TERNATE – Penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas lahan di bibir pantai seluas 66.883 meter persegi (m2) di lingkungan RT 14 RW 06 Kelurahan Mangga Dua Utara atas nama Andi Tjakra oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ternate, menyulut pergolakan warga yang mendiami lahan itu.
Sebagai bentuk protes atas penerbitan SHM tersebut, kemarin warga pun turun ke jalan menggelar aksi demo di kantor Wali Kota dan Kantor BPN Ternate. Tidak hanya itu, mereka juga meblokade ruas jalan utama di Mangga Dua.
Dari amatan Koran ini, aksi demo warga ini dimulai dari kantor wali Kota Ternate. Aksi yang berlangsung sejak pukul 10.00 itu nyaris ricuh. Dimana, massa sendiri geram lantaran keinginan mereka untuk hearing dengan Wali Kota Burahan Abdurahman, justru oleh Burhan diutus Asisten II dan Asisten II.
Karenanya mereka pun memilih walk out dan meningggalkan Kantor Walikota Ternate melanjutkan aksi Kantor BPN Ternate. Di BPN massa melakukan hearing dengan Kepala Seksi Hubungan Hukum Pertanahan Abdul Rahman.
Dalam hearing itu, warga menuding ada konspirasi antara pihak BPN Ternate dengan Andi atas penerbitan SHM. Sebab SHM nomor 01 yang di diterbitkan berdasarkan SK Kepala Inspekai Agraria provinsi Malut No: 684/HM.PL/67 tanggal 8 Februari 1967 yang ditandatangani F.J atas nama David Octavianus Sipalsuta dengan luas wilayah 66.883 M2 adalah pembohongan dan perampokan laut.
Persengkokolan antara Sipasultan dan Horo-Horu dan Kepala Agraria saat itu dengan mengatasnamakan pemilik tanah dan laut. Kemudian dilakukan pengukuran laut dan empang dan dijual ke Andi tahun 1976. Karenanya, bagi mereka tindakan tersebut adalah praktif tanah, padahal tanah yang diklaim adalah bukan tanah melainkan laut, sebab ketika pasang surut laut yang notabenenya tidak bisa dibuatkan sertifikat, namun tanah itu kemudian diukur dan dibagi-bagi.
Kordinator Lapangan (Korlap) Asbar Kadir meminta agar penerbitan sertifikat nomo 01 oleh BPN segera dibatalkan. Mereka juga menyayangkan sikap Pemkot yang seakan-akan melepas tangan padahal masalah lahan ini sudah berulangkali disampaikan lewat pertemuan dengan Wali Kota.
“Betul kami yakini bahwa pembatalan sertifitak itu harus melalui Pengadilan Negeri (PN) Ternate hanya saja kami sebagai warga Rt 14 meminta kepada pemkot Ternate mengakomodir aspirasi kami karena kami adalah bagian dari warga kota Ternate yang diakui oleh negara,”katanya kepada Wartawan pada Senin (25/2).
Asbur menegaskan jikan tuntukan warga ini tidak diindahkan mereka akan melakukan konsulidasi massa yang lebih besar untuk melakukan aksi dan memboikot seluruh aktifitas di Pemkot.
“Dalam hearing kami dengan pemkot kami terpaksa melakukan walk out karena tidak bertemu langsung dengan Walikota, melaikan walikota mengutus para asisten 1 dan sejumlah kepala bagian. Tapi kami menolak untuk melakukan hearing,” tegasnya. (tr6/pur)