EdukasiNasional

Dana BOS dan BOP Boleh untuk Pulsa

×

Dana BOS dan BOP Boleh untuk Pulsa

Sebarkan artikel ini
Nadiem Makarim

HARIANHALMAHERA.COM – Berubahnya metode pendidikan dari temu langsung menjadi daring membuat Kemendikbud mengeluarkan aturan baru terkait penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) reguler dan bantuan operasional penyelenggaraan (BOP) pendidikan anak usia dini (PAUD)

Berdasar penyesuaian kebijakan yang ditetapkan pada 9 April 2020 tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memperbolehkan satuan pendidikan menggunakan dana BOS dan BOP untuk pembelian pulsa/paket data bagi pendidik dan peserta didik. Dana tersebut juga dapat digunakan untuk pembiayaan layanan pendidikan daring berbayar yang bisa mendukung pelaksanaan pembelajaran dari rumah.

”Bagi teman-teman di daerah, kepala sekolah di daerah yang sebelumnya tak percaya diri menggunakan dana BOS untuk distribusi kuota murid atau gurunya, sekarang jelas dan transparan, diperbolehkan,” tutur Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim dalam temu media secara daring kemarin (15/4).

Penyesuaian petunjuk teknis (juknis) penggunaan BOS reguler tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 19 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020 tentang Juknis BOS Reguler. Sementara itu, perubahan juknis BOP PAUD dan pendidikan kesetaraan diatur melalui Permendikbud Nomor 20 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Permendikbud Nomor 13 Tahun 2020 tentang Juknis Dana Alokasi Khusus Nonfisik BOP PAUD dan Pendidikan Kesetaraan Tahun 2020.

Keluhan membengkaknya tagihan pulsa itu sejatinya muncul sejak minggu pertama kegiatan pembelajaran dari rumah. Kala itu, Kemendikbud sudah mempersilakan penggunaan dana BOS untuk menunjang kegiatan belajar. Namun, banyak kepala sekolah yang ragu karena tak ada aturan resminya.

Nadiem menambahkan, BOS maupun BOP juga bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang berkaitan dengan usaha mencegah penularan Covid-19. Misalnya, membeli disinfektan, sabun pembersih tangan, masker, dan penunjang lain.

Aturan baru itu juga memuat fleksibilitas penggunaan dana BOS reguler untuk pembayaran gaji guru honorer. Kewajiban memiliki nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK) tak lagi dibutuhkan selama masa pandemi ini. ”Sebelumnya, untuk pembayaran guru honorer, ada restriksi harus memiliki NUPTK dan tercatat di dapodik. Sekarang kita ubah, selama pandemi kita lepas NUPTK,” tegasnya.

Namun, guru honorer tetap wajib terdaftar dalam data pokok pendidikan (dapodik) per 31 Desember 2019. Artinya, hanya dapat digunakan untuk guru honorer lama. ”Tak bisa digunakan untuk guru honorer baru yang belum tercatat di dapodik,” ungkapnya.

Dia menekankan bahwa kebijakan tersebut hanya diperuntukkan guru-guru honorer yang belum mendapatkan tunjangan profesi dan memenuhi beban mengajar. ”Belajar dari rumah dihitung sebagai beban mengajar,” sambungnya.

Nadiem menghilangkan batas persentase pembayaran gaji guru lewat dana BOS sebesar 50 persen. Kepala sekolah diberi kebebasan penuh, disesuaikan dengan kondisi sekolah masing-masing.

Menyangkut BOP PAUD dan pendidikan kesetaraan, Nadiem memberikan fleksibilitas dalam hal pembayaran transpor guru. Menurut dia, dana tersebut kini bisa digunakan untuk pembiayaan honor pendidik dalam pelaksanaan pembelajaran dari rumah. Aturan besaran persentase penggunaan juga dihapuskan sementara. Sebagai informasi, sebelumnya diatur besaran untuk tiap-tiap kegiatan. PAUD, misalnya. Kegiatan pembelajaran dan bermain minimal 50 persen, pendukung maksimal 35 persen, dan lainnya maksimal 15 persen dari dana BOP.

”Sebelumnya ada ketentuan beberapa persen. Ada sekat-sekat. Selama masa darurat, ini tidak berlaku. Diberi kebebasan penuh,” paparnya. Seluruh aturan itu, imbuh dia, berlaku mulai April 2020 sampai dengan dicabutnya penetapan status kedaruratan kesehatan masyarakat Covid-19 oleh pemerintah pusat.

Kebijakan tersebut disambut gembira oleh para guru. ”Alhamdulillah akhirnya sudah keluar juknisnya. Dana BOS sudah bisa digunakan dengan dasar hukum yang kuat, baik bagi guru maupun anak didik,” ungkap Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) M. Ramli. (jpc/pur)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *