HARIANHALMAHERA.COM–Penolakan warga Kelurahan Mangga Dua atas pembangunan gudang modern oleh PT Intim Kara yang kini memasuki tahapan penggusuran lahan di atas hutan mangrove, mencapai puncaknya kemarin.
Warga yang sudah diselimuti amarah, langsung melakukan aksi dengan memblokade jalan sebagai bentuk protes atas pembangunan gedung modern yang dianggap merusak ekosistem lingkungan sekitar.
Dari pantauan koran ini, sebelum memblokade ruas jalan, warga awalnya bergerak menuju kantor Wali Kota Ternate dengan maksu menemui Wali Kota M tauhid Soleman.
Namun, berhubung orang nomor satu di Pemkot itu tidak berada di di tempat, mereka akhirnya memilih balik dan memblokade jalan di seputaran mangga dua pantai, hingga menimbulkan kemacaten lalulintas.
Aksi ini akhirnya mereda setelah aparat dari Polres Ternate bersama Satpol PP turun ke lokasi.
Dalam aksi itu, warga meminta Wali Kota segera mencabut izin yang sebelumnya di keluarkan mendiang mantan Walikota Burhan Abdurrahman. Apalagi pembangunan gudang modern itu tidak ada sosialisasi oleh puhak Intim Kara kepada warga yang dampak.
Koordinator aksi Ul Amarullah, mengatakan, penggusuran yang dilakukan Pt Intim Kara ini telah mengakibatkan banjir rob di permukiman warga.
“Minggu lalu banjir rob menggenangi warga di RT 03, RT 04, RT 05 dan RT 14 serta sebagian ruas jalan di kompleks Parton, Mangga Dua Utara,” katanya, Selasa (9/11).
Diketahui proyek reklamasi untuk pembangunan gudang moderen multi guna ini dikerjakan PT Indoalam Raya Lestari setelah mengantongi izin yang dikeluarkan Pemkot Ternate, nomor: 640/26.b/2015.
Rekalamasi diatas lahan seluas 17,260 meter persegi itu juga mengantongi rekomendasi UKL-UPL nomor: 660.1/23-REK/BLH-TTE/VII/2014 yang diterbitkan BLH pada Juli 2014.
“Menyusul Surat Keputusan Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kota Ternate, tentang izin lingkungan rencanan kegiatan pembangunan,” katanya.
Menurutnya seharinya yang menjadi bahan rujukan sebelum pelaksanaan reklamasi dilakukan yaitu dengan melihat syarat dan ketentuan pada UKL-UPL yaitu; wajib melakukan pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan sebelum pelaksanaan pembangunan. namun katanya itu seolah tiada.
Sementara itu, Nursin Gusao menambahkan, reklamasi ini terbentur pada sederet aturan salah satunya Perda nomor 02 tahun 2012 Tentang RTRW Tahun 2012-2022. “Disitu disebutkan Kawasan Hutan Manggrove di Kelurahan Mangga Dua telah berstatus hutan lindung yang terhubung pada daerah simpadan pantai, yang tidak bisa di alih fungsikan,” katanya.
Kegiatan ini juga bertentangan dengan UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan Hidup, UU nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Pulau Kecil.
“Termasuk juga UU nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, Peraturan pemerintah nomor 45 tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan, serta Peraturan Presiden nomor 73 tahun 2021 tentang Srategis Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove,” bebernya.
Sementara itu Tokoh Masyarakat Mangga Dua, Hambali Kausar menuntut agar Walikota dapat mencabut surat Izin, sekaligus membatalkan dokumen lingkungan yang dimiliki PT Indoalam Raya Lestari. “Pemkot harus bertanggung-jawab dengan mencari solusi perihal banjir rob,” tegasnya.(par/pur).