HARIANHALMAHERA.COM–Pendidikan nasional masih banyak kekurangan. Butuh banyak terobosan untuk mengatasi satu per satu masalah. Mulai akses dan fasilitas, konsistensi kurikulum, hingga pemanfaatan teknologi.
Inilah yang menjadi harapan para guru kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaaan (Mendikbud) baru, Nadiem Makarim. Semua harapan dicurahkan para guru saat acara Temu Pendidik Nusantara (TPN) pada Sabtu (26/10) di Sekolah Cikal, Cilandak, Jakarta.
Endah Wulandari, pengajar SD YPPSB Kalimantan Timur (Kaltim), menitikberatkan soal pemerataan pendidikan yang menurutnya menjadi salah satu faktor ketimpangan pendidikan antar daerah. Salah satunya kemampuan guru yang masih tidak merata, otomatis memberi dampak pada pendidikan yang diperoleh siswa.
“Jadi harapannya, kalau di Jawa itu begini sekolahnya, di daerah harusnya begitu juga. Ruang kelasnya, tempatnya. Jadi hak belajar yang didapat anak itu sama,” jelas Endah, dikutip dari kontan.co.id.
Endah juga menyinggung soal kesulitan akses dan fasilitas bagi guru di luar Jawa. Menurutnya guru di Jawa lebih mudah untuk mendapat akses dan fasilitas. “Guru-guru di daerah memang sangat kesulitan dengan area, dengan jaraknya yang jauh. Saya tidak tahu bagaimana caranya, apakah memang harus ada suatu center knowledge yang dibangun khusus untuk guru?” ungkap dia.
Endah juga mengharapkan, Nadiem membuat sistem pendidikan yang betul-betul jangka panjang, mulai dari sistem kurikulum dan tenaga pendidiknya. “Kalau kita sudah punya sistem, biasanya bisa berjalan dalam waktu panjang, kita tinggal mengevaluasi. Jadi tidak hanya sekadar berdasarkan program sesaat, kemudian ganti lagi, ganti lagi,” harap Endah.
Senada, Syafi’i, guru sekaligus Kepala Sekolah SD YPPSB, Kaltim. Ia menyinggung soal konsistensi kurikulum. Menurutnya, perubahan sistem dan kurikulum oleh pembuat kebijakan kadang juga para pendidik pandang sebagai hal yang menyusahkan. Apalagi, jika kurikulum terus-menerus diganti.
“Kurikulum yang berubah-ubah, yang sulit dan bingung itu di lapangan. Sering kali kebijakan tidak dipikirkan secara teknis di lapangan,” ujar Syafi’i.
Meski ia menyadari kurikulum akan terus berganti menyesuaikan perubahan era, namun ia berharap, ketika membangun sistem, perlu semacam pilot project atau eksperimen dahulu pada beberapa titik. “Jika memang cocok, baru dilanjutkan,” sebutnya.
“(Kurikulum) yang sekarang dikaji dulu saja kekurangan dan kelebihannya. Kalau memang masih bagus, kenapa harus berubah? Kalo memang ada kekurangan dibenahi,” tambah Marsono, guru lainnya.
Dengan latar belakang Nadiem di sektor teknologi diharapkan menjadi kekuatan bagi sistem pendidikan baru. “Mudah-mudahan dengan dasar kemampuan beliau dan menguasai teknologi, komunikasi, dan jaringan, mudah-mudahan bisa membawa pendidikan ke arah komunikasi yang cepat,” ujar Marsono.
Namun Marsono juga berharap, Nadiem tidak meninggalkan sistem pendidikan dasar seperti kurikulum dan mengutamakan pembangunan karakter.
Sementara itu, Ilmi, guru SD MI Unggulan Darussalam di Blitar berharap, orangtua juga perlu dibekali pengetahuan terkait pendidikan dan juga dilibatkan dalam proses pendidikan. Baginya, yang kurang dari pendidikan di Indonesia adalah pemahaman orangtua siswa. “Saya itu bermimpi bahwa antara guru dan orangtua punya visi misi dan paradigma yang sama agar tidak tumpang tindih,” sebut Ilmi.
Guru lainnya, Mul berharap sistem pendidikan tidak terpaku pada nilai, tetapi melihat potensi siswa. Menurut Mul, orangtua juga harus mengerti penilaian bukan sekadar angka. Juga, tidak bisa terus berpatokan pada pola asuh lama, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara cara didik orangtua dan guru. “Mudah-mudahan ke depannya lebih melihat dari potensi anak,” harap dia.(kci/fir)