HARIANHALMAHERA.COM–Rencana pembangunan smelter kerja sama antara PT Freeport Indonesia (PTFI) dengan perusahaan asal Tiongkok Tsingshan Steel di kawasan PT IWIP, Halteng tak kunjung menemui titik cerah.
Direktur MIND ID Orias Petrus Moedak mengungkapkan proses diskusi masih berlangsung hingga saat ini. “Awalnya kan bangun di Gresik, tapi karena covid semua berhenti, saat berhenti Tsingshan nawarin katanya lebih cepat dan murah. Kita masih diskusi semurah apa, soal timing dan kualitas juga,” kata Orias dalam Konferensi Pers Virtual, Jumat (7/5) sebagaimana yang dilansir kontan.
Orias menegaskan hingga saat ini belum ada keputusan apapun yang diambil. Ini sekaligus membantah kabar yang menyebutkan PTFI menolak rencana kerjasama dengan Tsingshan yang sebelumnya sempat beredar.
Masih menurut Orias, jika pun kerjasama dengan Tsingshan urung terwujud maka PTFI masih bisa berfokus merampungkan proyek smelter di JIIPE, Gresik, Jawa Timur.
Adapun, pihaknya memang menargetkan bisa ada keputusan yang diambil secepatnya, apalagi jika jadi bekerjasama maka ada banyak hal yang perlu dipersiapkan termasuk soal lahan. Orias mencontohkan untuk proyek smelter di Gresik saja membutuhkan waktu setahun sementara target pembangunan smelter baru diharapkan terealisasi di 2023 mendatang.
Orias melanjutkan di tengah diskusi dengan Tsingshan, pembangunan smelter di Gresik masih tetap berjalan. “Semuanya kita lakukan outstanding, kalaupun missed di Tsingshan kan masih bisa di JIIPE, kita lanjutkan saja di JIIPE,” sambung Orias.
Untuk itu, diharapkan keputusan bisa diperoleh sebelum Juni. Pasalnya jika belum ada kepastian pada periode Juni hingga Juli maka menurut Orias bukan tidak mungkin target pembangunan smelter di 2023 bisa mundur.
Sekedar informasi, rencana pembangunan smelter di Weda Bay berkapasitas 2,4 juta ton dengan biaya sekitar USD 2,5 miliar (setara Rp 35 Triliun).
Sedangkan untuk kapasitas smelter Freeport di Gresik awalnya direncanakan sebesar 2 juta ton dengan investasi sekitar USD 3 miliar. Namun belakangan, kapasitasnya dipangkas menjadi 1,7 juta ton. Sedangkan 300.000 ton lainnya ditutupi melalui pengembangan smelter tembaga eksisting di PT Smelting. (ktc/pur)