HARIANHALMAHERA.COM– Desa Wangongira, Kecamatan Tobelo Barat, Kabupaten Halmahera Utara (Halut), adalah sebuah Desa terpencil yang jarang di ketahui oleh banyak orang. Penduduk Desa tersebut adalah benar-benar warga asli Halmahera yang memegang adat sangat kental dan kuat dengan mata pencahrian adalah bertani.
Dahulunya, mereka dikenal dengan sebutan orang tugutil (O’Hongana) manyawa, kebanyakan dari mereka sudah hijra ke wilayah Kabupaten Haltim dan Halteng, untuk mencari makan dan tempat tinggal yang baru.
Kehidupan mereka berbeda dengan masyarakat pada umumnya, keseharian O’Hongana manyawa ini hanya mencari makan dengan mengandalakan sebusur panah yang mereka buat sendiri.
Namun dengan perkembangan dunia, kehidupan mereka perlahan mulai berubah, teruma mereka yang berada di Desa Wangongira, mereka sudah berbaur dengan masyarakat sekitar namun masih memegang adat istiadat.
Hal ini membuat Kapolda Malut Irjen Pol Waris Angono, tertarik dengan O’Hongana manyawa, walaupun dari sisi cultur ini berbeda, namun kepedulian Jendral bintang dua ini cukup besar.
Dirinya berupaya untuk menjadikan Desa Wangongira ini sebagai kampong adat, akhirnya membuahkan hasil, pada Sabtu (28/6) dirinya meresmikan Desa Wangongira sebagai kampong adat.
Masyarakat adat ini dinilai belum mendapat perhatian yang memadai dari pemerintah, terutama terkait perlindungan hukum dan hak atas wilayah hidup mereka.
“Masyarakat Hukum Adat (MHA) Tobelo Dalam atau O’Hongana Manyawa harus mendapatkan perlindungan agar eksistensi mereka, beserta tradisi, adat, dan wilayah hidupnya tetap lestari di tengah ekspansi industri pertambangan yang terus meluas hingga ke Maluku Utara,”ujar Kapolda Malut.
Sejak 9 Mei 2025, Kapolda mulai menelusuri sejarah asal-usul O’Hongana Manyawa dan berkoordinasi dengan Polres Halmahera Utara, untuk mengecek langsung kondisi masyarakat dan desa Wangongira. Hasilnya, jajaran Polres Halut bersama Forkopimda bahu-membahu membangun infrastruktur dasar di Wangongira.
Mulai dari pembangunan fasilitas MCK, perbaikan saluran air bersih, hingga pelibatan para tokoh adat dalam menyusun program jangka panjang. Puncaknya, pada 28 Juni 2025, Desa Wangongira resmi ditetapkan sebagai kampung adat.
Selama proses itu, ditemukan sejumlah kendala, di antaranya administrasi desa yang belum tertata, keterbatasan sarana kantor desa, hingga masih adanya warga yang belum memiliki KTP dan Kartu Keluarga.
“Pembangunan kampung adat bukan hanya soal infrastruktur. Harus ada kolaborasi lintas sektor kampus, akademisi, pemerintah, peneliti, hingga media untuk menata kembali administrasi desa, menyusun monografi, serta mengkaji potensi kampung adat agar memberi dampak nyata bagi warganya,”jelasnya.
Kapolda pun berharap, semangat membangun kampung adat di Wangongira dapat menjadi contoh bagi daerah lain di Maluku Utara, guna menjaga hak-hak masyarakat hukum adat serta kelestarian alam dan budaya setempat.
Senada disampaikan oleh Kapolres Halut AKBP Faidil Zikri, bahwa harapannya agar Pemda memberikan perhatian khusus kepada masyarakat kampung adat, yang disebutnya sebagai “benteng terakhir” dalam menjaga kelestarian hutan.(cal)