HARIANHALMAHERA.COM– Pelaksanaan ujian nasional (UN) yang sudah didominasi komputerisasi, ternyata masih juga ditemukan kecurangan. Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencatat, ada 202 aduan kecurangan pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2019.
“Namun, dari jumlah tersebut sebanyak 126 diverifikasi sementara sisanya dinyatakan bukan merupakan pelanggaran,” kata Inspektur Jenderal Kemendikbud, Muchlis Rantoni Luddin.
Menurutnya, isu yang dominan dilaporkan adalah siswa memfoto soal di layar ujian. “Isu kebocoran sudah tidak ada karena tidak mungkin lagi. Kecurangan itu misalnya memfoto soal dari komputer lalu membagikannya,” kata Muchlis dalam konferensi pers UN, di Kantor Kemendikbud, Jakarta Pusat, Selasa (7/5), mengutip republika.co.id.
Muchlis mengatakan, kecurangan tersebut bisa langsung dideteksi oleh Kemendikbud. Siswa yang melakukan juga sudah dikenai hukuman sekaligus pengawas yang tidak ketat sehingga membiarkan peserta ujian membawa telepon genggam ke dalam ruang ujian.
Ia mengatakan, kebanyakan aduan berasal dari Jawa Timur yaitu 21 kasus. Wilayah yang banyak melaporkan kecurangan kedua adalah Kalimantan Selatan yaitu 18 kasus, dilanjutkan dengan Bali sebanyak 15 kasus.
“Mereka yang berbuat kecurangan secara otomatis nilainya 0. Yang bersangkutan kan tidak bisa ikut ujian susulan, karena dalam SOP kita ujian susulan itu bagi mereka yang belum mengikuti ujian. Jadi mereka nanti akan diberi kesempatan untuk ujian perbaikan,” kata dia.
Siswa yang melakukan pelanggaran tersebut setelah mengikuti ujian perbaikan nantinya akan menerima dua surat keterangan. Surat keterangan pertama adalah hasil dari ujian pertamanya yang mendapatkan nilai 0 dan kedua adalah surat keterangan ujian perbaikan. “Nanti itu diserahkan kepada user untuk menilai,” kata dia.
Selain siswa, Kemendikbud juga telah memberikan sanksi kepada pengawas yang bersangkutan. Muchlis juga mengatakan, kemungkinan pengawas yang bersangkutan tidak akan dijadikan pengawas lagi di ujian tahun berikutnya.
Lebih lanjut, ke depannya, Kemendikbud mengatakan telah meminta pemerintah daerah untuk memperkuat SOP agar pelanggaran tidak kembali terjadi. “Artinya kita sudah minta pada dinas dan kepala sekolah untuk mulai konsisten dengan SOP. Ini kan pesoalannya mereka tidak konsisten dengan SOP. Rata2 yang ada kasus begitu karena SOP-nya tidak dipenuhi dengan baik,” kata Muchlis.(rep/fir)