HARIANHALMAHERA.COM– Amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 31 ayat 1 dan ayat 2, setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah pun wajib membiayainya. Tampaknya, amanat ini belum dilaksanakan 100 persen oleh pemerintah.
Buktinya, anggota Komisi X DPR Marlinda Irwanti, mengaku prihatin dengan kondisi pendidikan Indonesia saat ini. Salah satu keprihatinan itu adalah kurangnya perhatian pemerintah dan pendidikan juga mahal.
Tak hanya itu, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional sebagai kebijakan pembaharuan pendidikan menjadi landasan hukum bagi pemerintah untuk menyusun program atau kegiatan yang terencana, terarah dan berkesinambungan. Ini bertujuan agar lulusan pendidikan nasional mampu menghadapi tantangan dan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
“Sayangnya, pada kenyataannya berbagai regulasi tersebut belum mampu mengatasi permasalahan pendidikan yang ada. Salah satu permasalahan yang sering ditemui di daerah adalah kurangnya sarana dan prasarana,” kata Marlinda dalam keterangan tertulis, Senin (27/5), mengutip indonesiainside.id.
Sarana-prasana yang kurang itu menyebabkan kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, jumlah guru yang terbatas, dan biaya pendidikan yang mahal. Belum lagi tantangan terkait wajib belajar 12 tahun yang gratis, peningkatan mutu kurikulum, dan keterjangkauan pendidikan oleh masyarakat miskin, masih menjadi permasalahan di daerah.
Dia mengutip sila ke 5 Pancasila bahwa, ‘Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’. Artinya bagaimana sistem pendidikan di Indonesia berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hal ini menjadi tantangan yang membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah. Dia mengatakan, kualitas pendidikan yang buruk akan membuat Indonesia tidak dapat bersaing dengan negara lain. “Oleh karena saya berharap khusus untuk sekolah swasta dapat meningkatkan kualitas sarana dan prasaran pendidikan di sekolahnya,” ucap Linda.
Meski demikian, politisi partai Golkar tetap mengapresiasi langkah pemerintah yang memberikan dorongan sekolah-sekolah vokasi sebagai alternatif untuk memberikan peluang kerja bagi lulusannya dengan membuat link and match sekolah kejuruan dengan dunia usaha.
Dalam hal ini, pemerintah daerah melalui APBD diharapkan memberikan porsi 20 persen anggaran pendidikan di daerahnya, selain mendapat bantuan dana transfer ke daerah dari APBN.
“Sejatinya, penjabaran Pancasila dengan sebenar-benarnya dalam dunia pendidikan dapat memberikan keadilan bagi anak-anak Indonesia. Kesejateraan dan kemakmuran sangat pararel dan signifikan dengan dunia pendidikan, kemiskinan juga akan berkurang dengan peningkatan pendidikan,” katanya.(iid/fir)