melekat pada Sekprov dengan kepala Keuangan daerah.
“Ini sekedar masukan saja, bukan mengintervensi kewenangan gubernur. Saya melihat dari sisi perundangan yang berlaku karena permasalahan bisa berkonsekuensi hukum,” pungkasnya.(lfa/pur)