HARIANHALMAHERA.COM–Kebijakan Pemkab Halteng menyedakan lahan seluas 15 ribu hektar untuk pengembangan Kawasan Industri (KI) Teluk Weda mendapat kritikan dari Lingkungan Jaringan Konservasi Halmahera
Koordinator Ubaidi Abdul Halim menilai, kebijakan itu menandakan Pemkab menguburkan tanah produktif sebagai keberlanjutan kehidupan rakyat.
“15.000 Ha hektar bukan jumlah yang sedikit. Bupati jangan membuat kesepakatan-kesepakatan terdahulu, sebelum berkoordinasi dengan masyarakat terutama desa-desa di Kawasan industri,” katanya.
Dia menyebutkan, lahan KI sendiri mencakup sejumlah desa yakni Sagea, Waleh, Messa dan Kotalo.
“Saya melihat revisi RTRW tak sepenuhnya melibatkan para pemangku kepentingan, untuk membeda dan menganalisis daya tampung dan daya dukung lingkungan. Sehingga, terkesan pemerintah hanya memenuhi kainginan nafsu korporasi, yang mereka lakukan adalah kejahatan lingkungan,” kata Ubaidi.
Dia mengusulkan, Pemkab sebaiknya mendorong perubahan kebijakan agaria yang berpihak kepada pemenuhan hak-hak atas tanah bagi petani.
“Kami tidak menutup mata atas devisa tinggi perusahan tambang, dan ribuan pekerja yang terlibat, tetapi perhatian pemerintah daerah perlu di berikan juga kepada sektor ekonomi lainya,”ucapnya.
Terpisah, Kepala Bappeda Halteng, Salim Kamaludin mengatakan, konsesi lahan seluas 15 ribu hektar untuk peruntukan Kawasan Industri Teluk Weda, merupakan kebijakan negara, yang semuanya dituangkan dalam RPJMN.
Namun, dia mengatakan, dalam perjalanan ada revisi RTRW, sehingga kebutuhan Perda disesuaikan dengan kebutuhan strategi baik lingkungan nasional maupun lingkungan sekitar.
“Apa yang disampaikan Ubaidi keliru, karena kawasan industri yang diusulkan itu, hanya pada wilayah yang tidak ada penghuni, dan dianggap daerah yang sudah tidak produktif,” tegas Salim .
Dia juga menegaskan, desa-desa yang disebutkan Ubaid tidak masuk dalam kawasan KI teluk Weda. Namun, karena kepentingan pemerintah memberdayakan masyarakat sekitar, yang tidak memiliki akses terhadap perusahaan maka diperuntukkan pengembangan pertanian, Peternakan, Perikanan Terpadu.
“Lahan yang ada di beberapa desa itu tidak diganggu, malah dikembangkan sesuai dengan karakter desanya. Ini termuat dalam RDTRRDTR yang dimasukkan dalam zonasi pengembangan areal. terpisah dan tidak termasuk dalam RTRW. Dan tahapan ini sudah terlewati, mulai dari kajian akademis, FGD,” tukasnya. (tr1/pur)