HARIANHALMAHERA.COM–Sebagai mantan Kapolri, Tito Karnavian cukup tepat dipercayakan sebagai Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Pasalnya, dia sangat paham seperti apa modus-modus yang dilakukan seseorang untuk korupsi.
Hal ini secara tidak langsung tergambar dalam pernyataan Tito, yang terbilang cukup keras bagi seluruh kepala daerah di Indonesia. Ketika ditanya wartawan, Tito menegaskan ketidakpercayaan dirinya jika disebutkan ada orang bersedia merugi ketika memangku jabatan kepala daerah.
Menurutnya, orang yang siap mengalami kerugian setelah menjabat kepala daerah hanya omong kosong. “Apa benar, ‘Saya ingin mengabdi kepada nusa dan bangsa, terus rugi’? Bullshit [omong kosong], saya enggak percaya,” kata Tito kepada wartawan usai mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (6/11), dilansir CNNIndonesia.com.
Tito pun tidak heran dengan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap sejumlah kepala daerah beberapa waktu terakhir.
Menurutnya, hampir semua kepala daerah berpotensi melakukan korupsi. Dia mengatakan modal untuk menjadi kepala daerah tidak sebanding dengan gaji yang diterima selama menjabat lima tahun.
“Bayangkan, dia mau jadi kepala daerah, mau jadi bupati itu Rp30 miliar, Rp50 miliar, (sementara) gaji Rp100 juta, taruhlah Rp200 juta, kali 12 [bulan] itu Rp2,4 miliar, kali lima tahun itu Rp12 miliar, yang keluar Rp30 miliar, rugi enggak?” ujar Tito.
Berkaca dari hal itu, mantan Kapolri tersebut menyarankan agar survei dan riset secara akademik dilakukan terkait penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung yang sudah diselenggarakan sejak 2005.
Menurutnya, survei dan riset akademik itu penting untuk mengetahui sisi positif dan negatif terkait penyelenggaraan Pilkada di Indonesia. “Kalau pilkada langsung dianggap positif, fine. Tapi bagaimana mengurangi dampak negatifnya? Politik biaya tinggi, bayangin,” katanya.
Tito melanjutkan, Kemendagri akan melakukan survei dan riset akademik tersebut. Ia pun mengimbau agar institusi sipil seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) ikut melakukan evaluasi.
Menurutnya, solusi untuk mengurangi dampak negatif dari penyelenggaraan Pilkada harus ditemukan agar tidak ada lagi kepala daerah yang tertangkap karena terlibat kasus korupsi. “Bagaimana solusi mengurangi dampak negatifnya, supaya enggak terjadi korupsi, biar tidak terjadi OTT lagi,” katanya.(cnn/fir)