HARIANHALMAHERA.COM–Komisi III DPRD Kota Ternate menyebut anak putus sekolah (APS) di Kota ternate ternyata jumlahnya tidak sedikit.
Anggota Komisi III Nurlaela Syarif, mengaku dari data yang dikantonginya. jumlah APS di Ternate sebanyak 102 anak dengan masalah yang bervariasi. Ada yang putus sekolah, ada bahkan yang sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan formal.
Menurut Nurlaela, pendidikan termasuk ke dalam pelayanan dasar dan wajib. Itu sebabnya, masalah wajib yang menjadi amanah konstitusi itu harus mendapat perhatian serius semua pihak, utamanya dari pemerintah.
“Kewajiban pemerintah daerah itu harus memastikan bahwa hak dasar rakyatnya untuk mengenyam dunia pendidikan baik PAUD TK, SD, SMP dan SMA itu harus terlaksana secara paripurna atau secara baik,” ungkap Nurlaela.
Pengentasan masalah APS, Pemkot bisa meniru apa yang dilakukan Pemkot Bitung, Sulawesi Utara lewat program wajib belajar untuk setiap warganya.
“Setiap warga Kota Bitung itu tidak boleh tidak bersekolah. Apapun alasannya, dan itu advokasinya langsung oleh kepala daerahnya. Membuka layanan call center apa kendala masyarakat di Bitung terkait dengan pelayanan pendidikan,” terangnya.
Data valid mengenai masalah pendidikan ini, kata dia, harus segera ditindaklanjuti Pemkot Ternate melalui dinas terkait
Bahkan, penenganan APS di Kota Bitung tidak hanya melibatkan dinas pendidikan saja melainkan juga instansi terkait seperti catatan sipil, dinas sosial dan pemerintah kecamatan.
“Di Kota Bitung itu mereka berbasis RT. Jadi RT di setiap lingkungan diperintahkan kepala daerah harus mencari mendata semua anak-anak yang tidak mengenyam pendidikan dan itu harus dilaporkan dan segera diambil langkah solusinya. Nah bagaimana data 102 anak ini yang akan ditempuh Pemerintah Kota Ternate,” jelasnya.
Pemkot sebagai eksekutor, harusnya bisa mengambil kebijakan untuk menyelesaikan persoalan ini melalui jalur pendidikan formal atau pun pendidikan formal berbasis paket ujian untuk APS agar bisa memperoleh ijazah.
“Atau dalam bentuk sekolah alternatif semacam sekolah rakyat begitu, yang dibuka agar anak-anak ini bisa terakomodir pelayanan dan hak dasar mereka terhadap pendidikan,” kata dia.
Dia mengaku sudah menyerahkan data anak putus sekolah ke pimpinan komisi. Paling tidak, lewat data yang diterima itu komisi dapat segera memanggil dinas terkait untuk membahas masalah tersebut.
“Data ini pemerintah sudah tidak turun cari nih, kami sudah kantongi data by name, by address, by nomor telepon semua sudah ada datanya. Jangan didiamkan data ini apa langkah yang harus dilakukan pemerintah daerah, karena legislatif bukan eksekutor yang punya kewenangan ini ada di pemerintah yang bisa mengeksekusi kebijakan,” pungkasnya.(par/pur)