HARIANHALMAHERA.COM – Karantina wilayah atau lockdown dipertimbangkan pemerintah untuk mengatasi persebaran virus korona. Pemerintah kini menyusun peraturan turunan dari undang-undang
Merujuk UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, ada sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi pemerintah jika menerapkan karantina wilayah. Selama karantina, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak jadi tanggung jawab pemerintah pusat.
Pemerintah harus memberikan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis. Pemerintah harus memberikan kebutuhan pangan dan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat. Semua orang atau warga punya hak perlakuan yang sama selama masa karantina.
Namun, opsi lockdown tersebut hanya akan diberlakukan secara terbatas. ”Karantina terbatas dipertimbangkan untuk daerah yang terjangkit,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sebuah acara di DPP Golkar kemarin (28/3).
Kebijakan tersebut, lanjut dia, akan diterapkan pada sejumlah wilayah dengan tingkat terpapar Covid-19 yang cukup parah. Namun, Airlangga enggan memerinci daerah mana saja yang bakal dikarantina terbatas. Langkah itu terlebih dulu dibahas dalam rapat terbatas (ratas) bersama Presiden Joko Widodo besok (30/3). ”Tunggu rapat Senin (besok) akan diputuskan,” kata Airlangga.
Merujuk data nasional dari Gugus Tugas Penanganan Covid-19, lima provinsi memiliki angka persebaran virus korona paling tinggi. Yaitu, DKI Jakarta, Jatim, Jabar, Jateng, dan Jogjakarta. Lima provinsi tersebut mendominasi temuan kasus baru setiap hari.
Meski ada opsi karantina terbatas, Airlangga menegaskan bahwa pemerintah tetap mengutamakan social distancing. Pemerintah belum memikirkan untuk melakukan lockdown total. ”Ini supaya jelas saya sampaikan lagi. Pilihan utama tetap social distancing,” tegasnya.
Menurut dia, social distancing juga diterapkan di sejumlah negara dalam menanggulangi persebaran Covid-19. Jika imbauan menjaga jarak di tempat umum dipatuhi masyarakat, dampaknya dalam mencegah persebaran virus korona akan sangat efektif. ”Banyak negara yang menerapkan ini. Jika dipatuhi secara ketat, ini bisa memutus mata rantai penularan virus,” tutur dia.
Mengapa tidak mengambil kebijakan lockdown? Airlangga mengungkap motif ekonomi sebagai alasan utama. Sebagian besar masyarakat Indonesia, kata dia, merupakan golongan menengah ke bawah yang ditopang penghasilan harian. Artinya, pendapatan mereka sangat bergantung pada pekerjaan sehari-hari. Jika dilakukan lockdown total, sumber pendapatan masyarakat akan sangat terdampak. ”Tentu ekonomi masyarakat ini menjadi pertimbangan utama pemerintah,” jelasnya.
Menteri yang juga ketua umum Partai Golkar itu meminta masyarakat untuk tidak panik berlebihan. Pemerintah sudah memastikan ketersediaan bahan pokok. Dia mengakui, sejumlah komoditas seperti bawang putih dan gula memang sempat mengalami lonjakan harga. Namun, saat ini harganya berangsur stabil seiring dengan penambahan stok dan operasi pasar.
Desakan untuk melakukan karantina wilayah memang terus bergulir. Apalagi, sejumlah wilayah telah memutuskan lockdown mandiri. Bahkan hingga tingkat dusun dan RT.
Ketua DPR Puan Maharani menilai pemerintah sudah waktunya memikirkan untuk melakukan karantina wilayah. Khususnya di daerah-daerah yang menjadi episentrum persebaran Covid-19. Ketentuan itu juga sesuai dengan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. ”Jika social distancing tidak lagi efektif, karantina wilayah bisa juga dipertimbangkan,” kata Puan.
Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menambahkan, saat ini publik menunggu kebijakan aktual pemerintah dalam menangkal persebaran virus korona. Dia mendesak pemerintah segera menerbitkan peraturan pemerintah (PP) terkait karantina wilayah. PP tersebut menindaklanjuti UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. ”Pemerintah jangan buang waktu sehingga opsi untuk melakukan lockdown bisa ditempuh secara cepat,” tegas politikus PAN itu.
Desakan adanya karantina wilayah juga disampaikan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. Menurut dia, sudah saatnya pemerintah membebaskan dan bahkan mendorong daerah zona merah untuk melakukan karantina wilayah. ”Pemerintah pusat harus membebaskan setiap pimpinan daerah untuk melakukan karantina wilayah. Apalagi untuk Jabodetabek, karantina wilayah adalah suatu keharusan,” tegasnya.
Kebijakan itu, kata dia, mendesak. Sebab, jika tidak dikarantina dan sebatas imbauan, risiko penularan tidak hanya terjadi di Jakarta dan sekitarnya. Tapi akan meluas ke seluruh Indonesia. Apalagi, saat ini makin banyak warga Jakarta yang bermigrasi ke daerah untuk mudik. Akibatnya, bukan hanya Jabodetabek yang masuk zona merah. Artinya, persebaran Covid-19 sudah melingkupi skala nasional.
Dia mengakui bahwa upaya pengendalian yang dilakukan pemerintah sejatinya sudah benar. Mulai penerapan kebijakan bekerja dari rumah, tetap tinggal di rumah, jaga jarak, jaga kesehatan, hingga sering cuci tangan. Namun, pemerintah juga tak boleh menutup mata bahwa kepatuhan masyarakat terhadap imbauan tersebut masih lemah. ”Akibatnya, persebaran Covid-19 makin eskalatif. Tak cukup hanya imbauan, tapi perlu kebijakan yang tegas, bahkan sanksi bagi yang melanggarnya,” tandasnya.
Karena itu, dia mendorong adanya kebijakan karantina wilayah segera. Kalau tidak, penularan akan semakin luas. Sistem kesehatan nasional juga bakal kian kedodoran karena tak mampu menampung lonjakan pasien. Akibatnya, pasien dan calon pasien non-Covid-19 bisa terbengkalai karena energi tenaga medis di rumah sakit terkuras untuk menangani pasien korona. (jpc/pur)
Respon (1)