HARIANHALMAHERA.COM–Usai Namanya disebut akan masuk dalam Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kini Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, disebut bakal menduduki salah satu kursi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Kabar itu, sebagaimana dilansir CNNIndonesia,com, menyeruak usai Ahok bertemu Menteri BUMN Erick Thohir di kantor Kementerian BUMN, Rabu (13/11) pagi.
Dalam pertemuan yang berlangsung selama 1,5 jam tersebut, Ahok mengaku banyak berbicara dengan Erick soal perusahaan BUMN. Intinya, Erick ingin melibatkan Ahok untuk mengurus satu dari 115 perusahaan pelat merah (jumlah perusahaan BUMN berdasarkan situs resmiĀ BUMN.go.id).
“Saya cuma diajak untuk masuk di salah satu BUMN. Kalau untuk bangsa dan negara, saya pasti bersedia. Apa saja boleh, yang penting bisa bantu negara,” ujarnya singkat.
Melihat latar belakang pendidikannya, yaitu sarjana Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Trisaksi, dan program magister manajemen di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyebut Ahok cocok memimpin BUMN Karya.
Kenyataannya, saat ini terdapat empat BUMN yang pucuk pimpinannya masih diisi oleh pelaksana tugas (Plt). Yaitu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, PT PLN (Persero) Tbk, dan PT Inalum (Persero).
Dua di antaranya merupakan bank. Tentu, kursi bos bank BUMN tak sembarangan diisi oleh mereka yang tidak berpengalaman, mengingat bisnis bank cukup teknis. Makanya, kursi bank BUMN umumnya diisi oleh pejabat karier.
Ini artinya, tersisa dua pucuk pimpinan perusahaan BUMN yang paling berpeluang untuk diduduki oleh Ahok. Yakni, PLN. Lainnya, Inalum. “Kalau dilihat dari latar belakang pendidikan Ahok dan pengalaman dia bekerja di bidang konstruksi sipil, serta pengalaman memimpin organisasi, paling memungkinkan ya di Inalum,” ujar Fabby kepada CNNIndonesia.com.
Ia melanjutkan peluang Ahok di PLN tipis, mengingat perusahaan setrum pelat merah itu memiliki bisnis yang dinamis dan tantangannya besar dalam mencari pendanaan di pasar internasional.
“Menurut hemat saya, PLN yang jadi nakhoda harus punya pemahaman mendalam di sektor energi, termasuk bisnisnya. Karena, PLN memiliki beban utang dan menjadi tulang punggung bagi negara, di samping memiliki komitmen anti korupsi tentunya,” tutur Fabby.
Manajer Advokasi dan Jaringan Publish What You Pay (PWYP) Aryanto Nugroho enggan mengusulkan kursi mana yang paling cocok untuk Ahok. Menurut dia, yang terpenting calon pemimpin perusahaan BUMN harus memiliki integritas dan visi yang jelas.
“Jadi, bukan soal bagi-bagi kekuasaan semata, atau balas budi. Siapapun yang menjadi direksi BUMN harus punya integritas. Kemudian, visi yang jelas,” tegas dia.
Sekadar mengingatkan, sejak keluar dari penjara karena kasus penistaan agama, Ahok diketahui tidak memiliki jabatan apapun. Namun, ia aktif dalam keanggotaannya di PDI Perjuangan.
“Saya kira, kasus Ahok sebelumnya tidak akan menjadi masalah. Ia kan akan menjadi pemimpin perusahaan, bukan pejabat publik. Selama dia (Ahok) berintegritas, punya visi yang jelas, dan tidak punya conflict of interest (konflik kepentingan),” tegas Aryanto.
Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta sejak 19 November 2014 hingga 9 Mei 2017. Di bawah kepemimpinannya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerima sederet penghargaan dari Bappenas untuk kategori Provinsi dengan Perencanaan Terbaik, Provinsi dengan Perencanaan Inovatif, dan Provinsi dengan Perencanaan Progresif.(cnn/fir)