HARIANHALMAHERA.COM–Beras bantuan untuk warga Desa Tomahalu, Kecamatan Tobelo Selatan, Kabupaten Halmahera Utara (Halut), diduga tak layak dikonsumsi. Sebab puluhan ulat tampak memenuhi beras tersebut. Bahkan mengeluarkan aroma tak sedap.
Kepala Desa Tomahalu, Elkana Budo, kepada Harian Halmahera, Kamis (23/4), mengatakan beras ukuran 10 kilo itu, dibeli menggunakan dana desa sebanyak 243 karung untuk disalurkan ke masyarakat desa.
“Sekarung harganya Rp 115 Ribu. Jadi total dari 243 karung ukuran 10 kilo itu harganya Rp 27900 Juta sekian. Itu sesuai pagu anggaran dana desa yang dikeluarkan sebesar 25 persen,“ jelasnya.
Elkana mengaku sempat mengambil sampelnya di Toko 88, Desa Wosia, Kecamatan Tobelo, tempat beras tersebut dibeli. “Waktu saya cek, kualitasnya bagus. Jadi saya beli. Setelah bayar saya pulang,” tuturnya.
Beberapa saat kemudian, beras dalam karung ukuran 10 kilo itu pun didatangkan dari toko dan disimpan di kantor desa. “Lewat pengeras suara saya sampaikan, kepada seluruh warga agar segera mengambil kompensasi pangannya di kantor,” tuturnya.
Selang beberapa jam kemudian, salah seorang warga bernama Seni Pungus, memosting foto beras yang dipenuhi ulat di jejaring media sosial. “Setelah itu, warga berdatangkan dan melaporkan, bahwa berasnya kurang bagus,” kata Elkana.
Tanpa pikir panjang, lewat pengeras suara, Elkana langsung meminta kepada seluruh warga agar segera mengembalikan beras ke kantor desa, jika menemukan ulat pada bantuan pangan yang sudah dibagikan tersebut.
Saat itu, beras yang dikembalikan ke kantor desa sebanyak 110 karung. Semuanya sudah diserahkan ke toko tempat beras dibeli. Tapi belakangan ada 3 karung beras lagi yang dikembalikan.
“Jadi total beras yang dikembalikan sebanyak 113 karung. Sedangkan yang tidak dikembalikan sebanyak 130 karung. Artinya, 130 karung beras ini masih layak untuk dikonsumsi,” jelasnya.
Menurut Elkana, setelah disampaikan, pemilik toko siap menukar dengan beras yang layak dikonsumsi. Itupun jika stoknya masih ada. Jika tidak ada, maka uangnya akan dikembalikan.
“Cuman kebetulan waktu itu pemilik toko bilang stoknya kosong, jadi kami diminta menunggu dua sampai tiga hari ke depan,” jelasnya.
Menanyakan apakah tidak berkeinginan mengganti dengan merk lain, Elkana mengaku tidak berani. Sebab anggaran dari Rp 20 Juta sekian tersebut, sudah dihitung berdasarkan jumlah per-karung dengan harga dari pagu anggaran desa.
“Saya sudah hitung, bahwa sekian karung harganya sekian. Jadi kalau saya harus beli beras dengan harga di atas, saya tidak berani. Saya takut sekali dengan aturan,” tegasnya.
Sementara, pemilik Toko 88, Ronald, kepada Harian Halmahera, mengaku siap bertanggungjawab terkait temuan ulat pada beras tersebut. “Saya sudah minta pulangkan semua beras yang tidak layak dikonsumsi itu,” tegasnya.
Menurut dia, tidak semua beras merek Bunga Tulip berulat. Tapi hanya beberapa untuk ukuran 10 kilo. Olehnya itu, beras tersebut sudah dikembalikan ke Ternate, untuk menukar dengan merek yang sama dan layak dikonsumsi.
Kalau pun stok dengan merek tersebut habis, kata Ronald, maka akan diganti dengan merek lain, meski harganya lebih di atas. “Saya tidak akan bebankan (ke masyarakat Desa Tomahalu) dengan harganya. Tidak apa-apa. Saya siap bertanggungjawab,” jelas Ronald. (Kho)