HARIANHALMAHERA.COM– Kejati Malut terus dalami dugaan korupsi tunjangan operasional dan rumah tangga DPRD Provinsi Maluku Utara periode 2019-2024. Hingga saat ini, sudah belasan orang yang diperiksa sebatas saksi, mulai dari anggota DPRD aktif, mantan hingga sejumlah ASN Pemprov Malut, seperti Sekprov dan Kadis Pendidikan.
Saksi-saksi yang telah diperiksa penyidik dari unsur legislatif adalah Kuntu Daud, Ketua DPRD Malut periode 2019-2024 yang kini menjabat wakil ketua DPRD periode 2024-2029. M. Iqbal Ruray, Ketua DPRD Malut periode 2024-2029, Muhaimin Syarif, mantan anggota DPRD Malut sekaligus mantan ketua DPD Gerindra, yang saat ini berstatus terpidana dalam kasus OTT KPK.
Sementara dari unsur ASN, penyidik telah memeriksa Isman Abbas, mantan Kabag Hukum DPRD yang kini menjabat Plt Sekretariat DPRD Malut, Zulkifli Bian, mantan Kabag Umum yang saat ini menjabat Plt Kepala BKD Malut, Rusmala Abdurrahman, bendahara Sekretariat DPRD Malut, Erva Pramukawati Konoras, Kabag Keuangan DPRD Malut.
Kemudian Sekprov Malut, Samsuddin A. Kadir, selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemprov Malut, Abubakar Abdullah, mantan Sekertaris DPRD yang saat ini menjabat Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Malut, sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam periode penganggaran tunjangan tersebut.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Malut, Fajar Haryowimboko membenarkan bahwa hingga saat ini kurang lebih 12 saksi yang diperiksa oleh penyidik. “Yaa, kasusnya masih dalam proses. Kalau nggak salah sudah 12 saksi yang kami periksa,”katanya, Jumat (21/11).
Terkait peningkatan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan lanjutnya, masih menunggu hasil pemeriksaan saksi lain yang dinilai memiliki informasi penting. “Untuk peningkatan kasus, kami lihat dulu, karena masih pemeriksaan saksi yang lain,”ujarnya.
Agenda pemeriksaan lanjutan menurutnya, kemungkinan seluruh 45 anggota DPRD Malut periode 2019-2024 berpotensi ikut diperiksa, mengingat besarnya dugaan penyimpangan dalam penanganan tunjangan tersebut.
Terpisah, praktisi hukum Malut, M. Bahtiar Husni, menilai penyidik Kejati Malut tidak perlu ragu dalam menetapkan tersangka, sebab sudah ada dua alat bukti yang cukup, yakni surat Peraturan Gubernur (Pergub) dan keterangan para saksi.
Bahtiar menegaskan bahwa secara administrasi, pihak yang paling bertanggungjawab adalah mantan Sekwan Abubakar Abdullah, karena berperan sebagai KPA. “Abubakar merupakan sosok yang menyusun dan mengatur anggaran terset, hingga dapat mengalir ke rekening masing-masing anggota legislative,”tandasnya.
Menurutnya, tindakan tersebut tidak hanya bertentangan dengan Undang-Undang tindak pidana korupsi, tetapi juga melanggar UU perbendaharaan Negara, karena mengalokasikan dana pada pos yang tidak sesuai aturan.
“Kami mengingatkan bahwa besaran tunjangan seharusnya disesuaikan dengan kondisi fiskal daerah, bukan ditentukan secara sepihak, apalagi dilakukan pada masa krisis akibat pandemi Covid-19,”tegasnya.(red)













