HARIANHALMAHERA.COM–Legal standing (kedudukan hokum) dalam perkara gugatan Undang-Undang Pemilu Serentak 2024 yang diajukan Judicial Review oleh Bupati Frans Manery dan Wakil Bupati Muchlis Tapi-Tapi ke Mahkama Konstibusi (MK) maki menguat, menyusul hasil koreksi majelis hakim MK sekaligus pemintaan perbaikan berkas telah dipenuhi Bupati dan Wabup Halut sebagai pihak pemohon.
Hasil perbaikan tersebut pun sudah disampaikan tepat waktu, yakni pada sidang lanjutan dengan agenda penyampaian hasil perbaikan uji materi yang digelar majelis hakim MK pada selasa (22/3) kemarin.
Kuasa hukum pemohon, Ramli Antula, mengatakan bahwa dari permintaan hakim MK tentang melengkapi berkas pemohon tersebut menjadi suatu kesempatan bagi mereka untuk menambahkan sejumlah pasal yang berkaitan dengan pemilu untuk memperkuat legal standing (kedudukan hokum). “Sesuai dengan nasehat dari majelis hakim pada sidang sebelumnya, maka pemohon telah memperbaiki beberapa poin permohonan dan sudah di serahkan ke hakim dalam sidang lanjutan hari ini (selasa,red),”katanya.
Menurutnya, dalam perbaikan tersebut, pihaknya telah menambahkan sesuai dengan perintah MK, yakni pasal 29 ayat 1 UU nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan, kehakiman dan UU nomor 7 tahun 2020 tentang perubahan ketiga atas UU nomor 24 tahun 2003 tentang MK. “Perbaikan dalam legal stading yang dinasehati majelis hakim seluruhnya terkait dengan soal masa jabatan 5 tahun, karena dalam tubuh undang-undang pemilu ada pasal yang saling bertabrakan,”jelasnya.
Jika di hitung masa jabatan Bupati-Wabup Halut selama 5 tahun sejak dilantik lanjutnya, tentu akan berakhirnya di tanggal 9 Juli 2026 dan kalau berakhir di tahun 2025 maka hanya menjabat selama 48 bulan atau hanya 4 tahun sehingga UU pemilu ini harus diperjelas. “legal standing masa jabatan berakhir sampai 2025, pemohon tetap pada tanggal 9 Juli 2026, soal legal standing dalam permohonan pemohon sebelumya soal ekspired pemohon telah menghilangkan sesuai petunjuk dari hakim Aswanto,”ungkapnya.
Selanjutnya dalam ketentuan peralihan dikatakan Ramli, pemohon menambahkan dalil bahwa dalam UU nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan terkait dengan ketentuan peralihan dalam butir 127 lampiran Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 disebutkan bahwa ketentuan peralihan memuat penyesuaian tindakan hukum atau hubungan hukum yang sudah ada berdasarkan peraturan perundang-undangan yang lama terhadap yang baru yang bertujuan memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena dampak perubahan ketentuan perubahan Perundang-undangan,
“Menurut pemohon meskipun ketentuan pasal 201 ayat 7 terdapat pada ketentuan peralihan maka patut memberikan perlindungan hukum kepada pihak yang terkena dampak perubahan ketentuan perubahan Perundang-undangan,”ujarnya.
Ramli menambahkan bahwa pada dasarnya permohonan Judicial Review UU Pemilu yang diajukan oleh Bupati dan Wakil Bupati Halut ini tidak ada satu dalil pun yang menyatakan keberatan soal pilkada serentak. “Kami sebagai pemohon tidak keberatan soal pelaksanaan Pilkada serentak, namun kami hanya mempertanyakan soal UU pemilu pada 201 ayat (7),”tandasnya.(cw)