HARIANHALMAHERA.COM– Upaya Maklon Lube, mencari keadilan atas lahannya di Desa Gemaf, Kecamatan Weda Utara, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara yang digusur PT IWIP tanpa ganti rugi terus dilakukan. Kali ini, Polres Halteng turut membantu menyelesaikan masalah tersebut dengan menjadi menjadi mediator untuk hadirkan kedua.
Mediasi terhadap kedua pihak tersebut sudah berlangsung tiga kali. Namun tatap muka tersebut belum ada benang merah yang ditarik alias belum temukan solusi penyelesai. Bahkan pada mediasi ketiga, tepatnya selasa (17/10) pun demikan, yakni berakhir jalan buntu, dimana sebelumnya sempat terjadi adu argument soal stutus lahan dan izin.
Belum ada kata sepakat damai dalam pertemuan itu lantaran, pihak pemilik lahan menolak bahas penyelesaian lahan dengan utusan PT IWIP yang dianggap bukan orang berkompeten dalam perusahan.
“Manajemen PT IWIP terkesan tidak ada itikad baik selesaikan masalah penggusuran lahan kami. Buktinya mereka masih mengirim utusan yang benar-benar tidak dapat mengambil keputusan. Kami ingin bertemu dengan pemilik perusahan atau petinggi PT IWIP agar masalah ini tidak berlarut-larut seperti ini,”kata pemilik lahan.
“Kalau hanya utus karyawan biasa otomatis masalah antara kami dang perusahan IWIP ini tidak mungkin tuntas,”sambungnya.
Sementara penasehat hokum pemilik lahan, Ridelfi Pudinaung, SH, mengatakan, tindakan penggusuran lahan yang dilakukan PT IWIP terhadap kliennya telah melanggaran sejumlah aturan pertambangan yang berlaku, salah salah satu PP nomor 96 tahun 2021 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara.
“Seharusnya sebelum perusahan melakukan aktivitas penambangan pada suatu lahan tentunya wajib menyelesaikan hak atas tanah sebagaimana dalam amanat WIUP (Wilayah Izin Usah Pertambangan) dan WIUPK (Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus) dengan pemegang hak atas tanah sesuai ketentuan perundang-undang,”jelasnya.
“Penyelesaian hak atas tanah ini juga sebagaimana dimaksud pada PP nomor 96 ayat (1), yaitu dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan atas tanah oleh pemegang IUP atau SIPB,”sambungnya.
Selain itu lanjut pengacara yang aktif membela warga korban pertambangan ini, bahwa pemegang IUP, LUPK atau SIUPB dalam menyelesaikan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat(1) tentunya wajib memberikan kompensasi berdasarkan kesepakatan bersama dengan pemegang Hak atas tanah.
“Kompensasi sebagaimana dimaksud Pada ayat 3 dihitung berdasarkan luasan tanah dan atau benda yang berada diatas tanah yang akan di usahakan untuk kegiatan usaha pertambangan oleh pemegang IUP LUPK dan tidak memperhitungkan nilai potensi komoditas mineral Batubara,”ujarnya.
Pemilik lahan menurutnya, pada prinsipnya mendukung masuknya perusahan tambang sehingga berharap perusahan segera selesaikan masalah tersebut.
“Mencari solusi terbaik bukan berarti mengorbankan salah satu pihak tetapi harus mencapai kesepakatan bersama dan bermanfaat untuk kedua pihak. Jadi sebelum perushan melakukan pembayaran ganti rugi tentu klien kami bersikukuh menolak perusahan melakukan aksivitas dilahan milik klien kami,”tandasnya.(tr-05)