HARIANHALMAHERA.COM– sejumlah penambang emas di Desa Kusubibi, Kecamatan Bacan Barat, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) merasa ditipu oleh oknum PNS pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Maluku Utara (Malut). Pasalnya, mereka diminta kumpulkan uang sebesar Rp 350 juta biaya pengurusan izin wilayah pertambangan rakyat (WRP), yang mana urusan tersebut baru diketahui ternyata gratis.
Dugaan setoran uang ratusan juta untuk izin tambang rakyat itu diungkapkan oleh Busran, salah satu penambang di Kusubibi dan beberapa warga setempat. Kepada awak media, ia pun mengaku bahwa mereka telah mengumpulkan uang sebesar Rp 350 juta dan turut disaksikan oleh aparat yang bertugas disana.
“Dana yang penambang kumpul itu total sebesar 350 juta. Uang itu untuk bayar WPR di Bappeda 120 Juta dan sisanya saya tidak tahu kalau ada di pengurus 230 juta,”ungkapnya, Sabtu (19/7).
Busran pun mengaku bahwa mereka para penambang kesal terhadap oknum DPMPTSP Malut tersebut lantaran mengetahui izin yang diterbitkan dan diberikan oleh pemerintah daerah maupun pusat itu gratis tanpa pugutan yang dibebankan kepada pemohon.
“Selama ini setau kami, pengurus sampaikan biaya pembayaran izin mencapai ratusan juta, makanya sesuai arahan dari pengurus kami kumpulkan uang dapat 350 juta rupiah. Kami berharap Kapolda Malut perintahkan anggotanya untuk tindaklanjuti kasus ini, apalagi Kapolda sekarang orangnya tegas jadi muda-mudahan informasi ini bisa sampai ke Kapolda agar diusut tuntas,”harap penambang Kusbuibi.
Terpisah Penjabat Kepala Desa (Pj Kades) Kusubibi, Muhammad Abd Fatah, mengatakan bahwa pihaknya baru mengetahui adanya pungutan itu setelah dapat laporan dari warga setempat lantaran mereka sempat melakukan pertemuan yang mana tanpa melibatkan pemerintah Desa (Pemdes) Kusubibi.
“Saya tidak tahu adanya pertemuan, karena tidak diberi tahu. Namun informasi yang disampaikan bahwa mereka sempat pertemuan pada 20 April 2025 untuk bahas pengurusan izin tambang di Desa Kusubibi,”terangnya.
Selang waktu dua hari tepatnya 22 April 2025 lanjutnya, ternyata oknum DPMPTSP Malut kembali gelar pertemuan dengan warga di Desa Kusubibi untuk bahas pengumpulan anggaran pengurusan izin pertambangan yang dibebankan pada puluhan warga sebesar Rp 350 juta.
“Warga curiga bahwa otak pengumpulan uang ini ada di salah satu oknum pegawai berinisial AA, dengan kordinatornya Hi. Chaliq Idris alias Hi. Malang, yang diketuai oleh Hj. Haidir, berdasarkan dengan surat rapat nomor:001/K-PT/DD/VI/2025. Namun, sebelum dilaksanakan pertemuan yang kedua terjadi kecelakaan hingga menghilangkan nyawa 3 orang penambang saat beraktifitas pengambilan material biji emas pada tanggal 21 April 2025 sehingga rapat tersebut dibatalkan hingga dua minggu kemudian untuk pengumpulan anggarannya,”pungkasnya.
Terpisah, Kepala Bidang (Kabid) Fisik Tata Ruang Wilayah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Halmahera Selatan (Halsel), Jarnawir Sangaji, membenarkan bahwa adanya pertemuan tersebut.
Ia mengaku bahwa seluruh berkas persyaratan pengurusan izin pertambangan yang saat ini telah diproses di kementerian ESDM menggunakan dokumen lama yang sudah rampung di zaman Bupati Halsel Almarhum Usman Sidik, tepatnya tahun 2022 lalu.
“Semua berkas permohonan izin tambang dari daerah yang saat ini telah masuk di kementerian SDM, itu kami menggunakan dokumen lama, kalau yang baru diusulkan tahun 2025 ini tidak ada, dan saya secara pribadi belum lihat dokumennya,”ungkapnya.
Dirinya juga menyatakan dengan tegas bahwa izin pertambangan seperti pengusulan WPR dari pemerintah daerah maupun izin resmi yang diterbitkan pemerintah pusat itu gratis. Dimana, pemohon hanya mengeluarkan biaya diberikan kepada pengurus untuk menyiapkan segala adminstrasi yang dibutuhkan, serta makan minum dan biaya transportasi, seperti pengusulan WPR ke Bappeda dari pemohon hingga izin yang akan diterbitkan pemerintah pusat.
“Setau saya izin itu Pemohon hanya mengeluarkan biaya pengurusan yang diberikan kepada pengurus untuk menyiapkan persyaratan adminstrasi, uang makan minum, dan biaya transportasi tidak sampai ratus juta,”jelasnya.
Jarnawir juga menepis isu yang diduga menerima uang senilai Rp.120 juta rupiah, dengan total anggaran Rp.350 juta dari hasil pengumpulan Warga Penambang Kusubibi Kecamatan Bacan Barat, selaku pemohon WPR.
“Saya tidak mengetahui adanya pemberian uang senilai Rp.120 juta terkait WPR Desa Kusubibi,”tegasnya.
Sementara itu Hi. Malang saat di konfirmasi via telfon WhatsAAP ke nomor 081244876XXX tidak aktif, begitu juga dengan Hi. Haidir melalui sambungan telpon 082320335XXX tidak merespon.(red/par)