HARIANHALMAHERA.COM – Tugas dan tanggung jawab tenaga medis dalam penanganan wabah Covid-19 sangatlah vital. Kendati mempertaruhkan nyawa, mereka tetap berada di garis terdepan untuk menyelamatkan nyawa pasien. Karena itu, pemerintah memberikan apresiasi khusus kepada para tenaga medis
Selain menambah jumlah alat pelindung diri (APD), pemerintah memberikan insentif dan santunan. Hal itu disampaikan Presiden Joko Widodo setelah mengecek persiapan akhir wisma atlet menjadi RS darurat isolasi pasien Covid-19 di Jakarta kemarin (23/3).
Dalam kesempatan itu, presiden menyampaikan ucapan dukacita atas meninggalnya dokter dan perawat yang menangani pasien korona. ’’Atas nama pemerintah, negara, dan rakyat, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kerja keras dan perjuangan beliau-beliau,’’ ujar Jokowi.
Menurut Jokowi, para dokter dan perawat itu telah berdedikasi dan berjuang sekuat tenaga untuk menangani Covid-19. Dia menjelaskan, dalam ratas (rapat terbatas) bidang ekonomi Jumat lalu (20/3), pemerintah memutuskan adanya pemberian insentif bagi tenaga kesehatan.
Insentif diberikan tiap bulan bagi mereka yang saat ini bertugas di daerah-daerah dengan status tanggap darurat Covid-19, khususnya yang sedang menangani wabah (lihat grafis dibawah).
Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah menghitung dan mengalokasikan anggaran itu. Pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 6,1 triliun untuk kebutuhan tersebut.
Jumat lalu, rancangan awalnya masih dalam bentuk asuransi dan santunan. Desainnya sedang dimatangkan. Namun, berdasar pernyataan presiden kemarin, akhirnya diputuskan bahwa bentuk apresiasinya berupa insentif dan santunan.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengungkapkan, perlu pemetaan agar penyaluran insentif bisa optimal. Sebagai langkah awal, penyaluran diutamakan untuk daerah dengan kasus yang cukup banyak seperti DKI Jakarta dan sekitarnya. ”Kalau ini bisa dilakukan, saya yakin kita bisa lebih optimal mengelolanya,” ujar ketua Dewan Pengarah Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 itu.
Mengenai penyebaran personel, menurut Muhadjir, penguatan sebaiknya difokuskan di wilayah Jakarta. ”Tentu tanpa mengabaikan bantuan ke daerah lain. Dengan asumsi seluruh daerah bisa terus kita beri penguatan untuk bergerak mandiri,” ungkapnya.
Muhadjir juga menjelaskan soal ketersediaan alat pelindung diri (APD) bagi paramedis. Pemerintah telah memperoleh 100 ribu APD dari pihak swasta. Semuanya siap didistribusikan ke daerah yang memerlukan. Kemendagri juga telah ditugasi untuk berkoordinasi dengan pemda agar lebih aktif menangani kasus-kasus Covid-19 di daerah. Terutama soal social distancing yang harus diperkuat serta kelompok rentan yang mesti lebih diawasi dan dipisahkan. Kemenko Polhukam telah menginstruksikan adanya patroli dan penindakan tegas oleh TNI/Polri jika masih ada kegiatan yang mengumpulkan banyak orang.
Sementara itu, menyangkut biaya perawatan pasien Covid-19, pemerintah meminta RS tak khawatir. Pemerintah memastikan segera membayar RS yang merawat pasien Covid-19. Sistemnya disalurkan melalui BPJS Kesehatan. Menurut mantan Mendikbud tersebut, skema itu dipilih karena BPJS Kesehatan telah berpengalaman memverifikasi klaim rumah sakit. ”Kita putuskan secara teknokratik agar Dirut BPJS Kesehatan mendesain proses ini, bekerja sama dengan Kemenko PMK, Kemenkes, Kemenkeu, BNPB, serta pemangku kepentingan lainnya,” ungkap Muhadjir.
Dia kembali menekankan bahwa dana yang akan digunakan bukan bersumber dari BPJS Kesehatan atau dana jaminan sosial (DJS). Melainkan dana tambahan baru. ”Pembayaran ini akan diproses secepatnya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan lebih prima,” tegasnya. Proses penyaluran akan dibarengi dengan pembayaran premi PBI oleh Kemenkeu untuk memperbaiki cash flow BPJS Kesehatan.
Dalam kesempatan yang sama, Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris langsung menyanggupinya. Sebagai langkah awal, BPJS Kesehatan akan memverifikasi RS-RS yang menangani pasien Covid-19. ’’BPJS Kesehatan siap mendukung ketetapan kebijakan pembayaran,” ujar Fachmi.
Tenaga medis memang rentan tertular virus korona. Berdasar data Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), ada satu perawat yang meninggal saat menangani pasien virus korona.
Ketua Umum DPP PPNI Harif Fadhillah menyatakan, banyak hal yang membuat kondisi tenaga medis tidak aman. ’’Bisa karena APD dan kelelahan sehingga daya tahan menurun. Bisa juga karena penyakit penyerta,’’ ucapnya kepada Jawa Pos kemarin. Selama ini dia kerap menerima keluhan seputar APD yang tidak tersedia. Sebagai garda depan penanganan pasien Covid-19, hal itu membuat khawatir. Sebab, risiko terpapar bisa saja terjadi.
Yang paling rawan, menurut dia, adalah perawat di rumah sakit non rujukan. Sebab, pasien yang sebenarnya membawa virus Covid-19 datang kali pertama ke RS non rujukan. ’’Rumah sakit non rujukan tidak siap. APD langka,’’ katanya. Terkadang, untuk mengakali kekurangan APD, tenaga medis harus memakainya selama berjam-jam. Mereka terpaksa menahan buang air dan tidak makan. (jpc/pur)
INTENSIF UNTUK PEJUANG WABAH KORONA
- Dokter Spesialis Rp 15 Juta
- Dokter Umum Rp 10 Juta
- Dokter gigi Rp 10 Juta
- Bidan Rp 7,5 Juta
- Perawat Rp 7,5 Juta
- Tenaga Medis Lain Rp 5 Juta
- Santunan Kematian Rp 300 Juta