Halbar

Pembangunan Daerah Dinilai Tidak Selaras dengan Visi – Misi

×

Pembangunan Daerah Dinilai Tidak Selaras dengan Visi – Misi

Sebarkan artikel ini
Kantor Bupati Halmahera Barat (Foto : Indoplaces.com)

HARIANHALMAHERA.COM–DPRD Halmahera Barat (Halbar), Kamis (3/9) kemarin, resmi memberikan tanggapan atas penyampaian Laporan Pertanggung Jawaban (LKPJ) Pemkab Halbar Tahun Anggaran 2019.

Dalam sidang paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Halbar, Charles Gustan, dan dihadiri Bupati Danny Missy serta jajaran Forkopimda dan pimpinan SKPD, terdapat beberapa point penting yang menjadi catatan anggota DPRD.

Lewat Juru Bicara Fonny Suwatalbessy, dalam pokok pikiran yang menjadi catatan DPRD tersebut, di antaranya terkait penyelesaian konflik wilayah perbatasan antara Halbar dan Halmahera Utara (Halut) pada 27 September 2019.

Sebagaimana ditegaskan dalam Permendagri nomor 60 tahun 2019, cenderung akomodatif terhadap Halbar, yaitu 6 desa yang selama ini bersengketa dan masuk dalam wilayah administrasi Halut.

Namun dalam Permendagri Nomor 60 Tahun 2019 tentang garis batas wilayah masyarakat di 4 desa, yakni Bobane Igo, Akelamo, Tetewang, dan Ake Sahu, sebagian masuk Halbar.

Karena sekalipun uji materiil yang diajukan Pemkab Halut ditolak Mahkamah Agung (MA), Pemkab Halbar harus punya langkah-langkah taktis, seperti melakukan  sosialisasi serta membentuk tim penegasan batas kecamatan terluar dan batas desa di Kecamatan Jailolo Timur dan Loloda.

“DPRD juga merekomendasikan agar proses kode desa dipercepat, sehingga di tahun 2021 desa-desa di Jailolo Timur sudah menerima anggaran desa,” paparnya.

DPRD, kata dia, juga meminta Pemkab mempercepat pamekaran di tingkat desa di 2020, diantaranya Kecamatan Jailolo Timur dan Loloda Tengah (Loteng). Mengingat, setelah hampir tiga tahun berlalu atau sejak 2017 realisasi kongkrit berupa perundangan berupa peraturan daerah, hingga saat ini belum tercapai. Sehingga, diperlukan adanya perhatian serius terhadap masalah tersebut.

Point lain terkait perlindungan perempuan dan anak yang sangat minim, serta maraknya peredaran minuman keras yang berkorelasi dengan tingginya angka kekerasan dalam rumah tangga, serta kasus-kasus asusila yang terjadi.

Hal ini membutuhkan perhatian serius Pemda, toko agama dan adat. Karena dalam aspek hukum diperlukan sosialisasi pendekatan Perda tentang Kabupaten Layak Anak dan Perda tentang perlindungan perempuan dan anak.

Kemudian, realisasi pertumbuhan retribusi daerah yang tidak memenuhi target secara signifikan diperlukan peningkatan fungsi koordinasi antara perangkat daerah, pengelola pendapatan, dan pengelola pajak atau retribusi.

Terkait hal ini, ditekankan ke lintas perangkat daerah teknis agar dalam upaya pencapaian target pendapatan daerah, khususnya PAD, harus sesuai bidang serta masing-masing tupoksi perangkat daerah.

Selain itu, program segitiga emas yang jalan di tempat. Padahal, sudah ada penandatangananan nota kesepahaman (MoU) antara Pemkab Halbar, Kota Ternate, dan Kota Tidore Kepulauan pada 15 Juli 2016.

Sebab kerjasama tersebut merupakan sebuah langkah maju dalam upaya membangun dan merajut kebersamaan, guna meningkatkan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat.

“Kerja sama ini perlu realisasi seoptimal mungkin oleh Pemkab Halbar. Sebab ini menjadi poros utama segitiga emas antara Ternate, Tidore dan Jailolo, yang jika dikerucutkan akan menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi Maluku Utara,” ujarnya.

Di sektor pembangunan, kondisi demografis tingkat kepadatan penduduk yang tidak merata. Pemkab Halbar perlu melakukan percepatan pada aspek pembangunan secara demografis.

“Ini penting, mengingat pembangunan mengandung prinsip keadilan dan partisipatif, disamping itu ditentukan pula pembangunan pemerataan,” tuturnya.

Begitu juga angka kemiskinan tergolong tinggi. Di mana, jumlah penduduk miskin hanya berkurang 10 orang. Ini karena jumlah penduduk miskin di 2018 sebesar 10.140 orang, sedangkan pada 2019 sebesar 10.130 orang.

Hal ini selaras dengan berbagai program penanggulangan kemiskinan oleh Pemerintah, namun presentasi penduduk miskin di Halbar masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan presentasi penduduk Provinsi Maluku Utara yang sebesar 6,77 persen.

Point yang tak kalah penting adalah agenda tahunan Festival Teluk Jailolo (FTJ), yang tidak mendorong adanya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). FTJ yang diselenggarakan dari 24 sampai 29 Juli 2019 merupakan agenda tahunan. Di mana, DPRD merekomendasikan kontribusi LPJ terhadap PAD dapat diprediksi secara terukur dan rasional.

Ini dimaksudkan agar FTJ tidak sekadar menjadi kegiatan seremonial yang menguras  kas daerah. Kemudian pembangunan dan infrastruktur seperti jalan utama yang masih terlihat sempit dan sebagian kondisinya sangat memprihatinkan.

Demikian juga trotoar yang belum dibangun, saluran drainase yang belum tersedia secara baik, lampu jalan yang belum ditata, taman kota minim dan terkesan amburadul, serta tempat usaha warga yang cenderung asal dibangun. “Masih banyak lagi hal buruk dalam penataan wajah Kota Jailolo ini,” tutupnya. (tr-4/Kho)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *