HARIANHALMAHERA.COM–Penyidik Kejari Halteng kembali menjadwalkan pemeriksaan saksi dalam kasus dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) tahun 2020 di Dinkes Halteng sebesar Rp 3 Miliar lebih yang diduga dilakukan mantan bendara Dinkes, RA alias Ridha.
Saksi yang akan diperiksa pada pekan depan yakni 11 Kepala Puskesmas (Kapus) se Halteng. Kasi Pidsus Kejari Halteng, Risky Septakurniadi mengatakan, awalnya sudah 11 saksi yang diperiksan, dari 11 saksi itu, 3 diantaranya Kapus Messa dan Sagea dan Kapus Kobe.
Namun, diantara tiga Kapus yang dipanggil, hanya Kapus Kobe tidak hadir. “Belum terlalu pasti apa alasan Kepala Puskesmas Kobe tidak hadir,” katanya.
Dari hasil pemeriksaan kedua Kapus, semua kesaksian sama bahwa mereka tidak sama sekali menerimah semua dana BOK triwulan IV tahun 2021. “Dari 11 puskesmas yang ada di Halteng akan dipanggil sebagai saksi,” ucapnya.
Dia bilang, minggu depan kami akan jadwalkan pemanggilan semua kepala puskesmas. “Proses penyilidikan berjalan, juga akan dilakukan pengecekan sejumlah aset milik tersangka,” tukasnya.
Disamping Kasus Korupsi Dana BOK, penyidik Kejari Halteng juga mengagendakan pemeriksaan saksi Kasus korupsi anggaran Pembangunan pesantren di Desa Wedana tahun 2016 Rp 1,6 miliar.
Pemeriksaan saksi kasus yang menyeret 3 nama yakni TW selaku mantan Kabag Ekbang, AH selaku rekanan dan SB selaku pemilik PT. Gunung Mas ini menurut Risky dijadwalkan dilakukan pekan depan.
“Sudah 6 orang yang kami periksa, semua kesimpulan sama, menurut mereka PP 54 tahun 2010 rekanan pemenang tender tidak boleh mangalihkan atau memberikan benderanya kepada CV lain,” ucapnya.
Dari hasil pemeriksaan saksi, penyidik berkeyakinan besar bahwa ketiga 3 terdakwa ini bisa menjadi tersangka .
Diketahui, kasus korupsi dana pembangunan pesantren ini, berawal ketika SB meminjam perusahan CV. Antasari dari AH. Lalu dalam praktek pekerjaan tersebut, uang tersebut seharusnya masuk ke rekening CV. Antasari. Namun, kenyataannya uang tersebut tidak masuk malahan masuk ulang ke PT. Gunung Mas Grup. Sehingga, merugikan negara sebesar Rp 1,6 meliar. Sementara, anggaran tersebut sudah dicairkan 100 persen yang pembangunannya baru sebatas fondasi. (tr1/pur)