HalbarHukum

RAME-RAME KECAM PEMERKOSAAN DI MAPOLSEK JALSEL

×

RAME-RAME KECAM PEMERKOSAAN DI MAPOLSEK JALSEL

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi Pemerkosaan (Foto : Grid.id)

HARIANHALMAHERA.COM–KASUS tindak pidana asusila yang dilakukan Briptu II, oknum anggota Polsek Jailolo Selatan (Jalsel), Halmahera Barat (Halbar) terhadap seorang gadis berusia 16 tahun di sebuah ruangan di Mapolsek Jalsel, memantik kecamatan dari banyak pihak., mulai dari DPR RI, Kompolnas (komisi Polisi Nasional) hingga Kementrian PPPA.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni meminta Polri menindak tegas oknum polisi yang kini telah ditetapkan menjadi tersangka kasus pemerkosaan ini.

Menurut Ahmad, aksi tersebut tidak bisa ditolerir apalagi kejadiannya berlangsung di kantor polisi, yang justru seharusnya menjadi tempat aman bagi masyarakat. “Ini benar-benar di luar nalar dan keterlaluan. Lebih miris lagi, karena kejadiannya berlangsung di kantor polisi,” kata Sahroni dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Politisi Nasional Demokrat (NAsdem) ini mengaku meski Bprtu II sudah sudah ditahan, namun perlu ada tindakan yang lebih tegas lagi misalnya langkah pemecatan terhadap Kapolsek Jalsel. “Saya juga meminta agar anggota lain yang terlibat juga dipecat saja. Lalu pelakunya juga wajib diproses dan dihukum maksimal,” ujarnya.

Menurut dia, langkah tegas perlu diambil Kepolisian agar jadi pelajaran untuk semua anggota Polri di Indonesia, bahwa kasus seperti ini adalah perkara yang sangat serius.

Selain itu untuk korban, Sahroni mengatakan karena usianya yang masih belia, maka dalam penanganannya yang dilakukan unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Ditreskrimum Polda Malut harus sangat hati-hati.

“Korban pastinya sangat terpukul dan trauma berat, karenanya PPPA Ditreskrimum Polda Maluku Utara harus sangat berhati-hati ketika menangani korban, dan harus punya perspektif yang melindungi dan tidak menyudutkan korban,” katanya.

Senada dengan Sahroni, Komisoner Komisi Polisi Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menegaskan, yang dilakukan Briptu II sangat memalukan bagi institusi Polri. “Ini adalah kejahatan dan tindakan yang sangat memalukan institusi,” papar Poengky

Poengky juga menilai aksi bejat yang dilakukan anggota polisi itu juga menghina institusi Polri. Apalagi, Briptu II melakukan perbuatan pelecehan itu di Kantor Polsek dan berdalih dengan menggunakan atribut serta instrumen hukum. “Oleh karena itu terhadap kejahatan yang dilakukan ini harus dihukum maksimum,” tuturnya.

Kasus seperti ini, kata dia, tentu akan menjadi perhatian publik, sehingga polisi tidak boleh menutup-nutupi kasus tersebut. “Kompolnas akan mengawasi proses penanganan kasus ini,” terangnya.  “Kompolnas mendorong Polda Maluku Utara untuk memproses pidana, etik dan disiplin,” tambahnya.

Kecaman juga datang dari Kementerian PPPA. Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar berharap penegak hukum bisa memberikan hukuman berat.

“Jika memenuhi unsur pidananya, Kami mohon penyidik dapat menggunakan Pasal 81 Perpu No 1 tahun 2016 yang telah ditetapkan menjadi UU 17 tahun 2016 karena tersangka adalah aparat yang menangani perlindungan anak sehingga pidananya dapat diperberat,” kata dia kepada Merdeka.com, Rabu (23/6).

Nahar mengatakan, sudah melakukan pendampingan terhadap korban yaitu dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Provinsi Malut bersama LSM pendamping anak dan Unit PPA. “Sudah melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan perempuan dan anak Provinsi Maluku Utara,”jelas dia.

Nahar juga mengatakan pihaknya selalu melakukan sosialisasi terkait dengan UU Perlindungan anak. Sehingga dia yakin kasus tersebut diselesaikan sesuai aturan yang berlaku. “Kita sama-sama memantau proses hukumnya untuk kepentingan terbai bagi anak,” kata dia.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Malut Kombes Pol Adip Rojikan mengatakan Brpitu II kini telah ditetapkan tersangka dan ditahan. Dia ditangkap tak lama setelah kejadian Minggu (13/6).

Polda sendiri telah melakukan reka ulang kasus tersebut. Dari hasil reka ulang, terungkap Briptu II dapat membawa korban ke Mapolsek polisi usai menerima permintaan dari kerabat yang saat itu sedang mencari korban.

Adip Rojikan menceritakan, korban yang berasal dari Halmahera Selatan berencana untuk pergi ke Ternate bersama dengan seorang temannya berinisial A (19).

Kemudian, korban dan A menyeberang dari Pulau Bacan ke Saketa di Pulau Halmahera menggunakan feri. Setelah itu hendak melanjutkan perjalanan Ternate melalui Sidangoli.

Namun, karena sudah malam, korban tak menemukan akses angkutan umum dari Sidangoli menuju Ternate. Korban pun meminta saudaranya yang berada di Sidangoli untuk menjemputnya. “Karena diminta bantu tadi, diminta bantu oleh saudaranya untuk mencarikan korban di Sidangoli, karena kemalaman,” kata Adip saat dihubungi CNNIndonesia.com

Kerabat itu, kata Adip, kemudian meminta bantuan dari kepolisian untuk mencari korban. Setelah ditelusuri, korban ditemukan di sebuah penginapan kemudian dibawa ke Polsek Jailolo Selatan untuk diamankan. “Dibawa ke Polsek, karena sudah malam,” tambah dia lagi.

Korban pun diminta untuk bermalam di kantor polisi. Namun demikian, ternyata di tempat tersebut korban malah diperkosa.

Jika merujuk pada sejumlah informasi yang beredar di media sosial, korban sempat seolah-olah diinterogasi oleh aparat kepolisian karena diduga kabur dari orang tua. Dia diperiksa dalam sebuah ruangan interogasi. Hanya saja, ruangan tersebut dalam keadaan terkunci berdua dengan Briptu II.

Beberapa saat kemudian, korban keluar dari ruangan sambil menangis dan mengaku telah diperkosa oleh pelaku. Menurutnya, Briptu II mengancam akan memasukkan korban ke penjara jika tak melayani dirinya.

Atas perbuatannya itu, Briptu II dijerat pasal berlapis, yakni dari Pasal 76D, Pasal 76E jo Pasal 80 ayat (1) dan Pasal 81 ayat (1) UU 35/14 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimum pidana 15 tahun dan denda maksimum Rp5 miliar.

Adip menjelaskan pihak penyidik menerapkan Undang-undang Perlindungan Anak mengingat aksi keji tersebut dilakukan kepada korban yang masih berusia 16 tahun atau di bawah umur.. “Kami terapkan UU Perlindungan anak dengan ancaman 15 tahun (penjara) lebih,” tambah dia.

Selain menahan tersangka, lanjut Adip, polisi masih memberikan pendampingan kepada korban di Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Ditreskrimum Polda Malut.(jpc/cnn/mdc/pur)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *