Oleh: Ali Rif’an
Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia
SEBANYAK 575 anggota DPR periode 2019-2024 baru saja melakukan sumpah jabatan. Tercatat 9% atau 52 anggota DPR merupakan kaum milenial. Dari jumlah tersebut, lebih dari 20 anggota DPR terpilih usianya di bawah 30 tahun (Metrotvnews.com, 1/10).
Kehadiran legislator milenial dalam gelanggang parlemen tentu menarik untuk diulas lantaran akan memberi warna tersendiri dalam lanskap politik Tanah Air. Apalagi, salah satu ciri utama generasi milenial, mengutip Bencsik & Machova (2016), ialah kemampuannya beradaptasi dengan perkembangan zaman, khususnya teknologi informasi.
Generasi milenial dinilai punya kemampuan mengakses teknologi informasi yang lebih baik dari generasi sebelumnya. Media sosial menjadi bagian keseharian mereka, sedangkan internet merupakan sumber informasi. Generasi milenial pun dinilai cepat dalam merespons segala perubahan. Mereka lebih kreatif, terbiasa berpikir out of the box, kiritis, punya energi, dan semangat.
Di tengah derap perubahan dan laju informasi yang bergerak begitu cepat bahkan terjadi dalam hitungan detik–tentu kehadiran talenta-talenta muda di parleman perlu disambut baik. Paling tidak ada tiga alasan; pertama, untuk menjawab tantangan pembangunan. Pasalnya, seperti kerap disampaikan Presiden Jokowi, di era revolusi industri 4.0, tantangan kompetisi global bukan lagi negara besar menguasai negara kecil, melainkan negara cepat mengusai negara lambat.
Itu artinya kehadiran kelompok milenial dinilai dapat membantu pemerintah menghadapi perubahan kompetisi global tersebut. Legislator milenial dengan segala prestasi dan kemampuan adaptifnya, diyakini bisa menjadi salah satu modal utama untuk percepatan pembangunan, baik pembangunan fisik maupun pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang kini sedang jadi prioritas di pemerintahan Jokowi periode kedua.
Kehadiran legislator milenial sangat akseleratif dengan pembangunan nasional lantaran senapas dengan semangat Presiden Jokowi yang hendak mendapuk generasi langgas tersebut masuk kabinetnya mendatang.
Tantangan demografi
Kedua, menjawab tantangan demografi. Indonesia pada 2020-2035 akan menghadapi ledakan penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai 70%. Sementara itu, berdasarkan data BPS 2018, Indonesia saat ini punya 90 juta penduduk berusia muda atau milenial (usia 20-34 tahun).
Kehadiran legislator milenial diharapkan mampu memahami sekaligus merespons tantangan demografi yang kini sudah di depan mata. Jika selama ini kelompok milenial dipandang sebagai konsumen atau objek semata, saatnya mereka menjadi produsen atau subjek yang menggerakkan. Kehadiran legislator milenial dituntut untuk mampu menampung aspirasi sekaligus menggerakan kelompok usia produktif Indonesia agar siap menghadapi kompetisi global.
Ketiga, memperbaiki citra DPR. Harus diakui bahwa persepsi publik terhadap DPR sangat rendah. Berdasarkan survei Charta Politika 2018, tingkat kepercayaan publik terhadap DPR sebesar 49,3%, sedangkan menurut lembaga Arus Survei Indonesia 2019, tingkat kepercayaan publik terhadap DPR berada di angka 48,7%.
Tentu banyak faktor yang memengaruhi buruknya citra DPR, salah satunya soal kinerja legislasi yang terus jadi sorotan publik. Kinerja legislasi buruk tidak hanya secara kuantitas, tapi juga kualitas. Tak hanya itu, soal integritas juga penyebab rendahnya kepercayaan publik terhadap DPR, baik soal rentetan kasus korupsi yang menjerat anggota DPR maupun soal absennya mayoritas anggota dewan di sidang paripurna hingga ketidakpatuhan dalam melaporkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
Kerja Berbasis 4.0
Kehadiran legislator milenial diharapkan dapat mengubah wajah buruk DPR selama ini. Melalui kerja berbasis 4.0, legislator milenial sejatinya punya peluang untuk memperbaiki citra DPR. Sekadar contoh, apa yang disampaikan salah satu anggota dewan termuda dari Partai NasDem, Hillary Brigitta Lasut (23 tahun), yang hendak membuat vlog saat absensi, e-budgeting, melakukan live streaming atau membagi tautan video conference sehingga masyarakat tahu perkembangan dan mampu menakar kinerja dari anggota dewan, misalnya, patut diapresiasi.
Begitu pula dengan kreativitas legislator milenial dari PDI Perjuangan, Muchamad Nabil Haroen (34 tahun), yang berinisiatif mendokumentasikan dan mengunggah video di akun Youtube saat pelantikan pada 1 Oktober 2019 dan berencana membuat vlog khusus aktivitas anggota dewan 2019-2024, patut disambut baik.
Artinya, kerja-kerja DPR berbasis 4.0 sangat diperlukan untuk memperbaiki rendahnya kepercayaan publik terhadap DPR. Apalagi, selama ini, kerja-kerja DPR, khususnya kerja legislasi, sangat pekat dengan aroma dramaturgi sebagaimana dijelaskan Erving Gofman. Ada perbedaan mencolok di kalangan politik Senayan ketika di atas panggung (front stage) dan ketika di belakang panggung (back stage).
Di depan publik, anggota DPR seolah-olah sedang memperjuangkan kepentingan rakyat, sedangkan di belakang publik terkesan sedang melakukan persekongkolan politik. Ini terlihat, misalnya, saat membahas dan mengesahkan sejumlah RUU kontroversial, seperti revisi UU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). DPR seperti sedang main petak umpet lantaran nyaris tidak melibatkan publik. Tiba-tiba revisi UU KPK disahkan dan dilakukan di penghujung jabatan. Hal itu jelas menimbulkan kecurigaan publik.
Kerja DPR berbasis 4.0 diharapkan dapat menjelaskan apa yang terjadi di panggung belakang politik Senayan. Keterbukan DPR penting untuk memupuk kembali kepercayaan masyarakat. Di samping itu, melalui kerja berbasis 4.0, legislator milenial juga bisa menjadi katalisator atau penyambung aspirasi rakyat atas berbagai kebijakan pemerintah.
Bayangkan, sebanyak 130 juta dari 150 juta masyarakat menggunakan media sosial melalui perangkat bergerak–gawai, ponsel pintar, atau tablet. Artinya, melalui media sosial, legislator milenial dapat menggali aspirasi masyarakat dengan mudah dan cepat. Mereka juga mampu berkomunikasi melampaui batasan-batasan geografis dan dapat berinteraksi secara dialogis (multiarah) sehingga mampu membentuk relasi sosial yang kuat dengan masyarakat.
Apalagi, kini ada Kaukus Pemuda Parlemen Indonesia. Melalui kaukus tersebut, legislator milenial bisa bersatu dan menjalin komunikasi lintas fraksi untuk menyusun agenda-agenda strategis dan gebrakan-gebrakan nyata DPR periode 2019-2024 melalui kerja-kerja berbasis 4.0. Akhirnya, saya ucapkan selamat bekerja untuk legislator milenial. Publik menanti gebrakan-gebrakan nyata.(*)
Sumber: https://mediaindonesia.com/