HARIANHALMAHERA.COM– Globalisasi faktanya telah melakukan perubahan yang cukup signifikan dalam perilaku manusia. Salah satu dampaknya, kehilangan identitas atau karakter asli. Inilah yang terjadi pada generasi milenial saat ini, yang masih mengenyam pendidikan.
Menurut mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Prof Azyumardi Azra, zaman global, sejak awal 1990-an, telah membuat perubahan yang sangat cepat di hampir semua lapisan masyarakat. Globalisasi telah membuat kemajuan signifikan di bidang komunikasi dan transportasi. Karena itu, beberapa ahli juga menyebut zaman ini sebagai zaman disrupsi.
Pernyataan itu dia ungkapkan saat menjadi salah satu narasumber Konferensi Internasional tentang keagamaan dan pendidikan (The 1st Internasional Conference on Relegion and Education/INCRE) di Bintaro, Tangerang, Selasa (8/10). Ia membahas makalah berjudul “Tantangan Pendidikan Karakter di Era Global: Peran Sekolah dan Keluarga”.
Menurut Azyumardi, zaman global tentu memiliki banyak aspek positif, tapi pada saat yang sama juga memiliki aspek negatif. “Salah satu dampak negatif dari globalisasi di antaranya akan membuat para siswa dan pelajar kehilangan identitas dan karakter aslinya,” ujarnya.
Fenomena kehilangan identitas dan karakter di kalangan generasi muda itu bisa dilihat misalnya dalam keterlibatan mereka dalam perkelahian massal (tawuran). Selain itu, juga bisa diihat dari meningkatnya praktik bullying di sekolah. “Untuk merespon hal itu, pemerintah kemudian memperkenalkan Kurikulum 2013, yang mana bertujuan untuk memperkuat pendidikan karakter di sekolah atau madrasah,” sebutnya.
Menurut Azyumardi, madrasah dan sekolah serta lembaga pendidikan lainnya telah berusaha mengembangkan dan mengimplementasikan pendidikan karakter tersebut, tetapi masih tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
“Karena itu jelas bahwa pendidikan karakter bukanlah hal yang sederhana. Saya menyarankan agar pendidikan karakter berhasil, kita perlu memperkuatnya tidak hanya di sekolah atau madrasah, tetapi juga di rumah dan masyarakat pada umumnya,” ujar Azyumardi.
Menurut dia, jika pendidikan karakter hanya dilakukan di sekolah, maka akan sulit untuk membentuk karakter anak-anak muda Indonesia. Karena, menurut dia, pendidikan karakter tidak hanya berkaitan dengan pendidikan, tetapi juga dengan berbagai aspek kehidupan seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama.
“Karena itu, ketika kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama tidak kondusif, maka sangat sulit untuk berharap bahwa pendidikan karakter di sekolah akan mampu berhasil,” kata Azyumardi.(rep/fir)