Oleh: Fajri Frayoga,
(Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau Universitas Andalas)
Kekayaan indonesia bukan hanya dari sumber daya alamnya tetapi juga dengan adat dan budayanya yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Salah satunya saja masyarakat suku Minangkabau. Suku Minangkabau ini berada di Sumatera Barat. Walaupun sekarang sudah tersebar di berbagai daerah di Indonesia karena tradisi orang Minangkabau merantau dan ada yang menetap dirantau. Suku yang juga terkenal dengan budaya dan tradisinya yang unik. Minangkabau adalah Salah satu suku yang menganut sistem kekerabatan matrilineal atau mengikuti garis keturunan ibu. Jika dibahas mengenai keseluruhan budaya Minangkabau mungkin tidak akan habis–habisnya. Jadi penulis hanya memaparkan beberapa diantaranya saja.
Dahulu merantau sudah menjadi tradisi bagi lelaki Minangkabau karena mereka malu jika sudah besar masih berkecimpung dirumah dan kampung. Sesuai juga dengan pepatah “karakatau madang dihulu, babuah babungo balun, marantau bujang dahulu, dirumah paguno balun”. Pepatah ini menambah motivasi lelaki Minangkabau untuk merantau. Bukan berarti lelaki Minangkabau itu tidak berguna dirumah. Melainkan sebaiknya dia merantau dahulu dan mencari uang baru kemudian hari kembali kerumah dan bisa merubah nasib keluarga. Hasrat yang kuat merantau untuk “mambangkik batang tarandam” mengangkat derajat keluarga supaya tidak direndahkan lagi. Sekarang tradisi ini masih dilakukan oleh orang Minangkabau. Tidak hanya lelaki saja bahkan perempuan pun banyak yang pergi merantau sekarang ini. Bagi yang masih dikampung dan memutuskan untuk tetap dikampung bukan karena tidak ingin merantau. Tetapi, mereka juga ingin mengkontribusikan ilmu yang mereka miliki untuk kampung halamannya.
Orang Minangkabau itu pasti beragama islam dikarenakan falsafah adat minangkabau itu sendiri adalah “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”. Tetapi yang perlu diingat tidak semua orang Sumatera Barat beragama islam dikarenakan Sumatera Barat dihuni oleh berbagai etnis dan suku bangsa yang datang dan menetap di Sumatera Barat. Seiring perkembangan zaman, perempuan minangakabau yang dahulunya memakai baju kurung untuk menutup aurat dan memakai kerudung saat keluar rumah. Sedangkan laki – lakinya memakai peci dan sering pergi kesurau sekarang sudah mulai berubah. Sekarang banyak perempuan Minangkabau yang tidak menutup aurat ketika keluar rumah bahkan menggunakan baju yang ketat. Begitupun dengan laki–lakinya yang mewarnai rambut dan remajanya ada yang terlibat tawuran.
Pernikahan adat Minangkabau juga mempunyai keunikan dibandingkan adat yang lain. Terutama didaerah Pariaman dan Padang Pariaman. Terkhusus didaerah tempat tinggal penulis di Tandikek Padang Pariaman. Laki – laki disini dibeli oleh perempuan atau tradisi ini disebut dengan uang bajapuik. Harga yang harus dibayar oleh pihak perempuan ini dirundingkan dan disepakati oleh mamak dan keluarga dari pihak mempelai perempuan. Disini pernikahannya lebih dibebankan kepada perempuan karena banyaknya prosesi yang harus dilakukan hingga akhirnya dinyatakan sah.
Secara ringkas akan penulis jelaskan sebagai berikut. Yang pertama dilakukan adalah bajalan malam. Prosesi ini dilakukan oleh mamak dan keluarga laki–laki dari pihak perempuan ke rumah pihak lelaki. Disana dirundingkan berapa uang jemputan yang harus dibayar oleh pihak perempuan. Semakin tinggi strata atau pendidikan pihak lelaki maka semakin mahal juga harganya. Prosesi berikutnya adalah maantaan tando dan disini semua mamak berkumpul dirumah mempelai perempuan. Pada prosesi mereka saling bertukar cincin dan pihak perempuan membawa berbagai jenis hantaran. Tetapi mempelai wanita tidak ikut ke rumah pihak lelaki. prosesi ini sama dengan bertunangan.
Prosesi selanjutnya adalah malam bainai bagi perempuan dan manjapuik marapulai dan selanjutnya baru mereka bersanding dirumah mempelai perempuan. Setelah hari pernikahan pihak perempuan pergi pinyalang kerumah pihak laki – laki. Pada prosesi ini pihak perempuan membawa jodah kerumah mertuanya. Belum habis sampai disini prosesi terakhir yang harus dilakukan adalah maapuih jajak (menghapus jejak). Prosesi ini pihak perempuan kembali datang kerumah pihak lelaki dengan membawa berbagai makanan. Tujuan prosesi terakhir ini adalah manjapuik ampulai (menjemput mempelai laki – laki) karena kalau prosesi ini belum dilakukan maka ia belum boleh pulang dirumah pihak perempuan.
Selanjutnya tradisi yang ada Minangkabau adalah Bajua ubek (jual obat) adalah tradisi menjual anak kepada orang lain dengan tujuan agar menghilangkan kesialan atau karena anak tersebut sangat mirip dengan ayah atau ibunya sehingga ia baji (jijik) dan melawan. Jumlah uang yang diterima dari jua ubek ini juga tidak banyak tergantung berapa sanggupnya orang yang mau membeli. Uang hasil jua ubek ini harus dibelanjakan dan diberikan ke anak yang dijual tadi. Setelah dijual setiap hari raya idul fitri ibu dari anak ini harus membawa rantang yang berisi makanan dan beberapa kue bolu ke rumah ibu yang telah membeli anak tadi. kemudian ibu yang menerima rantang ini memberikan sejumlah uang sebagai isi dari rantang yang telah dibawa oleh ibu kandung si anak tadi.
Salah satu yang unik lagi diminangkabau adalah setiap orang Minang pasti mempunyai suku. Suku yang dimaksud sama seperti klan atau marga. Jika lelaki Minang yang bersuku Tanjung menikah dengan perempuan bersuku Guci makan nanti anak–anak nya bersuku Guci. Mengapa demikian? Karena masyarakat Minangkabau itu menganut sistem matrilinial yaitu mengikuti garis keturunan ibu. Jadi jika lelaki minang menikah dengan perempuan diluar Minang maka kelak anaknya tidak memiliki suku meskipun ayahnya berdarah minang. Karena diminang suku tidak dapat diwariskan dari ayah.
Semua yang penulis paparkan diartikel ini adalah dari balik sudut pandang kacamata penulis. Jadi jika ada kekeliruan yang tertuang didalam artikel ini maka itu sepenuhnya adalah kesalahan penulis. Penulis sendiri berasal dari daerah yang adat dan kepercayaan masih terbilang kental yaitu ditandikek padang pariaman. Sehingga penulis dapat memaparkan beberapa tradisi yang ada dikampung halaman penulis. Semoga setelah membaca artikel ini kita bisa lebih bangga terhadap budaya yang kita miliki. Setiap budaya itu memiliki keunikan dan keunggulan tersendiri jadi kita tidak boleh juga etnosentris dan merendahkan budaya lain.(**)